Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Aku Menginginkanmu...



Aku Menginginkanmu...

"Sebentar lagi kau berumur 18 tahun dan aku 20... kurasa kita sudah bisa menikah," kata Haoran. Ia menarik tangan Emma dalam genggamannya ke dadanya dan menatap gadis itu lekat-lekat. "Emma, sayang.. aku sangat mencintaimu. Aku ingin selalu bersamamu, di bumi ataupun di Akkadia. Apakah.. kau mau menikah denganku?"     
1

Haoran sama sekali tidak bisa bahasa Akkadia, dan ia juga tidak mengerti sistem kehidupan di sana... tetapi satu hal yang pasti, ia tidak akan membiarkan Emma pergi sendiri.     

Bagaimana ia dapat melindungi gadis itu kalau ia tidak bersama Emma?     

Emma terpaku mendengar kata-kata Haoran. Ia dapat memahami maksud Haoran sekarang. Sungguh.. ia telah bersikap terburu-buru dengan mengirim pesawat pesan ke Akkadia.     

Ia begitu tertekan saat mengetahui bahwa bukan saja ia terpisah dengan kedua orang tuanya, tetapi juga dengan adiknya yang masih ada di dalam kandungan ibunya. Kerinduannya kepada mereka yang telah dipendamnya selama belasan tahun seketika tumpah dan ia tidak lagi mempedulikan dirinya... Ia hanya ingin berkumpul kembali dengan keluarganya.     

Tetapi bagaimana dengan Haoran? Apa yang akan terjadi kepada Haoran ketika Emma kembali ke Akkadia?     

Haoran benar saat mengatakan bahwa akan sangat kecil kemungkinannya bagi Haoran untuk bisa ikut Emma ke sana karena, bukan saja ia tidak berasal dari sana, ia pun tidak mengerti bahasa Akkadia. Walaupun di bumi Haoran adalah anak keluarga yang sangat kaya dan berkuasa, tetapi di Akkadia ia bukan siapa-siapa.     

Apakah Haoran benar-benar rela meninggalkan kehidupannya di bumi yang nyaman ini untuk pergi ke tempat asing bersama Emma?     

"Haoran... mungkin Akkadia terlihat jauh dari sini... tetapi dengan teknologi yang mereka punya, jarak sejauh itu dapat ditempuh dalam waktu enam bulan. Aku akan kembali ke bumi setelah aku bertemu keluargaku," bisik Emma sambil menatap Haoran lekat-lekat. "Akan membutuhkan waktu satu tahun perjalanan pergi dan pulang. Kalau kau mau menungguku, aku akan kembali sebelum kau berhasil mewujudkan cita-citamu untuk menguasai Lee Industries."     

Walaupun suara Emma terdengar tenang dan yakin, Haoran sangat mengenal gadis itu sekarang. Tidak ada kepastian sama sekali bahwa Emma akan dapat kembali ke bumi setelah ia dibawa ke Akkadia.     

"Aku memang tidak mengerti bahasa Akkadia, Emma, tetapi kau bisa membicarakan segala sesuatunya denganku. Aku akan membantumu menganalisis situasi dan mengambil keputusan. Bukankah dua kepala lebih baik daripada satu? Selama ini kita adalah tim yang sangat baik. Lihat, kita sudah bersama sejauh ini... dan berhasil mencapai semua ini bersama," kata Haoran tegas. "Aku takut mereka akan menyakitimu dan aku tidak ada di sana untuk melindungimu."     

Di antara mereka berdua, secara fisik Emma jauh lebih tangguh daripada Haoran karena ia memiliki kekuatan ajaib, tetapi selama mereka bersama, Emma tidak pernah merasa Haoran lebih lemah darinya. Pemuda itu sangat pandai dan penuh perhitungan. Haoran benar saat mengatakan mereka berdua adalah anggota tim yang baik.     

"Kau... benar-benar mau ikut denganku?" tanya Emma dengan suara tercekat. "Aku tidak tahu seperti apa Akkadia itu... dan bagaimana mereka akan memperlakukanku."     

"Karena itulah aku tidak akan membiarkanmu sendirian," kata Haoran tegas. Nada suaranya lagi-lagi mengingatkan Emma akan nada bicara ayahnya yang selalu terdengar lembut namun tegas. Haoran meremas tangan Emma pelan. "Aku akan selalu bersamamu dan menghadapi apa pun yang terjadi bersama-sama."     

Kata-kata Haoran begitu menyentuh hati Emma. Ia beringsut mendekati Haoran dan melepaskan tangannya dari genggaman tangan Haoran, lalu dengan haru ia membingkai wajah Haoran dan mencium bibirnya.     

Haoran memejamkan matanya dan menikmati pertemuan bibir mereka. Di momen-momen penting hubungan mereka, selalu Emma yang mengambil inisiatif untuk menciumnya, dan hal ini membuat Haoran sangat bahagia.     

Ia lalu membalas ciuman Emma dengan sama harunya. Ia melingkarkan kedua tangannya di pinggang Emma dan memeluk gadis itu. Tangan kirinya lalu bergerak ke punggung atas Emma dan mengambil alih kendali dari Emma dalam ciuman mereka.     

Emma memejamkan matanya dan menikmati perasaan bahagia saat Haoran melumat bibirnya dengan penuh cinta. Selama setahun mereka bersama, baru kali ini ia mendengar pernyataan cinta dari Haoran, diikuti dengan permintaan dari Haoran agar Emma mau menikah dengannya.     

