Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Dikerubungi Preman



Dikerubungi Preman

0"Hei.. kau kenal Lee?" Gadis di belakang warung makanan laut mencubit laki-laki di sebelahnya dan menatapnya dengan rasa ingin tahu. "Ia memanggil namamu. Mengapa kau tidak keluar dan melihatnya?"     

Xion tidak menoleh dan tidak menjawab pertanyaan Marci. Raut wajahnya terlihat sangat muram, tidak seperti dirinya yang biasanya bahagia yang dikenal Marci selama beberapa bulan ini.     

"Apakah ia musuhmu?" tanya Marci lagi. "Ia terlihat seperti gadis lemah lembut yang baik. Kurasa ia berasal dari ibu kota. Aku terkejut kau bahkan mengenalnya."     

Ia menyilangkan tangannya di dada dan mendengus. "Baik. Jika kau tidak mau menjawab. Aku akan keluar dan membantunya. Para preman itu akan menyakitinya jika aku tidak melakukan apa-apa. Kau sepertinya tidak ingin membantunya."     

Akhirnya, Xion meraih lengan Marci dan menggelengkan kepalanya. "Tidak perlu membantunya. Ia sangat mampu melindungi dirinya sendiri."     

"Oh... tapi ia hanya seorang herbomancer Lvl-2," kata Marci. Ia menoleh ke Emma dan mencoba mengamatinya lebih hati-hati.     

"Ia lebih kuat dari itu. Dan bahkan jika ia diserang oleh penyihir yang jauh lebih kuat, laki-laki itu ada di sekitar sini. Ia bisa melindunginya," kata Xion lagi.     

Marci menyipitkan matanya dan menatap Xion dengan lebih ingin tahu. "Kalau begitu, jika ia akan baik-baik saja, mengapa kau masih di sini? Ayo pergi dan tinggalkan tempat ini."     

Xion menghela napas. Marci benar. Ia hampir terlihat sebelumnya. Ia tidak menyangka akan bertemu Therius dan Emma di pasar malam di kota kecil Innstad. Bukankah Therius adalah seorang raja? Apa yang ia lakukan disini??     

Xion secara spontan membantu Emma ketika ia dalam bahaya, tetapi ia tidak berencana untuk keluar dan menemui mereka. Luka di hatinya masih segar dan ia masih tidak bisa bersikap seolah tidak terjadi apa-apa di antara mereka.     

Ia masih membutuhkan waktu. Saat ini, ia hanya ingin melanjutkan perjalanannya. Tapi Marci benar.     

Jika ia tahu Emma akan baik-baik saja, mengapa ia masih berdiri di sini dan menjaga Emma?     

Apakah ia mencoba memastikan bahwa ia baik-baik saja sebelum ia pergi?     

"Ayo pergi. Aku akan mentraktirmu makan malam seperti yang aku janjikan padamu," kata Marci sambil tersenyum. Ia melirik Emma sebelum ia meraih lengan Xion dan menariknya untuk meninggalkan area itu.     

Sementara itu, Emma memutar matanya saat melihat pemimpin preman itu mengeluarkan pisau panjang dan mengancamnya dengan itu.     

"Sekarang, jangan membuatku menggunakan ini di wajah cantikmu, sayang.."     

Laki-laki itu menyerang Emma, ​​awalnya hanya untuk menakut-nakutinya, tetapi ketika gadis itu menghindari pisaunya dengan mudah, pemimpin preman itu menjadi kesal. Ia mulai menyerang Emma dengan sekuat tenaga.     

Marci yang mengawasi dari belakang kedai menjadi khawatir ketika melihat preman itu mengeluarkan pisau panjangnya dan menyerang Emma dengan agresif.     

Ia ingin keluar dari persembunyian mereka, tetapi Xion dengan cepat menarik bajunya dan menggelengkan kepalanya.     

"Jangan. Ia bisa menanganinya," katanya.     

"Bagaimana kau tahu begitu banyak tentang wanita itu?" Marci menoleh ke Xion dan menyilangkan tangan di dada. "Ia adalah juniorku di sekolah dan aku sangat menyukainya. Jika sesuatu terjadi kepadanya, aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri karena meninggalkannya."     

Xion menatap Marci dengan saksama. "Kau menyukainya? Tumben. Kau biasanya tidak suka orang."     

Marci ingin tertawa ketika mendengar kata-kata Xion. "Jadi? Kau juga tidak suka orang, tapi sepertinya kau juga menyukainya."     

"Aku tidak menyukainya, oke?" Xion tampak kesal.     

'Aku mencintainya,' ia hanya bisa menyimpan pikiran itu untuk dirinya sendiri.     

Xion melirik ke arah Emma dan melihat bagaimana gadis itu bergerak cepat untuk menghindari serangan demi serangan dari laki-laki dengan bekas luka panjang itu. Dalam hati, ia merasa bangga dengan seberapa jauh wanita itu telah berkembang.     

Terakhir kali mereka bertemu, lebih dari delapan bulan yang lalu, ia tidak secepat ini atau sekuat ini. Sepertinya ia telah berlatih dengan rajin. Therius juga pasti telah membantunya.     

Ahh.. sudah berapa lama mereka menikah sekarang? Hampir enam bulan?     

Mereka tampak bahagia dan jatuh cinta.     

