Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Tempat Yang Pantas Untuk Seorang Putri



Tempat Yang Pantas Untuk Seorang Putri

0Haoran memejamkan mata saat merasakan sepasang tangan halus Emma meraba tubuhnya. Napasnya menjadi memburu dan tampak ia berusaha keras menahan diri. Ketika ia membuka matanya kembali, ia menarik tangan Emma ke bibirnya dan menciumnya lembut.     

"Aku menginginkanmu, tetapi kau tidak pantas mendapatkannya di tempat ini..." bisiknya kemudian. "Aku akan bersabar sampai aku bisa membawamu ke tempat yang bagus dan pantas untuk seorang putri."     

Emma terpana mendengar kata-kata Haoran. Ia melihat ke sekeliling mereka dan menyadari apa yang dimaksud Haoran.     

Ia sama sekali tidak mempedulikan di mana mereka berada dan saat ini ia menginginkan Haoran. Ia merasa begitu tersentuh karena Haoran telah menyatakan ia bersedia ikut Emma kemana pun dan meninggalkan semua miliknya di bumi demi pergi ke tempat asing agar bisa tetap bersama Emma.     

Namun, ternyata Haoran memperhatikan betapa kamar hotel mereka begitu standar dan tidak istimewa, dan ia berhasil menahan diri, karena ia ingin melakukan hubungan seksual pertama mereka di tempat yang istimewa dan pantas bagi gadis istimewa seperti Emma.     

Hal ini membuat Emma semakin terharu.     

"Ini yang pertama buatmu, kan?" tanya Haoran. "Ini juga yang pertama buatku, dan aku ingin melakukannya dengan benar. Bukan di sembarang tempat hanya karena dikuasai nafsu.. Kamar hotel ini terlalu biasa untuk menyimpan kenangan berharga kita."     

Emma mengangguk, matanya berkaca-kaca.     

"Haoran... aku mencintaimu," bisik Emma. Ia memeluk leher Haoran dan membenamkan kepalanya di dada pemuda itu. "Aku tidak pernah merasa sendirian sejak aku bertemu denganmu. Kau membuatku merasa punya keluarga. Aku merasa sangat beruntung."     

"Emma... aku juga mencintaimu. Karena itu aku mau menunggu kita melakukannya di tempat yang pantas untukmu... bukan di kamar hotel sederhana ini," kata Haoran sambil tersenyum. Ia memeluk Emma erat-erat dan kemudian menenangkan dadanya yang bergemuruh.     

Emma mengangkat wajahnya dan menatap Haoran dengan mata basah. Ia lalu tersenyum dan mengangguk.     

Haoran kembali membaringkan tubuhnya di tempat tidur dan menarik Emma untuk tidur di sampingnya. "Sebaiknya kita beristirahat. Besok kita harus bangun pagi dan berangkat ke Bern."     

"Hmm.." Emma meringkuk dan membenamkan kepalanya di dada Haoran. Pemuda itu mengusap-usap rambut panjang Emma dengan penuh kasih sayang, lalu memeluk Emma     

"Selamat tidur, Stardust."     

Malam itu, untuk pertama kalinya mereka tidur berpelukan. Emma terlelap lebih dulu, sementara Haoran masih berpikir. Ia merasa lega sekaligus kuatir. Ia lega karena telah membicarakan isi hatinya kepada Emma.     

Mereka juga sudah sepakat untuk bersama dan menikah, agar Haoran bisa ikut Emma ke Akkadia, saat waktunya tiba.     

Tetapi di sisi lain, ia masih merasa kuatir memikirkan seperti apa Akkadia itu dan bagaimana orang-orangnya akan menerima ia dan Emma. Ketidaktahuan itu membuatnya merasa sangat tidak nyaman.     

Ia berusaha tidak bergerak di tempat tidur, saat ia merenung, agar tidak membuat Emma terbangun. Haoran baru berhasil memejamkan mata ketika waktu sudah lewat tengah malam.     

***     

Keduanya bangun pagi dan segera menikmati sarapan pagi di restoran hotel. Petugas check in benar saat mengatakan semua kamar di hotel sudah penuh oleh tamu karena mereka melihat restoran pagi itu sangat padat dengan tamu-tamu yang menikmati sarapan.     

Setelah kenyang dan membersihkan diri, mereka berdua lalu check out dan berangkat ke Bern. Mereka tiba di kota itu pada pukul 12. Setelah berjalan-jalan sebentar dengan mobil mengelilingi kota, Haoran mengembalikan mobil ke tempat rental di bandara dan segera berangkat ke konter check in penerbangan yang menuju Shanghai.     

