Bullying And Bloody Letters

Seruni Yang Terkejut



Seruni Yang Terkejut

0Seorang wanita dengan wajah yang pucat dan tubuhnya penuh luka dan bersimbah darah. Tiba-tiba saja datang menghampiri Audrey.     

Audrey sangat ketakutan melihatnya, apalagi saat wanita itu perlahan mendekat kearahnya.     

Sambil berbicara dengan suara seperti berbisik dan di penuhi amarah.     

"Mati ... mati ... mati...!" bicara wanita itu.     

Wanita itu adalah hantu Larasati.     

"Tolong, ampun! jangan bunuh saya!" teriak Audrey.     

Namun wanita itu malah mengulurkan kedua tangannya dan seolah hendak mencekik leher Audrey.     

Seketika Audrey yang terjebak di pojokkan tembok itu pun hanya pasrah tak bisa lari dan berteriak histeris.     

"TIDAK!" teriaknya sambil meringkuk dan menutup wajahnya.     

      

Dan di saat itu dia terbangun dari pingsannya. Dan mendapati dia sudah berada di ruangan rumah sakit.     

"Audrey, kamu kenapa, Sayang?" tanya ibunya dengan wajah khawatirnya.     

"Mi, dia akan membunuhku, Mi!" sahut Audrey dengan wajah ketakutan.     

"Siapa, Sayang? kamu mengigau ya?"     

"Enggak, Mi! aku tidak mengigau!"     

"Yasudah sini biar Mami peluk ya!"     

Lalu ibunya Audrey memeluk Audrey dengan lembut.     

"Kamu tidak perlu takut, Sayang. Ada Mami di sini. Dan kamu bisa cerita semuanya sama Mami!"     

Audrey tak menjawabnya, dan dia masih terdiam ketakutan dalam pelukan ibunya.     

      

      

Esok harinya.     

Ibundanya Audrey yang bernama Seruni mulai mendatangi sekolah Audrey. Dia ingin bertanya tentang kronologi terjatuhnya Audrey dari tangga dan juga kejadian buruk yang menimpa kawan-kawannya Audrey.     

      

Pukul 08:00 Seruni atau ibunya Audrey baru saja sampai di depan gerbang sekolah. Kedatangannya menjadi perhatian seisi sekolahan.     

Seorang Ibu-ibu sosialita datang dengan penampilan modis dan mobil sportnya yang mahal.     

Dengan penuh percaya diri Seruni berjalan melenggang setelah turun dari mobilnya.     

Sebenarnya Seruni merasa kurang nyaman berada di dalam gedung sekolah ini. Karna di dalam sekolah ini banyak memiliki kenangan baginya. Meski banyak kenangan indah di sekolah ini. Tapi ada sebuah kenangan dan rahasia yang dia simpan rapat-rapat sampai detik ini.     

Dan hal itulah yang membuatnya merasa sangat tidak nyaman.     

      

Lalu di saat dia melewati sebuah perpustakaan dia melihat seperti ada seorang wanita berseragam sekolah yang tersenyum kepadanya.     

Dan wanita itu adalah wanita yang dulu sangat dia kenal.     

Saat dia melihat wanita itu, Seruni langsung terdiam dan menghentikan langkahnya. "Larasati?" ucapnya.     

Namun setelah di perhatikan lagi ternyata bukan. Dia hanya salah lihat.     

"Hah, apa-apaan sih aku ini. Aku hanya salah paham. Si Culun itu kan sudah mati!" gerutunya.     

Dan sampai lah dia di dalam ruangan kepala sekolah.     

"Selamat pagi, Bu Amara!" sapa Seruni.     

"Eh, Seruni!" Amara tampak kaget dan langsung memeluk Seruni.     

Dan Seruni pun tampak gembira dapat bertemu kembali dengan sahabat lamanya itu.     

"Wah, sahabat karibku dulu, sekarang sudah menjadi seorang sosialita ya!" ucap Bu Amara.     

Lalu beliau mempersilahkan duduk sahabatnya itu.     

"Aku tahu,  kau pasti akan datang kemari Seruni, karna akan membahas tentang kejadian yang menimpa putrimu dan kawan-kawannya." ucap Bu Amara.     

"Iya, itulah tujuanku, Amara. Sebenarnya apa yang terjadi? kenapa anakku sampai jatuh dari tangga? dan kenapa Sisi sampai digigit siswi dan harus di larikan di rumah sakit. Sementara Nana. Orang tuanya bilang saat ini Nana tidak bisa berangkat sekolah karna sekujur tubuhnya gatal-gatal dan meradang!" tutur Seruni.     

"Huff ... aku bingung harus memulianya."     

"Hey! kenapa harus bingung, ayolah ceritakan, kau ini sahabatku, kenapa harus canggung begitu?"     

