Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Sang Pangeran Dan Sang Pertapa



Sang Pangeran Dan Sang Pertapa

0Setelah melihat Xion pergi, Therius tinggal di lounge seorang diri. Ia masih tampak ngeri membayangkan ancaman sahabatnya barusan. Xion memang memiliki sifat periang dan santai, tetapi kalau ia sampai marah, gunung pun bisa dia jungkir balikkan.     

Bahkan, ia, seorang putra mahkota, akan berusaha untuk tidak membuat pemuda satu ini marah. Dalam hati Therius merasa senang karena sejak pertama masuk ke akademi, mereka telah berteman. Therius menyembunyikan identitasnya sebagai cucu sulung raja Akkadia, dan semua orang di akademi mengira ia adalah anak Jenderal Moria.     

Sementara Xion sendiri memiliki latar belakang yang misterius. Ia tinggal di gunung dan hanya mendapatkan kesempatan untuk melihat kota besar karena beasiswa yang didapatkannya untuk masuk akademi.     

Anak-anak yang memiliki kekuatan ajaib sangat jarang ada dan mereka mendapatkan perlakuan istimewa. Negaralah yang akan mencari mereka untuk dididik di akademi dan kemudian diberi kesempatan untuk mengabdi kepada raja. Perlakuan istimewa ini akan semakin spesial jika anak tersebut diketahui memiliki lebih dari satu elemen.     

Di akademi, selama seratus tahun terakhir, hanya ada lima orang yang tercatat memiliki multi elemen. Yang paling terkenal, tentu saja Putri Arreya yang dianggap sebagai Putri Yang Dijanjikan dari legenda turun-temurun. Ia memiliki lima elemen sekaligus. Yang unik dari Putri Arreya adalah ia menyembunyikan elemennya yang kelima. Orang-orang hanya mengetahui bahwa ia menguasai api, udara, angin, dan air.     

Barulah ketika ia menyihir semua orang di malam pesta pernikahannya dengan Paman Darius dan melarikan diri dengan Jenderal Kaoshin Stardust, semua orang menyadari bahwa selama ini gadis jelita itu menyembunyikan kemampuannya sebagai seorang telemancer.     

Telemancy adalah suatu kemampuan yang sangat istimewa. Para telemancer dapat mengendalikan sesama mage untuk kepentingan mereka dan jika berada di pihak yang jahat, mereka akan dapat menjadi sangat berbahaya. Ini membuat orang-orang yang memiliki kemampuan telemancy sering dicurigai dan ditakuti orang lain.     

Karena pertimbangan ini pula Therius pun menyembunyikan kemampuannya dalam mengendalikan pikiran. Ia tidak ingin teman-temannya di akademi takut kepadanya, apalagi kalau nanti tiba waktunya baginya untuk membuka identitasnya sebagai calon penguasa Akkadia.     

Ah.. hidup berpura-pura memang merepotkan, tetapi ia tak mau menghadapi orang-orang yang takut kepadanya karena telemancy-nya, namun di saat yang sama berusaha menjilatnya karena kedudukannya sebagai calon raja.     

Satu-satunya orang yang mengetahui rahasianya sebagai telemancer dan cucu raja adalah Xion. Si anak gunung yang selalu bersikap acuh tak acuh itu berhasil mengetahui identitasnya karena ia memiliki rahasia yang jauh lebih besar daripada Therius sendiri.     

Bayangkan... seorang anak gunung memiliki rahasia yang lebih besar daripada menyembunyikan identitasmu sebagai calon raja dan memiliki kekuatan telemancy.     

Sebesar itu.     

Kalau Xion tidak menemuinya di masa lalu, tentu Therius tidak akan percaya bahwa ia telah bertemu muka secara langsung dengan satu-satunya Time Master yang masih hidup. Mage pengendali waktu selama ini hanya ada dalam dongeng dan legenda yang diceritakan ibu-ibu kepada anaknya yang masih balita, atau guru di akademi. Mereka hanya dianggap sebagai tokoh dongeng yang tidak nyata, sama seperti Putri Yang Dijanjikan.     

Therius akan selalu mengingat hari ketika Xion mengungkapkan rahasianya yang mengejutkan itu. Waktu itu mereka berdua dihukum oleh Guru Pengetahuan Tentang Binatang Buas karena melakukan pelanggaran ringan dan harus disetrap di luar kelas sepanjang siang.     

"Tidak, Therius. Dari dulu selalu ada Time Master di Akkadia, namun hanya ada satu di setiap zaman. Mereka tidak pernah hidup pada waktu bersamaan. Ketika aku lahir, Time Master sebelum aku pasti telah meninggal dunia..." kata Xion saat itu sambil menyelipkan rumput di antara bibirnya dan membaringkan dirinya di atas rumput tebal di bukit belakang sekolah.     

