Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Sosok Yang Familiar



Sosok Yang Familiar

0Makan malam mereka terasa sangat menyenangkan. Pasangan itu makan dan mengobrol sambil menikmati waktu mereka yang menyenangkan.     

Therius senang tadi ia menyarankan agar mereka untuk makan di luar hari itu. Ini memberi suasana baru bagi keduanya.     

"Makanannya enak," Emma merentangkan tangannya. Wajahnya tampak puas. "Kurasa aku makan terlalu banyak hari ini."     

"Ahh.. apakah mereka tidak memberimu makan dengan baik di akademi?" tanya Therius.     

Emma dengan cepat menyadari suaminya bereaksi berlebihan atas kehidupannya di asrama dania segera melambaikan tangannya sambil tertawa. "Tidak, bukan itu. Ini hanya karena aku mencoba makanan yang baru dan aku sangat menyukainya. Aku diberi makan dengan baik di sekolah. Jangan khawatir."     

"Ah... baiklah." Therius tampak lega. Sekarang setelah mereka selesai makan malam, ia pikir sudah waktunya bagi mereka untuk keluar dan berjalan-jalan sebentar sebelum pulang dan beristirahat. Besok masih akan menjadi hari yang sibuk bagi mereka. "Bisa kita pergi sekarang?"     

"Ya," Emma bangkit dari tempat duduknya dan diikuti oleh Therius. Saria menyambut mereka di pintu dengan senyum manis.     

"Semoga malam kalian menyenangkan, Nona dan Tuan. Silakan kembali lagi!"     

"Terima kasih, Saria. Aku pasti akan kembali." Emma balas tersenyum dan pergi.     

Pasangan muda itu berjalan sambil bergandengan tangan, menjelajahi pasar malam yang di dalamnya banyak orang menjual berbagai macam barang, mulai dari sayuran segar, pakaian, aksesoris, obat-obatan, dan berbagai barang seni.     

Therius berhenti di sebuah toko aksesoris wanita dan menarik pakaian Emma. Ia mengambil jepit rambut kecil dan menunjukkannya kepada istrinya. "Ini sangat bagus. Apakah kau ingin memakainya?"     

Emma mengerjap-ngerjapkan matanya dan tersenyum. Ia tidak menyangka suaminya ingin memberikan aksesoris seperti itu kepadanya. Therius sudah memberi Emma semua perhiasan ibunya dan masih banyak barang lainnya. Jadi, Emma pikir itu semua sudah cukup.     

Koleksi perhiasan Lady Wolfland sangat banyak karena ia adalah seorang putri dan suaminya adalah seorang jenderal besar. Selera wanita itu juga sempurna.     

Selain itu, ketika Pangeran Aran datang ke Akadia untuk menghadiri pernikahan Emma dengan Therius, ia juga membawa perhiasan ibu mereka dari Thaesi.     

Aran hanya mengambil satu cincin milik ibu mereka yang nanti akan diperuntukkan bagi calon istrinya di masa depan. Ia mengatakan Emma harus menyimpan semua yang ditinggalkan ibu mereka.     

"Aku sudah punya banyak perhiasan," Emma tertawa kecil. "Gabungan koleksi ibumu dan ibuku sudah cukup untuk seumur hidupku. Aku tidak butuh perhiasan lagi."     

"Yah, itu adalah hadiah dari ibu kita. Aku ingin kau mendapatkan sesuatu dariku. Aku kebetulan melihat jepit rambut ini dan aku merasa jepit ini akan terlihat bagus di rambutmu."     

Ia menambahkan, "Jepit rambut ini harganya memang murah, tapi aku cukup menyukainya. Aku ingin membelinya untukmu, untuk mengingat malam ini. Aku berjanji akan memberimu barang-barang lain yang lebih indah dan mahal di masa depan."     

Melihat ekspresi tulus suaminya, Emma akhirnya mengalah. Ia juga menyukai jepit rambut itu. Benda ini terbuat dari sepotong kayu kecil dengan dua batu mulia berwarna biru di tengahnya. Sangat sederhana, tapi elegan.     

