Bullying And Bloody Letters

Larisa Dan Larasati



Larisa Dan Larasati

0Larisa merasa ketakutan melihat ekspresi Bu Amara. Dia tidak tahu harus berkata apa jika kepala sekolah itu akan memarahinya.     

      

"Kenapa kamu masih dandan seperti ini?" tanya Bu Amara.     

"Ma-maaf, Bu." Jawab Larisa ketakutan.     

"Sini!" Bu Amara menarik kasar tangan Larisa, dan dia membawa masuk Larisa ke ruangannya.     

      

Sesampainya di dalam ruangan, Bu Amara menyuruh Larisa duduk dengan paksa.     

"Heh! kamu itu tuli ya! aku sudah bilang sangat membenci penampilanmu, tapi masih saja tidak di rubah! lalu di mana uang kemarin? apa masih kurang hah?!" tukas Bu Amara dengan nada kasar.     

"Maaf, Bu! tapi uang kemarin saya gunakan untuk berobat Ayah saya, karna Ayah saya lebih membutuhkannya, Bu!" bela Larisa.     

"Ah, aku tidak peduli dengan orang tuamu. Yang aku mau kamu utu merubah penampilan kampunganmu itu menjadi lebih modis sedikit! karna aku muak! kau ini benar-benar mirip—"     

Belum selesai bicara Bu Amara langsung terdiam karna melihat Larisa menunduk aneh. Dan tak lama kemudian Larisa mengangkat wajahnya lalu seketika wajahnya berubah menjadi pucat dengan bola mata berubah putih seluruhnya.     

Larisa tiba-tiba mengeluarkan suara aneh yang mengeram seperti suara orang yang tengah kerasukan.     

Seketika wajah Larisa di mata Bu Amara berubah menjadi sosok yang dia kenal.     

Sosok yang selama ini, dia sangat benci dan sangat ingin ia lupakan.     

Serta sosok yang di gadang-gadang mirip dengan Larisa, oleh beberapa orang.     

      

Larisa langsung memegang leher Bu Amara sambil berbicara dengan nada barat tertahan.     

"Amara! Amara! apa masih ingat denganku...?" tukas Larisa yang tubuhnya sudah di kendalikan dengan roh jahat.     

      

Sontak mendengar Larisa memanggilnya begitu, Bu Amara langsung kaget dan syok. Dia merasa seperti mimpi, dan dia pun berkata, "La ... Larasati?" tukasnya.     

      

Dan Larisa pun langsung menjerit serta mencekik leher Bu Amara dengan satu tangan saja hingga tubuh Bu Amara terangkat.     

Terlihat sangat aneh dan mustahil, karna Bu Amara yang memiliki tubuh tinggi besar itu bisa terangkat ke atas dengan satu tangan saja. Apa lagi yang mengangkat adalah Larisa yang tubuhnya terbilang lebih kecil dan sangat jauh dari bobot tubuh Bu Amara.     

Nafas Larisa menderu dan penuh amarah, matanya melotot tajam.     

"Amara! mati kau!" tukas Larisa yang masih mencekik Bu Amara.     

"Ampun, mmmm...." Bu Amara tak bisa berbicara dengan lancar karna tenggorokannya tertekan kuat oleh tangan Larisa.     

 Namun dia saat itu tiba-tiba terdengar suara teriakan dari depan pintu ruangan kepala sekolah.     

Rupanya orang yang berteriak itu adalah wali kelas Larisa.     

"Larisa! apa yang kamu lakukan, ayo cepat lepaskan!" teriak wali kelas itu.     

Dan sontak Larisa langsung menengok kearahnya. Dan melemparkan tubuh Bu Amara hingga membentur tembok.     

      

Glebuk!     

"Akh! hosh! hosh!" Bu Amara langsung menghela nafas leganya.     

Dan Larisa merasa ada sesuatu yang keluar dari dalam tubuhnya, lalu seketika dia pun langsung ambruk dan pingsan.     

"Larisa!" teriak guru itu dan menghampiri Larisa.     

      

"Larisa! kamu tidak apa-apa!?" teriaknya sambil menepuk-nepuk pipi Larisa.     

      

"Akh! syukurlah, aku tidak jadi mati!" tukas Bu Amara.     

Dan mendengar ucapan Bu Amara, wali kelas Larisa pun berpindah menghampiri Bu Amara.     

"Bu Amara! apa Ibu, baik-baik saja?" tanyanya.     

Dan Bu Amara menganggukkan kepalanya.     

"Iya, aku tidak apa-apa, tapi kalau Bu Lusi  tidak segera datang, mungkin aku sudah tewas," papar Bu Amara.     

"Bu! sebenarnya apa yang terjadi? kenapa murid saya bisa di sini dan mencekik, Ibu?"     

