Bullying And Bloody Letters

Pasti Mati!



Pasti Mati!

0"Hey! Kamu itu tuli ya? Kenapa tidak mau behenti?!" sergah Surya.     

Dan sopir itu akhirnya menghentikan mobilnya di jalannan yang cukup sepi, dan di sana sudah ada satu mobil sport berwarna hitam yang sedang terparkir.     

Surya kembali merasa heran dan kaget, kenapa sopir itu tiba-tiba menghentikan laju mobilnya di sini.     

"Kenapa kamu menghentikan mobilnya di sini?!" tanya Surya yang kesal dengan nada tinggi.     

Dan tiba-tiba dua ajudan yang menemaninya dan baru keluar dari dalam mobil ditangkap oleh orang-orang bertubuh kekar.     

Begitu pula dengan Surya, Surya dengan paksa di masukkan ke dalam mobil mereka.     

Sedangkan sang sekertaris yang seorang wanita cantik bernama Lusi itu tampak melarikan diri secara diam-diam lewat sisi kiri mobil, sedang yang lainnya berada di sisi bagian kanan.     

Sehingga tidak ada yang menyadarinya kalau ada yang berhasil lolos.     

Seketika Surya pun di bawa pergi oleh mereka sedangkan dua ajudan Surya di bunuh di tempat.     

Sedangkan sang sekertaris itu terus berlari menjauh untuk mencari pertolongan.     

Dia pergi ke kantor polisi dan melaporkan kejadian ini.     

Dan tak lupa dia juga menghubungi Raisa.     

"Halo! Mbak Raisa!"     

"Halo! Ada apa?! Bu Lusi?"     

"Mbak! Tolong saya, Mbak! Saya sedang berada kantor polisi, Mbak!" ucap Lusi dengan suara yang sangat tergesa-gesa.     

"Loh, kenapa, Bu Lusi, bisa di sana?"     

"Pak Surya, Mbak!"     

"Papa, saya kenapa, Bu?!" tanya Raisa yang juga terdengar mulai khawatir.     

"Pak Surya, di culik! Mbak!"     

"Apa?! Siapa yang menculiknya?!"     

"Entalah, Mbak! Pokonya tolong, Mbak! Temui saya di kantor polisi!" ucap Lusi.     

Tentu saja Raisa langsung meraih tasnya dan hendak pergi ke kantor polisi dan tepat saat itu, Rima yang sedang duduk di samping Raisa pun tak sengaja mendengarnya.     

"Ada apa, Raisa?" tanya Rima.     

"Papa, Ma! Papa diculik!" jawab Raisa.     

"Apaah?! Siapa yang melakukannya?!" tanya Rima yang juga terlihat khawatir.     

"Gak tahu, Ma! Raisa juga gak tahu! Sekarang Raisa pergi dulu ya!" ucap Raisa dengan tergesa-gesa tapi masih menyempatkan diri untuk mencium tangan sang ibu.     

Setelah itu Raisa berlari dan menaiki mobilnya dengan kecepatan tinggi.     

"Ya apun, Mas Surya! Ada apa dengan, Mas Surya, semoga saja, tidak terjadi apa-apa dengan, Mas Surya!" ucap Rima sambil menangis di atas kursi rodanya.     

"Maafkan aku, Mas, aku selalu berbicara kasar kepada, Mas Surya, tapi jujur aku masih sayang sama Mas Surya dan tentu saja aku tidak mau terjadi sesuatu dengan, Mas Surya." Ucap Rima lagi.     

Memang sejak tadi perasaannya tidak enak ketika Surya hendak pergi meninggalkannya.     

Ini tidak seperti biasa, entah mengapa dia sangat berat melihat Surya meninggalaknnya tadi, hanya saja Rima tidak mau menunjukkan perasaannya itu di depan Surya mau pun Raisa.     

Sedangkan itu, Surya di bawa di sebuah tepi jurang, dan para preman itu mulai menyiksa Surya hingga Surya terlihat babak belur.     

Lalu terdengar seseorang berteriak kepada pria itu.     

"Stop!"     

Seluruh preman itu menghentikan pukulannya terhadap Surya.     

Dan seluruh orang yang ada di tempat itu menoleh ke arahnya.     

Seketika Surya terlihat sangat kaget melihat si orang yang berteriak itu adalah Mark salah satu rekan bisnisnya.     

"Mark?!" ucap Surya.     

"Haha! Selamat datang, Tuan Surya!" ucap Mark sambil berjalan menghampiri Surya.     

Dan di belakang Mark tampak Rasty berjalan membuntutinya.     

"Kamu?!" Surya menatap tajam ke arah Rasty.     

Kemudian Rasty tersenyum sinis melirik Surya.     

"Hai, Mas Surya! Apa kabar?" sapa Rasty.     

"Dasar, Ular Betina!" umpat Surya terhadap Rasty.     