"Iya. Aku bukanya tidak mau bercerita. Hanya saja aku takut kau tidak mempercayainya. Audrey di serang oleh rekanya yang sedang kesurupan."     

"Apa! kesurupan? jaman sudah modern begini masih percaya saja dengan hal begituan!" cantas Seruni yang merasa tidak percaya.     

"Iya, benar. Aku hampir tak percaya. Tapi dia masih menyimpan dendam kepada kita," tegas Amara.     

"Dia! maksudmu dia siapa?!"     

"Siapa lagi kalau bukan, Larasati."     

"Apa?!"  Seruni menggelengkan kepalanya. "Sudah jangan gila kamu! itu tidak mungkin, Amara!"     

"Aku bicara benar. Dan anak mu Audrey dan kawan-kawannya itu sebelum kejadian, mereka tengah membully seorang siswi. Dan siswi itu tiba-tiba kerasukan dan menyerang putrimu serta tamannya. Dan aku sangat yakin arwah yang merasuki Larisa itu adalah Larasati!"     

"Hufft... bicara apa kau itu, Amra! kau ini sedang berkhayal ya? tolong jangan begitu. Kau yang ku kenal adalah Amara yang ambisius dan tidak percaya dengan hal begini. Jadi jangan berubah haluan menjadi Amara yang sangat payah begini!"     

"Tapi aku tidak—"     

Brak!     

Seruni menggebrak meja hingga membuat Amara kaget dan di saat itu Seruni langsung pergi begitu saja tanpa sepatah kata apa-pun.     

Amara hanya terdiam tanpa ada niat menghentikan langkah sahabatnya itu.     

Dia paham betul jika Seruni tidak akan percaya kepadanya. Walau dia akan meyakinkan seperti apa pun.     

Karna dia paham betul bagaimana sifat sahabatnya yang keras itu. Seruni tidak mudah percaya oleh hal-hal diluar nalar.     

      

Dan di saat Seruni keluar dari dalam ruang kepala sekolah. Tiba-tiba dia bertabrakan dengan Larisa.     

Bruk!     

"Eh, kamu itu kalau jalan gak punya mata ya?!" bentak Seruni kepada Larisa.     

Dan di saat itu pula Larisa langsung menunduk. "Maaf, Bu. Saya tidak sengaja," ucap Larisa.     

"Eh, tunggu sebentar! kenapa kamu sangat mirip...."     

Lalu dalam pikiran Seruni langsung melambung kepada peristiwa 30 tahun yang lalu.     

Dia merasakan fenomena de javu. Tepat di sini pula dia yang kala itu masih seorang pelajar SMU.     

Dia berjalan dan menabrak kawannya yang bernama Larasati. Kala itu Larasati yang biasanya terlihat jelek, culun dan kampungan tiba-tiba berubah menjadi sangat cantik. Mirip dengan Larisa saat ini.     

Saat itu ekspresi Larasati juga sama seperti Larisa. Menunduk dan minta maaf. Walau sebenarnya yang menabrak duluan itu bukan Larasati, tapi diarinya yang kurang hati-hati. .     

      

Dan mengingat hal itu, Seruni langsung menarik tangan Larisa.     

"Ayo ikut saya!" ucap Seruni dan dengan kasar menarik tangan Larisa lalu mengajaknya duduk di kantin.     

"Bu, tapi saya harus masuk ke kelas." Kata Larisa.     

"Sudah, ikut saya dulu. Biar nanti aku bicara dengan wali kelasmu atau bahkan kepala sekolahmu!" pungkas Seruni.     

Akhirnya Larisa mau menuruti ajakan Seruni itu.     

Dan mereka mengobrol di dalam kantin.     

"Kamu mau pesan apa?" tanya Seruni.     

Larisa menggelengkan kepalanya. Karna dia merasa tidak nyaman, dia masih memikirkan pelajaran yang saat ini tidak dia ikuti.     

"Baiklah kalau tidak mau.  Sebenarnya aku  memanggilmu kemari karna aku teringat dengan seseorang saat melihat wajahmu. Tapi walau pun aku ceritakan sekarang kamu juga tidak akan tahu. Saat itu kamu belum lahir!" tutur Seruni, sembari meneguk minuman yang baru saja dia beli.     

Lalu dengan ragu-ragu Larisa bertanya kepada Seruni.     

"Maaf sebelumnya. Apa yang Ibu maksud itu adalah Larasati?" tanya Larisa.     

Sontak Seruni langsung kaget mendengarnya. Lalu seketika dia tersedak minuman yang baru saja dia teguk itu.     

"Dari mana kamu tahu, nama itu?!" tanya Seruni dengan antusias dan mata melotot.     

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.