Haoran telah mendapatkan dua tiket kelas satu untuknya dan Emma dan mereka segera dipandu seorang petugas layanan VIP melalui lounge dan kemudian masuk ke dalam pesawat. Penerbangan menuju Shanghai akan berlangsung selama 11 jam nonstop.     

Para penumpang lain tampak terpana melihat dua orang remaja berjalan masuk ke pesawat dan mendapatkan kursi di kelas terbaik. Penampilan keduanya yang rupawan juga menarik perhatian banyak orang. Emma dan Haoran sama sekali tidak mempedulikan pandangan orang-orang kepada mereka. Pandangan keduanya hanya terhadap satu sama lain.     

"Setelah makan, kita beristirahat saja. Besok pesawat ini akan tiba di Shanghai pukul 7 pagi. Aku mau memberikan kejutan kepada ibuku," kata Haoran kepada Emma setelah mereka masuk ke kabin mereka yang hanya dibatasi oleh partisi dan dapat diangkat untuk memberikan ruang bersama.     

"Kau pasti senang sekali bisa segera melihat ibumu..." kata Emma sambil tersenyum.     

Haoran mengangguk gembira. "Aku senang sekali. Sebentar lagi kau juga akan dapat melihat ayah dan ibumu."     

"Ahh.. aku tidak sabar," kata Emma.     

***     

Saat mereka mendarat di bandara internasional Shanghai, seorang supir ternyata telah menunggu kedatangan Haoran dan Emma di pintu keluar sambil membawa papan berisi tulisan nama Haoran Maximilian Lee.     

"Ayahku sudah menyiapkan penjemputan untukku. Dia memberi kita suite di salah satu hotelnya dan supir untuk mengantar kita kemana-mana," kata Haoran menjelaskan.     

"Ayahmu baik juga," komentar Emma.     

"Iya, memang akhir-akhir ini dia bersikap lebih masuk akal. Bagaimanapun aku adalah anak tunggalnya. Dia tidak akan menelantarkanku," kata Haoran.     

"Ah.. baguslah. Jadi kita ke mana sekarang? Langsung ke tempat ibumu atau ke hotel?" tanya Emma.     

"Kita ke hotel dulu, menaruh koper dan membersihkan diri. Setelah itu aku akan ke pusat perbelanjaan dan membeli hadiah dan bunga untuk ibu, baru mengunjunginya," jawab Haoran. "Kau mau menemaniku?"     

Emma mengangguk. "Tentu saja. Aku ingin bertemu ibumu."     

"Ah.. aku sangat senang kau ada di sini bersamaku. Aku ingin memperkenalkanmu kepada ibuku. Dia pasti akan menyukaimu."     

Wajah Emma menjadi memerah. Ia baru menyadari bahwa dengan ia menerima lamaran Haoran tadi malam, itu berarti kunjungannya ke rumah ibu Haoran kali ini sama halnya dengan mengunjungi ibu mertua.     

Haoran menarik tangan Emma berjalan menuju mobil jemputannya. Supir dengan sigap membukakan pintu untuk mereka. Setelah keduanya duduk dengan baik di kursi belakang, mobil pun melaju dengan mulus menuju ke pusat kota Shanghai.     

Petugas check in telah diberi tahu tentang kedatangan anak tunggal bos besar grup perusahaan yang menaungi jaringan hotel mereka dan memperlakukan Haoran dengan penuh hormat. Begitu ia dan Emma tiba, sederetan staf segera berdiri menyambutnya dan membungkuk dalam-dalam.     

"Suite untuk Tuan sudah disiapkan. Silakan ikut kami," kata General Manager yang turun sendiri dari kantornya untuk menyambut Haoran. Ia mempersilakan kedua remaja itu mengikutinya ke lift, sementara seorang bell boy membawakan koper mereka.     

Emma baru menyadari bahwa kali ini Haoran tidak memesan dua kamar untuk mereka berdua. Hotel tersebut telah menyiapkan sebuah suite untuk mereka. Ketika mereka tiba di lantai 30, GM segera membukakan pintu suite untuk keduanya dan mempersilakan mereka masuk.     

Emma belum pernah melihat suite hotel semewah itu sebelumnya. Ia baru sekali melihat suite di hotel Nobel yang ditempati Haoran saat mereka karyawisata di Paris. Tetapi suite di Paris itu tidak dapat dibandingkan dengan Presidential Suite yang disediakan untuk mereka sekarang.     

Suite ini berukuran 250 m2 dengan tiga buah kamar tidur dan kamar tamu yang sangat luas dan megah. Ada dapur, ruang makan, ruang kerja, dan ruang menonton, gym pribadi, dan kolam renang outdoor di terasnya.     

Ia menatap Haoran dengan sepasang mata membulat. Pemuda itu mengedip dan berbisik ke telinganya.     

"Ini baru tempat yang pantas untuk seorang putri..."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.