Bullying And Bloody Letters

Gadis Berkacamata 30 Tahun Lalu



Gadis Berkacamata 30 Tahun Lalu

0Seisi sekolah pun berhamburan keluar gedung sekolah menuju lantai bawah di dekat parkiran kendaraan.     

Tempat di mana Santi terjatuh dan mati seketika itu.     

Banyak para Siswi terutama yang mengenal Santi, menangis dan berteriak histeris. Mereka tak menyangka Santi meninggal dengan cara seperti ini.     

Lalu mobil Ambulans pun datang dan membawa jasad Santi menuju rumah sakit.     

Dan perlahan satu-persatu mereka yang berkerumun dan melihat jasad Santi itu pun pergi meninggalkan tempat kejadian.     

Dan tinggallah Larisa yang baru saja datang dan melihat tempat kejadian dimana Santi terjatuh itu.     

Larisa tampak ketakutan dan tegang karna melihat darah segar yang masih tertinggal dan menggenang sebagian lantai.     

Dari seberang tempat kejadian dia melihat seorang gadis berseragam sekolah yang kemarin dia lihat.     

Namun saat ini, dia tampak bersih tanpa darah dan wajahnya juga terlihat cantik walau masih terlihat pucat.     

Gadis itu menatap Larisa sambil tersenyum bangga, dia seolah mengisyaratkan kepada Larisa jika dia sudah berhasil melakukan tugasnya.     

      

Namun bukannya merasa senang dengan semua ini, justru Larisa merasa sangat takut dan merasa bersalah atas meninggalnya Santi. Karna dia tak menyangka jika Santi akan benar-benar meninggal setelah dia menulis namanya di dalam surat itu.     

Padahal awalnya dia hanya iseng dan mengira surat itu hanya permainan orang iseng, namun pada kenyataannya salah.     

"Jadi, surat itu—"     

Larisa menggelengkan kepalanya sambil berusaha keras untuk tidak mempercayainya.     

"Tidak! tidak! ini hanya kebetulan!" tukas Larisa, sambil menepuk-nepuk pelan keningnya sendiri.     

Lalu dia kembali melihat di seberang sana gadis yang tersenyum padanya itu perlahan berjalan pergi.     

Dan Larisa pun segera berlari kearahnya sambil berteriak memanggilnya.     

"Hay kau! tunggu!" teriak Larisa.     

Lalu Gadis itu pun menengok sesaat kearah Larisa dan perlahan tubuhnya memudar dan menghilang di hadapan Larisa.     

Namun Larisa tak mau menyerah dan dia terus memanggil-manggil gadis itu. "Hey! siapa pun kau! ayo cepat keluar!"     

Hosh hosh hosh!     

"Sial! aku capek sekali!" ujar Larisa.     

Dia pun rukuk memegang lututnya sambil mengatur pernafasannya yang sedang tak beraturan karna sehabis berlari.     

Dan di belakangnya tiba-tiba terdengar suara seorang gadis yang memanggilnya.     

"Larisa...."     

Suaranya terdengar agak samar dan seperti terbawa oleh hembusan angin.     

Lalu Larisa pun menengok ke belakang. Dan di belakangnya sudah ada gadis yang tadi, gadis yang cantik berseragam sekolah.     

Dan gadis itu masih tersenyum ramah kepadanya.     

"Siapa sebenarnya kau?" tanya Larisa.     

Gadis itu hanya terdiam sambil tersenyum aneh. Dan wajahnya yang tadinya cantik perlahan berubah seram dengan goresan-goresan luka seperti bekas sayatan benda tajam, di wajah, tangan, kaki dan seluruh tubuhnya. Serta bola matanya berubah menjadi hitam seluruhnya.     

Dan dia berjalan kearah Larisa dengan tetesan darah yang mengalir dari tubuh gadis itu.     

Dan jaraknya kini hanya satu jengkal saja dengan tubuh Larisa, lalu gadis itu pun akhirnya kembali membuka mulutnya dan berbicara kepada Larisa.     

"Larisa, kita ini sama!"     

Dan hembusan angin kencang tiba-tiba datang dan menerpa tubuh mereka berdua, semakin lama hembusan angin itu semakin besar hingga Larisa pun sampai meringkuk karna ketakutan akan terbawa angin itu. Dan gadis itu pun kembali memudar seperti sebuah tulisan diatas pasir yang terhempas ombak pantai, lalu perlahan ada sesuatu yang sangat besar terasa merasuk ke dalam tubuh Larisa.     

Entah itu apa, karna Larisa menutup kedua matanya dengan tangannya akibat angin yang bertiup kencang, dan takut debu akan masuk kebagian matanya yang sangat sensitif itu.     

