Bullying And Bloody Letters

Masih Menjadi Tanda Tanya



Masih Menjadi Tanda Tanya

0Setelah membayangkan kejadian puluhan tabun lalu, serta perlakuannya terhadap Larasati. Membuat Amara sadar betapa keterlaluannya dia dahulu.     

      

Akan tetapi dia tidak berani untuk mengakui semuanya. Bahkan kejadian yang lebih menyeramkan lagi juga ada.     

Hanya saja dia sengaja merahasiakannya.     

Karna kalau sampai terbongkar bukan hanya kariernya yang hancur tapi dirinya dan beberapa temannya akan terseret masuk kedalam penjara.     

      

"Ah, tidak! aku tidak mau masuk kedalam penjara. Itu sangat lah memalukan." Kata Amara.     

Lalu dia langsung membawa buku usang dan surat yang ia temukan itu keluar kantor.     

Dan dia pun segera membakar buku dan secarik surat itu.     

"Kamu itu sudah mati, jadi kamu tidak akan pernah bisa membunuhku!" gerutu Amara sambil memandangi kertas yang terbakar.     

      

Sementara itu Pak Parman selaku penjaga sekolah tak sengaja melihat kelakuan aneh Bu Amara itu.     

      

"Permisi, Bu. Mohon maaf apa ada yang perlu saya bantu?" tanya pak Parman.     

"Ah, tidak perlu. Dan silakan tinggalkan saya sendiri." ketus Bu Amara.     

      

Lalu Pak Parman pun langsung pergi meninggalkan Amara.     

Dalam hatinya berkata, 'sejak dahulu dia itu tidak berubah, masih ketus dan sombong,'     

Lalu saat di berjalan Pak Parman malah bertemu Larisa yang masih mengobrol dengan pemilik kantin.     

      

"Baik, Larisa. Jadi total donat titipan kamu ada 50 ya, dan ini uangnya," tukas pemilik kantin sambil menyodorkan uang kearah Larisa.     

"Wah terima kasih, Bu. Saya senang sekali donat bikinan saya habis," sahut Larissa.     

"Iya jelas dong, donat bikinan kamu itu enak, jadi banyak yang suka. Apa lagi pembuatnya cantik begitu,"     

"Ah, Ibu ini jangan berlebihan, saya ini jelek."     

"Cantik. Bahkan sebelum kamu berdandan menurut Ibu kamu itu cantik. Kamu itu mirip dengan ... ah, Ibu lupa. Dulu waktu Ibu baru bekerja di sini ada anak gadis yang mirip denganmu. Tapi namanya lupa siapa."     

"Em, Larasati bukan?" tanya Larisa.     

Dan pemilik kantin itu pun seketika terkejut.     

"Eh, iya benar! namanya Larasati. Kalau tidak salah panggilannya Lara. Dia itu anaknya sangat rajin. Dan baik hati, hanya saja dia kurang pandai berdandan. Tapi sayangnya ketika dia merubah penampilannya menjadi lebih modis dan cantik seperti mu ini. Dia tiba-tiba malah menghilang," jelas pemilik kantin.     

      

"Apa saja yang Ibu, tahu tentang dia?" tanya Larisa.     

"Ibu tidak, tahu banyak sih, tapi yang Ibu tahu dia itu sangat baik hanya saja, banyak teman-temannya yang memanfaatkan kebaikannya."     

"Maksudnya?"     

"Dia selalu di suruh-suruh. Bahkan Ibu sempat melihat sendiri jika teman-temannya berbuat kasar kepadanya. Tapi dia tak pernah membalasnya. Sebenarnya Ibu kasihan kepadanya, Tapi Lara selalu, berusaha ceria dan menahan kesedihannya. Meski tak ada satu pun teman tulus yang ia miliki."     

      

'Dia benar-benar mirip denganku, sifatnya tidak ada yang menyimpang dariku,' batin Larisa.     

"Ah, yasudah Bu, saya harus pulang saat ini juga. Takut orang tua sudah menunggu," pamit Larisa.     

"Oh, iya hati-hati ya, Nak." Pesan pemilik Kantin.     

Dan Larisa mengangguk sambil tersenyum.     

      

Saat dia berjalan pulang dia berpapasan dengan Pak Parman.     

Sesaat Larisa menganggukkan kepalanya.     

Pertanda hormat atau sapaan. Dan Larisa berjalan lagi. Tapi pada saat itu Pak Parman menghentikannya.     

"Nak Larisa!" panggil Pak Parman.     

Lalu Larisa pun menengok. "Iya, ada apa ya, Pak?"     

"Bisa kita bicara sebentar?" tanya Pak Parman.     

Dan Larisa pun akhirnya mau, karna dia merasa tidak enak kepada Pak Parman yang saat itu sempat meninggalkannya begitu saja saat mengobrol dengannya.     