      

"Entalah, sepertinya gadis itu gila. Dan kita harus mengeluarkannya dari sekolah ini!" ujar Bu Amra.     

      

Dan wali kelas Larisa yang bernama Bu Lusi itu pun tampak tak terima dengan keputusan kepala sekolah yang menginginkan Larisa di keluarkan.     

Lalu Bu Lusi berusaha memberikan pembelaan untuk Larisa.     

"Tapi, Bu! Larisa ini anak yang sangat cerdas dan berprestasi, tidak mungkin kita menguarkannya begitu saja. Apa lagi dengan alasan yang tidak ada bukti begini" tukas Bu Lusi.     

Bu Amara diam sesaat. 'Dasar anak kurang ajar' batin Bu Amara.     

lalu dia meninggalkan ruangannya, dengan keadaan berantakan, tanpa bicara apa pun kepada Bu Lusi.     

      

Sementara Bu Lusi membawa Larisa yang tengah pingsan itu ke ruang UKS.     

Dan saat perjalanan menuju UKS dia bertemu dengan Alex.     

"Bu Lusi, dia itu kenapa?" tanya Alex.     

"Dia pingsan! Alex bisa bantu Ibu? Ibu tidak kuat!" tukas Bu Lusi.     

Lalu Alex pun menggendong Larisa dan membawanya menuju ruang UKS.     

Sesampainya di UKS, Bu Lusi terpaksa harus pergi karna sedang ada rapat guru.     

"Maaf ya, Alex! Ibu harus rapat dulu, Ibu minta tolong dan jaga Larisa sebentar ya!" pesan Bu Lusi.     

"Ah, iya Bu!" jawab Alex.     

Setelah Bu Lusi pergi, Alex langsung memandangi wajah Larisa. Dan dia membandingkan dengan foto kartu pelajar yang masih dia simpan dan selalu dia bawa.     

"Sebenarnya kalau di lihat wajah mereka itu tidak sama, hanya gaya dan penampilannya mereka yang mirip," gumam Alex.     

      

Lalu tak lama kemudian, tangan Larisa pun mulai bergerak-gerak. Lalu dia mengigau.     

"Pergi! pergi! Larasati! akh!"     

Larisa langsung terbangun dan terduduk di tempat tidur UKS.     

Dan dia semakin kaget saat menengok di sisi kirinya ada Alex.     

"Eh! Alex!"     

Meski Larisa tampak syok,  namun Alex masih tampak biasa saja dan cuek.     

"Bagaimana keadaan mu?" tanya Alex.     

"Aku baik-baik saja, tapi kepalaku masih agak sedikit pusing!" jawab Larisa.     

Lalu Larisa melihat kartu pelajar yang ada di tangan Alex.     

"Itu...!" kata Larisa menunjuk kartu pelajar yang di pegang Alex.     

"Kenapa?" tanya Alex.     

Larisa menggelengkan kepalanya dan tampak begitu kesal.     

"Tadi aku mendengarmu memanggil nama Larasati! apa kamu mengenalnya?"     

Mendengar pertanyaan Alex Larisa malah diam saja dan tak segera menjawabnya.     

"Kenapa malah diam begitu? Larasati itu dia kan?" tanya Alex sambil menunjuk foto dalam kartu pelajar.     

Larisa mengangguk dengan wajah terpaksa.     

Melihat itu Alex langsung memegang pundak Larisa.     

"Larisa...!" kata Alex, "bisa ceritakan kepadaku apa saja yang kamu tau tentang dia?" tandas Alex.     

"Tapi, aku malas membahasnya!" sahut Larisa.     

"Kenapa? aku juga ingin tahu tentang wanita itu. Dan kenapa dia bisa hilang dan belum di ke temukan sampai saat ini juga?" tukas Alex.     

"Memangnya aku tahu. Dia itu siswi yang bersekolah sekitar 30 tahun yang lalu, aku belum lahir! lalu bagaimana aku bisa tahu tentang dia!" ujar Larisa dengan nada kasar.     

Dia tak sengaja melakukannya. Dan Alex langsung menatapnya tajam. Menyadari hal itu Larisa langsung meminta maaf kepada Alex.     

"Ma-maaf Alex, aku tidak sengaja berbicara kasar kepadamu, dan terima kasih sudah menolongku, aku pergi dulu ya!" tukas Larisa sambil beranjak dari tempat tidurnya.     

Namun Alex mencegahnya dengan menarik tangannya.     

"Jangan pergi!" sergah Alex.     

"Tapi!"     

"Ceritakan semuanya kepadaku sekarang!" tegas Alex.     

Larisa pun menghentikan langkahnya dan mau tak mau harus menuruti keinginan Alex, karna dia tidak mau mendapat masalah baru lagi.     

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.