      

Setelah beberapa saat kemudian, sesuatu yang tidak ia ketahui itu berhasil masuk dan bersarang di dalam tubuhnya, tiba-tiba angin pun berhenti berembus dan keadaan kembali tenang.     

Suasana sekolah juga tampak begitu sangat sepi, karna seluruh teman-temannya sudah pulang ke rumah mereka masing-masing.     

"Huft ... tadi itu apa ya?" tanyanya kepada diri sendiri.     

      

"Hay! Dek! kok belum pulang juga?" teriak si Penjaga sekolah.     

Dan penjaga sekolah itu pun berjalan mendekat kerah Larisa.     

"Kok, belum pulang juga? memangnya sedang apa disini sendirian?"     

"Em...."     

"Sudah ayo cepat pulang, biar Bapak antarkan!"     

"Tapi...."     

"Ayo, cepat pulang, apa kamu tidak takut, hari ini ada kawanmu yang baru saja kecelakaan jatuh dari lantai 4, tidak baik kalau sendirian di sini!" oceh Bapak penjaga sekolahan yang menasehati Larisa.     

"I-iya, Pak. Terima kasih sudah mengingatkan, dan sekarang saya mau pulang!" ujar Larisa sambil membetulkan letak kaca matanya, lalu berjalan cepat meninggalkan tempat itu.     

Melihat Larisa, si Bapak Penjaga Sekolahan itu pun teringat dengan seseorang.     

Penjaga sekolah itu sudah lama sekali bekerja di sini. Kurang lebih 30 tahunan dia mengabdi di sekolah ini, namanya Suparman, orang-orang memanggilnya Pak Parman. Dengan pengalamannya bekerja sampai puluhan tahun di tempat itu, tentu membuatnya banyak mengenal murid-murid yang ada di sekolah tempatnya bekerja. Bahkan dari generasi ke generasi.     

Namun saat melihat Larisa tadi, si Penjaga Sekolah yang bernama Pak Parman itu mengingat orang yang hampir mirip dengan Larisa.     

Dulu dia juga pernah melihat gadis berkaca mata dengan ukuran tubuh dan tinggi badan yang sama dengan Larisa, namun sayangnya dia tak mengingat nama si gadis itu,  yang jelas gadis itu sangat baik. Hanya saja dia tidak punya teman dan selalu tampak sendirian.     

Namun beberapa saat kemudian Pak Penjaga Sekolah melihat gadis pendiam dan berkacamata itu berubah penampilan, gadis itu menjadi sangat cantik dan berbeda jauh dari penampilan sebelumnya. Bahkan nyaris tak di kenali. Dan di saat itu pula tiba-tiba si Bapak penjaga tidak lagi melihat gadis itu. Dan gadis itu di kabarkan menghilang oleh pihak sekolah dan keluarganya. Misteri menghilangnya gadis itu belum terpecahkan sampai saat ini, dan melihat penampilan Larisa, membuatnya teringat kembali dengan hal itu.     

      

"Ah, bodo ah, itu bukan urusanku. Dan itu sudah terjadi puluhan tahun yang lalu, orang sepertiku ini sebaiknya fokus bekerja saja." gumam Bapak penjaga sekolah itu.     

Lalu dia pun melihat kebagian lantai yang masih penuh darah itu. Dan penjaga sekolah itu pun mulai membersihkannya.     

"Hah, ada-ada saja akhir-akhir ini." Keluhnya,  sambil tangannya bekerja membersihkan lantai.     

      

Sebagai penjaga sekolah yang sudah bertahun-tahun bekerja di sekolah ini. Tentu dia juga tak ketinggalan dengan beberapa mitos dan rumor-rumor yang beredar. Bahkan dia juga pernah melihat penampakan gadis berseragam sekolah dan penuh darah itu, hanya saja dia tidak yakin jika gadis itu adalah gadis yang pernah menghilang 30 tahun yang lalu.     

Dia tak mau mengait-ngaitkannya dan tidak mau menjadi paranoid dan takut atau pun ikut campur urusan orang, yang terpenting baginya saat ini adalah tetap bekerja dan bisa memberi makan keluarganya.     

      

Klontang!     

Suara kaleng minuman yang terjatuh dari lantai atas gedung sekolahan.     

Lalu sambil membersihkan darah itu dengan sentoran air selang, dia melihat kearah lantai atas, tepat di lantai 4 gedung dimana Santi terjatuh. Di sana tak ada satu orang pun, dia mulai merasa bingung dengan adanya kaleng minuman yang tiba-tiba terjatuh itu.     

"Siapa yang melemparnya?" gerutunya.     

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.