"Haha! Aku senang sekali bisa bertemu kembali dengan, Kaka Iparku ini!" ujar Rasty.     

"Diam, kamu! Jangan panggil aku dengan sebutan itu!" sergah Surya.     

"Haha! Terserah saja! Tapi sebagai adik ipar yang baik, aku akan bersedia seluruh jiwa raga untuk menerima seluruh harta ke kayaanmu!" ucap Rasty.     

Cuih!     

Surya meludah ke wajah Rasty. "Jangan mimpi kamu!" cerca Surya.     

Plak!     

Rasty memukul wajah Surya dengan kencang.     

"Jangan kurang ajar kamu!" ucap Rasty.     

"Ssst, Rasty ... Rasty ... sudah cukup, Rasty, tidak boleh kasar begitu kepada orang yang sebentar lagi akan mati," kelakar Mark.     

"Haha! Iya, Pak Mark! Benar juga!" sabut Rasty.     

"Hay! Mark! Kenapa kamu melakukan ini kepadaku?! Memangnya apa salahku?!" tanya Surya.     

"Kamu itu bodoh! Apa pura-pura tidak tahu sih?!" tanya Mark.     

"Memangnya apa salahku?!"     

Plak!     

Mark menampar wajah Surya.     

"Karna anakmu! Putri kesayangan ku mati!" ucap Mark.     

"Hah?! Maksudnya Ayumi?!" tanya Surya memastikan.     

"Tentu saja siapa lagi?!" jawab Mark dengan suara ketus.     

"Bagaiamana bisa kamu menuduh ku seperti itu?!"     

"Diam kamu, Surya! Kalau bukan anak putri mu siapa lagi!?"     

"Hey! Mark! Putriku Raisa itu adalah korban! Bagaimana bisa kamu malah menuduhnya!?" ujar Surya.     

"Bukan Raisa, tapi Eliza!" jawab Mark.     

"Hay! Jangan gila kamu! putriku Eliza itu sudah mati!"     

"Awalnya aku juga tidak percaya! Tapi ini memang benar adanya, aku tidak peduli pelakunya anakmu Raisa, atau yang Eliza yang sudah mati itu! Yang jelas mereka adalah anak-anakmu! Dan aku berharap kamu akan mati terlebih dahulu lalu di susul oleh anak dan istri mu!" ancam Mark.     

"Hay! Anakmu yang sudah menyekap putriku! Dan kalau pun anakmu yang malah mati maka itu adalah salah anakmu sendiri!" tegas Surya.     

Plak!     

Buak!     

"Beraninya kamu menyalahkan, putri kesayanganku!" teriak Mark.     

Mark memang sangat kesal melihat Surya yang menyalahkan putrinya itu.     

Mark masih tak terima atas meninggalkan sang putri kesayangannya dan dia terus menghajar Surya habis-habisan.     

"Apa kita bunuh saat ini juga, Pak?" tanya Rasty.     

"Tentu saja, tunggu apa lagi!" jawab Mark.     

Dan Rasty pun tersenyum lebar melihatnya.     

"Haha, aku sangat bahagia mendengarnya, Pak Mark!" ucap Rasty.     

"Cepat hajar dia sampai mati!" ucap Mark mengomando para anak buahnya untuk menghajar Surya.     

Bak!     

Buk!     

Duak!     

Mereka pun para anak buah Mark mulai menghajar Surya sesuka hati.     

Hingga wajah Surya terlihat penuh luka lebam dan juga darah bahkan sampai disekujur tubuhnya.     

Tak lama Surya mulai lemas dan memuntahkan darah, lalu dia tak sadarkan diri.     

Entah pingsan atau maninggal, tapi Mark mulai melemparkan tubuh Mark ke dalam jurang.     

"Apa, Pak Mark, sudah yakin kalau Surya sudah mati?" tanya Rasty.     

"Tenang saja, Rasty, walau Surya tidak mati karna di hajar para anak buahku, tapi dia akan mati dengan sendirinya karna jatuh ke dalam jurang." Tutur Mark.     

"Tapi, bagaimana kalau dia sampai masih hidup, Pak?".     

"Tidak akan! Di bawah sana tidak akan ada yang menemukannya, bahkan bisa jadi tubuhnya akan segera di santap oleh binatang buas!" ujar Mark.     

Lalu Rasty kembali tersenyum.     

"Kalau begitu apa saya sudah boleh tinggal di rumah saya lagi?" tanya Rasty.     

"Jangan dulu!" sergah Mark.     

"Kenapa, Pak?"     

"Masih terlalu berbahaya, nanti saja kalau kamu sudah aman! Dan sekarang kamu harus berusaha untuk tetap tinggal di tempat itu!"     

"Hais! Baiklah ...." Jawab Rasty yang tampak sangat keberatan.     

Tapi mau tidak mau, Rasty tetap harus tinggal di rumah yang letaknya sangat terpencil dan jauh dari perkotaan itu.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.