"Terima kasih," Emma mengambil jepit rambut itu dan memasangnya di rambutnya, di sisi kanan. Penjual itu tersenyum lebar dan menyerahkan sebuah cermin kecil kepada Emma untuk melihat penampilannya.     

"Kau terlihat sangat, sangat cantik! Saya pikir bahkan seorang putri kerajaan tidak dapat mengalahkan kecantikan Anda, Nona."     

Emma pura-pura tidak mendengar kata-kata penjual itu. Ia tahu wanita itu pasti mengatakan hal yang sama kepada semua orang yang datang ke tokonya.     

"Terima kasih atas pujiannya, Bu," kata Emma sambil tersenyum. Ia melihat dirinya di cermin dan menyesuaikan jepit rambut. Perhiasan terlihat sangat bagus tersemat di rambutnya. Ia lalu menoleh ke arah Therius dan mengangguk. "Ini indah sekali. Terima kasih."     

"Kami akan mengambilnya," kata Therius. Ia mengeluarkan beberapa koin dari sakunya dan memberikannya kepada penjual yang menerimanya dengan wajah berseri-seri.     

Sebagian besar toko sekarang menerima pembayaran digital tetapi masih ada juga toko kecil di kota-kota kecil memiliki pesona ini dari masa lalu di mana penjual terkadang masih menerima pembayaran tunai. Penjual di pasar malam ini juga sama.     

Therius membawa sejumlah uang di sakunya untuk keadaan darurat seperti ini. Ia tahu bahwa pergi jalan-jalan di malam hari dan menjelajahi pasar malam akan mengharuskan mereka mengeluarkan uang tunai. Jadi, ia meminta Avato untuk menyiapkan uang untuknya.     

Setelah mereka meninggalkan toko, Therius dan Emma berjalan bersama untuk menjelajahi keramaian di ujung pasar. Mereka bisa melihat orang-orang sedang menikmati semacam pertunjukan di tengah kerumunan. Jadi, mereka penasaran ingin tahu apa yang terjadi.     

"Tuan-tuan dan nyonya-nyonya, anak laki-laki ini adalah mage yang memiiki kekuatan mengendalikan es dan api. Seperti yang kalian lihat, ia bisa membuat es dengan tangan kirinya dan api dengan tangan lainnya." Seorang laki-laki berusia 40-an sedang sibuk menyajikan pertunjukan. Ia menggunakan mikrofon dan speaker kecil untuk membuat pengumuman. "Jika kalian ingin melihatnya menunjukkan keahliannya, kalian hanya perlu mengisi keranjang uang kami."     

Di sebelahnya ada seorang anak laki-laki berusia sekitar 6 tahun. Ia tampak kurus kering dan berwajah sangat sedih. Rambut hitamnya dipotong pendek dan ia mengenakan pakaian yang sangat lusuh. Ia memegang toples transparan sehingga orang bisa melihat berapa banyak lagi yang mereka perlukan untuk memasukkan koin ke dalamnya agar penuh.     

Emma dan Therius menerobos kerumunan dan berhenti ketika mereka berada di paling depan. Untuk sesaat, mereka tercengang melihat anak laki-laki itu yang begitu sedih dan kurus.     

Apakah ia benar-benar seorang multiple-element mage, memiliki dua kekuatan di dalam dirinya? Ia sangat kecil dan terlihat rapuh.     

Dan siapa laki-laki yang berdiri di sampingnya dan mencoba menjualnya kepada orang banyak?     

'Bocah ini adalah budaknya,' kata Therius kepada Emma dengan menggunakan telemancy. Wajahnya berubah menjadi marah begitu ia membaca pikiran anak itu. 'Laki-laki itu mencoba menghasilkan uang dari anak itu dan dengan sengaja membuatnya kelaparan sehingga orang-orang akan merasa kasihan kepadanya dan memberi lebih banyak uang.'     

Emma menekap bibirnya karena terkejut ketika ia mendengar itu. Ia tidak tahu bahwa di Akkadia, hal seperti ini bisa terjadi. Ia pikir kerajaan itu makmur dan sempurna dalam banyak hal.     