Akhirnya, Therius mendapatkan apa yang diinginkannya.     

Laki-laki itu menunggu dengan sabar dan ia berusaha mendapatkan cintanya. Therius pasti akan segera datang dan membantu Emma, kalau melihay dari sikap mereka terhadap satu sama lain.     

Ketika Xion melihat Therius dan Emma berjalan keluar dari restoran Taeshi sambil berpegangan tangan, ia memperhatikan betapa hangatnya Emma terhadap sang raja muda.     

Wanita itu tampak seperti ia akhirnya telah meanjutkan hidup dari kesedihan dan masa lalunya yang menyedihkan. Cara ia menggenggam tangan Therius, dan tersenyum saat mendengar kata-katanya, menunjukkan seorang wanita yang sedang jatuh cinta.     

Pada saat itu, Xion merasa hatinya hancur untuk kedua kalinya. Terkadang ia bertanya-tanya apakah Emma akan dapat memaafkan Therius atas apa pun yang ia lakukan dan membalas cintanya jika Emma mengetahui kebenarannya.     

Namun, meskipun Xion tahu segalanya, ia tidak tega menyakiti Therius, yang merupakan sahabatnya.     

Ia tidak punya teman lain dan kesetiaannya tidak ada duanya. Hanya saja... ia tidak bisa berada di dekat mereka setelah apa yang terjadi.     

Sial. Kenapa ia harus melihat mereka, dari semua tempat... di Innstad? Mereka seharusnya berada di ibu kota, menikmati kekuasaan dan kebahagiaan pernikahan mereka.     

Ahh... ia baru sadar, Emma pasti datang ke Innstad untuk belajar. Mereka memang membicarakan hal ini sebelumnya.     

Marci juga menyebut Emma adalah adik kelasnya. Jadi, bagaimana? Apakah Emma akan tinggal di sekitar Innstad selama tiga tahun ke depan?     

Mungkin Xion harus pindah ke kota lain dan memulai hidup baru di sana.     

"Hei, kau benar! Ia ternyata cukup tangguh," komentar Marci, mengalihkan Xion dari lamunannya.     

Ia menyenggolnya dan menunjuk ke arah Emma. Gadis itu dengan paksa mengambil pisau dari preman dengan ayunan tanaman merambat hijau dari tangannya.     

Sekarang, dengan gerakan cepat, tanaman merambat itu telah membungkus para penjahat dari kaki mereka hingga pinggang mereka. Begitu mereka mencoba bergerak, tubuh mereka tersandung dan jatuh dengan keras ke tanah.     

"Aahhh!! Dasar wanita jalang! Beraninya kau mencari masalah dengan kami. Kau tidak tahu bos kami ...!! Ia adalah penyihir yang kuat dan ia akan memberimu pelajaran!" Preman dengan bekas luka panjang itu mengutuk dan menendang dengan ribut setelah ia jatuh.     

Ketiga anak buahnya yang lain semuanya berusaha untuk berjuang dan membebaskan diri dari tanaman merambat itu, tetapi semakin mereka berjuang, semakin ketat jadinya. Begitu mereka merasa tercekik, para preman itu akhirnya menyerah dan berhenti bergerak.     

Bahkan ada yang menangis dan memohon ampun. "Tolong lepaskan aku... Maaf mengganggumu tadi. Kami tidak bermaksud begitu... Kami hanya bosan... Tolong, Nona, lepaskan kami.. Ambil kembali tanamanmu..."     

Emma memutar matanya dan ia mengayunkan pisau di tangannya dan wajahnya dihiasi dengan ekspresi acuh tak acuh. "Bukankah kau mengatakan bosmu akan memberiku pelajaran? Katakan padaku namanya. Aku akan pergi mencarinya sendiri."     

Ia menendang laki-laki dengan bekas luka panjang di tulang keringnya. Penjahat itu menggeram dan mengutuknya dengan keras.     

"Dasar jalang! Tunggu sampai ia mendengar apa yang terjadi....!!! Kau akan menyesal. Ia akan menjadikanmu mainannya dan kau akan berharap kau ikut dengan kami!"     

Emma tertawa kecil saat mendengar ancaman preman itu. Bahkan jika ia bukan ratu Akkadia, ia yakin bahwa dengan suaminya, penyihir tiga elemen yang sangat kuat, tidak ada yang bisa menyakitinya.     

"Baik. Aku akan menunggunya datang. Kau bisa pergi menjemputnya," Emma melambaikan tangannya dan tanaman merambat yang membungkus preman yang menangis itu dilepaskan. "Temukan bosmu dan beritahu ia apa yang terjadi."     

Laki-laki itu tidak bisa mempercayai keberuntungannya. Ia segera bangkit dan berlari secepat mungkin. Sekarang, tiga preman lainnya, berbaring di tanah kotor dengan setengah tubuh mereka terbungkus tanaman merambat hijau, dengan Emma berdiri di samping mereka dengan ekspresi dingin.     

Ia tampak acuh tak acuh dan kejam, memberi orang-orang di sekitarnya perasaan takut dan terkesan pada saat yang sama.     

Kerumunan perlahan berkumpul dan banyak orang tidak bisa mempercayai mata mereka ketika mereka melihat seorang gadis cantik dan berpenampilan lembut dengan mudah mengatasi pelecehan dari tiga preman kekar dan menakutkan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.