      

Lalu mereka pun kembali duduk di bangku  kantin.     

"Bu, kami numpang sebentar ya!" tukas Pak Parman.     

"Oh, iya silakan, Pak! lagi pula saya juga masih beres-beres, " sahut penilik Kantin.     

      

Lalu mereka berdua memulai obrolannya.     

"Jadi begini, Nak Larisa. Sebenarnya Bapak ini masih sangat penasaran dengan menghilangnya siswi yang bernama Larasati itu. Karna Bapak tahu dia itu masih ada di sekitar sini. Dan Bapak juga tahu jika dia sering mengikutimu," tutur Pak Parman.     

"Apa? jadi sebenarnya Pak Parman tahu kalau, selama ini dia mengikuti saya?" tanya Larisa.     

"Iya. Bapak bisa melihatnya. Bapak  punya sedikit kemampuan warisan leluhur. Tapi tidak banyak yang Bapak bisa lakukan hanya sekedar melihatnya saja." Tutur Pak Parman.     

"Lalu, apa yang Pak Parman inginkan, sehingga memanggil saya kemari?" tanya Larissa.     

Lalu Pak Parman menarik nafas panjang, "Hufft ... saya hanya ingin membuktikan. Jika dugaan saya ini benar atau tidak."     

"Maaf, dugaan tentang apa ya?"     

"Dugaan tentang menghilangnya Larasati itu adalah karna di bunuh." Tegas Pak Parman.     

"Di bunuh?"     

"Iya."     

"Tapi siapa yang membunuhnya?"     

"Saya masih tidak yakin. Tapi saya menduga jika pelakunya adalah...."     

Pak Parman berbisik di telinga Larisa.     

"Pelakunya adalah Bu Amara...," bisik Pak Parman.     

Mendengar hal itu membuat Larisa langsung melebarkan matanya karna kaget.     

      

Selama ini dia hanya menduga jika Larasati yang terlihat sangat membenci kepala sekolahnya itu, karna dulunya Bu Amara sering membully Larasati. Tidak sampai berpikir  Bu Amara lah yang telah membunuh Larasati.     

      

Tapi dugaan Pak Parman ada benarnya. Karna Larasati selalu memberikan petunjuk keinginannya untuk membunuh Amara, itu karna dia sangat dendam.     

      

"Larisa!" panggil Pak Parman.     

Lalu Larisa langsung menoleh kearahnya.     

"Kenapa melamun. Apa yang sedang kamu pikirkan. Apa kamu merasa jika dugaan, Bapak, ini benar?"     

Dan Larisa pun menjawabnya dengan anggukan.     

"Tapi, aku masih sedikit ragu, Pak." Kata Larisa.     

"Loh, ragu kenapa?"     

"Karna kita tidak ada bukti apa pun."     

"Oh, soal itu. Kita harus mencarinya, karna sebuah kebenaran itu harus di ungkap." Tegas Pak Parman.     

"Iya, Bapak benar. Tapi saya takut, mendapat masalah,"     

"Tenang, Nak Larisa. Kamu itu di posisi yang benar, percayalah tidak akan ada masalah apa pun."     

      

Lalu sejak saat itu mereka mulai mencari tahu tentang  hilangnya Larasati bersama-sama.     

***     

      

Dan beberapa hari kemudian Pak Parman mengajak Larisa untuk menemui keluarga Larasati.     

Yang rumahnya tidak jauh dari sekolah.     

Dan di rumah keluarga Larasati mereka berdua bertemu dengan ibunya Larasati. Yang saat ini usianya sudah sangat sepuh, sedangkan ayah Larasati sudah meninggal satu tahun yang lalu.     

Larasati adalah anak tunggal. Dan semenjak menghilangnya  Larasati, mereka tak bisa berbuat apa pun.     

Mereka hanya mencarinya dengan bantuan aparat kepolisian, namun Larasati masih juga tidak di ke temukan. Mereka menduga Larasati saat itu menghilang karna di culik. Setelah itu kedua orang tua Larasati hanya bisa pasrah. Karna mereka hanya orang miskin yang tidak pandai baca tulis tentu mereka sangat mudah di bohongi. Dan tak sadar ada oknum tertentu yang memanipulasi berita hilangnya Larasati.     

      

Kepolosan kedua orang tua Larasati mempermudah proses pencarian Larasati itu dihentikan dan di tutup begitu saja tanpa adanya kejelasan. Dan sampai saat ini misteri hilangnya Larasati masih menjadi tanda tanya, bahkan beberapa orang malah sudah terlupakannya.     

      

Meski sebenarnya mereka sangatlah bersedih.     

      

To be continued.     

      

      

.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.