Emma tahu Haoran sangat terencana dan penuh perhitungan, tetapi bahkan ia tidak membayangkan bahwa Haoran sudah memikirkan untuk suatu hari nanti menikah dengan Emma dan membangun keluarga bersamanya.     

Kini, Emma dapat sungguh-sungguh melihat masa depannya bersama Haoran. Haoran adalah keluarganya...     

Pikiran itu membuat dadanya terasa hangat dan dipenuhi sukacita. Saat ciuman Haoran menjadi semakin intens, tanpa sadar Emma mengeluarkan desahan pelan. Seketika tubuh Haoran membeku dan ia terdiam di tempat.     

Emma tertegun. Ia dapat merasakan tubuh Haoran yang menegang dan suhu tubuhnya naik beberapa derajat. Seketika pikirannya kembali para peristiwa tahun lalu saat mereka berciuman saat memandang bintang jatuh bersama-sama.     

Ketika itu Haoran juga menghentikan ciumannya yang sudah terlalu intens karena pemuda itu merasakan napsu berahi mulai menjalari kepalanya. Ia bahkan membayangkan tubuh Emma telanjang dan bagaimana mereka bercinta dengan mesra.     

Emma tidak berani membaca pikiran Haoran saat ini.. Ia dapat menduga pasti situasi sekarang sama seperti dulu. Haoran menghentikan ciumannya karena ia tidak ingin dikuasai nafsu dan melakukan hal yang tidak pantas kepada Emma.     

Pelan-pelan pemuda itu membuka matanya dan melepaskan ciumannya dari bibir Emma. Keduanya lalu bertatapan.     

"Jadi... bagaimana jawabanmu?" tanya Haoran dengan suara serak. Tampak jelas ia berusaha menahan diri agar tidak menyerang Emma dan mencumbunya habis-habisan. "Apakah... kau mau menikah denganku?"     

Emma menatap Haoran yang berjarak hanya sejengkal darinya dengan sepasang mata yang dipenuhi keharuan.     

"Haoran... apakah, kau benar-benar yakin mau ikut aku kemana pun?" tanya Emma dengan sungguh-sungguh. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi kepada kita."     

Haoran mengangguk tegas. "Aku yakin. Semua yang ada kuinginkan di dunia ini tidak ada artinya tanpamu. Kalau kau pergi meninggalkanku sendiri... aku akan merindukanmu seumur hidup. Aku akan menderita karena tidak tahu kau ada di mana dan apa yang terjadi kepadamu. Aku tidak menginginkan itu."     

"Oh, Haoran..." Emma menggigit bibirnya. "Menurutmu... mereka tidak akan memisahkan kita kalau kita menikah?"     

"Aku tidak tahu, tapi setidaknya kita mencoba." Pemuda itu tersenyum tipis. "Lagipula.. sekarang atau nanti tidak ada bedanya. Toh kita juga sudah berencana akan menikah beberapa tahun lagi. Kita hanya mempercepatnya demi mengantisipasi kedatangan orang-orang dari Akkadia."     

Entah kenapa kata-kata Haoran berhasil membuat pipi Emma menjadi kemerahan karena tersipu.     

"Baiklah..." Gadis itu akhirnya mengangguk.     

"Jadi?" Haoran mengangkat sebelah alisnya dan bertanya lagi. "Emma Stardust, apakah ini artinya kau mau bersedia denganku?"     

"Aku bersedia..." kata Emma sambil melengos malu.     

"Oh.. aku lega sekali!" kata Haoran. Ia memeluk Emma dengan erat dan kembali mendaratkan ciuman di bibirnya. "Istriku... Emma Stardust."     

Ia mencium Emma dengan mesra dan menerobos celah bibir gadis itu untuk menjelajah mulutnya. Kedua lidah mereka saling bertemu dan membelit dengan penuh cinta. Tangan Haoran yang memeluk punggung Emma lalu turun ke pinggangnya dan tanpa sadar menyelusup ke balik pakaian gadis itu.     

Emma mendesah pelan saat tangan Haoran menyentuh kulit pinggangnya yang halus. Saat mendengar suara desahan Emma, tubuh Haoran kembali menegang. Ia menghentikan ciumannya dan buru-buru menarik tangannya dari pinggang Emma.     

Emma membuka matanya dan menatap mata Haoran yang tampak tidak nyaman. Wajah pemuda itu tampak kemerahan oleh napsu dan rasa bersalah.     

"Haoran..." Suara Emma terdengar lembut ketika ia memanggil nama Haoran. Tangannya perlahan menjangkau tangan Haoran yang tadi melepaskan diri dari pinggangnya dan menariknya agar kembali menyentuh pinggangnya.     

Haoran terpaku menatap Emma dengan sepasang mata membulat. Ia tidak mengira Emma menarik tangannya agar kembali menyentuh pinggangnya.     

"E.. Emma..." bisik Haoran dengan suara serak. "Aku... Aku menginginkanmu.."     

Emma beringsut mendekati Haoran dan menyusupkan tangannya ke balik kaos Haoran. Untuk pertama kalinya ia menelusuri dada dan perut Haoran yang rata.     

"Aku juga menginginkanmu..." bisik Emma.     

Tahun lalu saat keduanya dilanda hasrat untuk bercinta, Haoran dan Emma menahan diri sekuat mungkin karena mereka sadar Emma masih terlalu muda.     

Tetapi kini... Emma sudah hampir 18 tahun, dan mereka sudah sepakat untuk menikah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.