'Tidak ada yang sempurna di dunia ini,' Therius menggelengkan kepalanya, seolah membaca pikiran istrinya. "Masih banyak yang harus kita perbaiki."     

'Apa yang akan kau lakukan terhadap mereka?' Emma bertanya kepada suaminya.     

"Hei, kau!" Therius telah berjalan maju dan mendekati laki-laki itu. "Siapa anak ini bagimu? Mengapa kau menjualnya untuk menghasilkan uang?"     

Laki-laki itu menoleh padanya dan mengerutkan alisnya. Matanya menatap Therius dengan tatapan mengancam. "Ia adalah putraku. Aku tidak menjualnya untuk menghasilkan uang. Kami melakukan ini untuk mencari nafkah."     

"Begitukah? Ia tidak berpikir seperti itu," Therius menyilangkan tangannya di dada.     

Laki-laki itu agak terintimidasi oleh pemuda tinggi besar di depannya, tetapi ia merasa bahwa ia berada di atas angin karena mereka berada di depan umum dan ada banyak orang untuk menyaksikan jika laki-laki itu akan mencoba melakukan apa pun padanya.     

"Kau tidak mungkin tahu apa yang ia pikirkan. Anakku ini bisu. Ia tidak bisa bicara." Laki-laki itu menyeringai dan membalikkan tubuh bocah itu. "Mengangguklah dan beri tahu mereka bahwa kau adalah putraku. Si brengsek ini salah paham tentang kita dan ingin coba-coba jadi pahlawan."     

"Aku tahu apa yang dipikirkan bocah itu," Therius tampak jijik dengan sikap tak tahu malu laki-laki itu. Ia melambaikan tangannya dan laki-laki itu tiba-tiba jatuh berlutut.     

Sementara itu, Emma mendatangi bocah itu dan menyentuh bahunya. "Siapa namamu?"     

Ia bisa mendengar anak laki-laki itu mengatakan namanya Alderaan, meskipun ia tidak bisa berbicara.     

Emma menoleh ke Therius. "Anak ini sakit."     

"Tolong!! Laki-laki itu baru saja memukulku dan sekarang mereka ingin membawa pergi anakku! Mereka adalah pencuri yang ingin memanfaatkan kekuatan anakku! Tolongg!!" Laki-laki tak tahu malu itu bangkit dengan geraman dan langsung berteriak untuk menarik perhatian orang. "Kami hanya dua orang miskin dari desa, berusaha menghasilkan sedikit uang untuk makan."     

Dari awal, bocah itu berdiri diam di situ dan tak bersuara.     

"Tolong!!" Laki-laki itu mencoba menarik tangan anak laki-laki itu dari Emma tetapi Therius dengan cepat menepis tangannya dan memuntirnya ke belakang. Laki-laki itu meneriakkan perintah kepada bocah itu dan memaksanya untuk membantunya. "Hei! Ayo, bantu aku! Jika kau tidak membantuku, aku akan menghukummu saat kita pulang!!"     

Tiba-tiba, ketika bocah itu mendengar kata 'hukuman', wajahnya menjadi pucat.     

Karena refleks, seluruh tubuhnya tiba-tiba dilalap api yang menyala-nyala. Emma yang tidak menyangka anak laki-laki itu akan membakar dirinya sendiri menjadi lengah dan langsung merasakan panasnya.     

"Aaaah!!" Ia melepaskan tangannya dari bahu anak laki-laki itu. Therius, yang dikejutkan tindakan bocah itu yang tiba-tiba, tidak punya waktu untuk memadamkan api itu.     

Untungnya, satu detik kemudian, seluruh oksigen di sekitar bocah itu tersedot keluar dan membuatnya terengah-engah. Ia jatuh ke tanah dan pingsan, sementara api itu mati seketika karena tiadanya oksigen.     

Emma menekap bibirnya karena terkejut.     

Semuanya terjadi terlalu cepat!     

Ia melihat sekeliling untuk menemukan sang aeromancer yang pasti telah membantunya barusan.     

"Tunggu..."     

Matanya melihat seorang laki-laki yang dikenalnya, yang baru saja berbalik dan berjalan cepat, meninggalkan kerumunan.     

Apakah itu... Xion?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.