Matanya menyipit saat ia menatap matahari Akkadia secara langsung dan dengan gaya malas-malasan ia mengayunkan tangan kanannya dan menggerakkan serombongan awan untuk menutupi matahari.     

Therius menutup mulutnya yang terbuka lebar karena tercengang. Xion menceritakannya dengan begitu santai, hampir seperti bercanda. "Kau tahu dari mana hanya ada satu mage pengendali waktu di seluruh dunia?"     

"Aku tahu, karena aku mengunjunginya di masa lalu. Sekarang ia sudah tidak ada."     

"Aku tidak percaya..." desis Therius. "Kau bisa mengatakan apa saja sesukamu. Apa buktinya?"     

"Hmm.. sebentar." Xion tampak berpikir sejenak dan kemudian bangkit dari rumput. Ia mengebas-kebaskan debu dari pakaiannya dan berjalan ke arah sebuah pohon besar. "Kau tunggu di sini."     

Therius menatap kepergian Xion dengan kening berkerut keheranan. Ia benar-benar tidak mengerti. Ia ingin sekali membaca pikiran Xion, tetapi sialnya, pemuda itu memiliki kemampuan cukup tinggi dan bisa memblokir semua upaya sihir pikiran pada dirinya.     

Semenit kemudian Xion kembali dari balik pohon. Rambutnya tampak agak acak-acakan dan dari tubuhnya tercium bau air laut.     

Heh? Bukankah ia tadi hanya berjalan ke balik pohon? Kenapa rambutnya tiba-tiba tampak berantakan dan badannya bau air laut?     

"Kau masih ingat tempat favoritmu di Pantai Coralia? Kau bertemu seorang Paman Tampan di sana yang sedang memancing ikan. Kau bilang bahwa kau sangat suka memancing dan kau bercinta-cinta menjadi seorang nelayan..." Xion berdiri tepat di depan Therius dan menatapnya dengan ekspresi geli. "Astaga.. aku tidak mengira Therius kecil ternyata sangat menggemaskan."     

Seketika sepasang mata Therius yang biasanya tanpa ekspresi menjadi membulat karena kaget. Ia menatap Xion lekat-lekat, dan perlahan wajah tampan di depannya itu pun menjadi tampak familiar.     

Ia memang pernah bertemu orang ini di masa lalu.     

Kenapa ia baru ingat sekarang?     

"Jadi... itu benar," gumam Therius akhirnya. Ia masih shock. Pemuda itu sama sekali tidak mengira bahwa mage pengendali waktu memang sungguh ada, dan kini ia bertemu muka secara langsung dengan orangnya.     

Namun, satu hal yang membuatnya tidak mengerti adalah... kenapa Xion memberitahunya rahasia yang demikian besar?     

"Sekarang kau percaya kepadaku?" tanya Xion sambil kembali berbaring di rumput dan memejamkan matanya, menikmati semilir angin yang menghembus dari arah barat.     

"Aku percaya..." kata Therius pelan. "Tapi aku tidak mengerti, kenapa kau memberitahuku rahasiamu ini..."     

Xion hanya mengangkat bahu acuh. "Karena aku menyukaimu dan ingin menjadi temanmu."     

Walaupun Therius sangat populer di kalangan wanita, belum pernah ia merasa demikian tersanjung seperti hari itu, ketika Xion mengatakan bahwa ia menyukainya.     

Sejak itu, mereka pun bersahabat.     

Sebenarnya, Therius telah bertekad untuk menjadikan Xion sebagai penasihat raja atau perdana mentri ketika suatu hari nanti ia naik takhta, tetapi ternyata Xion sama sekali tidak tertarik dengan kekuasaan. Setelah lulus dari akademi, ia malah kembali ke gunung dan hidup di sana seperti pertapa.     

Kalau Therius tidak memaksanya untuk ikut dalam ekspedisi kali ini, bisa dibayangkan Xion akan benar-benar semakin mengasingkan diri dari dunia. Alasan Therius untuk mengajak Xion adalah karena orang yang akan mereka jemput, sangat istimewa. Ia tidak mau melibatkan orang lain dalam menghadapi gadis ini.     

Tanpa sadar tangannya mengetuk-ketuk konter di lounge dan wajahnya yang tanpa ekspresi tampak seolah larut dalam pemikiran yang mendalam.     

Seperti apakah gadis yang akan mereka temui ini? Apakah ia masih hidup? Bagaimana mereka akan menemukannya?     

Keberadaan putri Kaoshin Stardust dan Putri Arreya rasanya hampir seperti legenda tentang Putri Yang Dijanjikan dan keberadaan Mage Pengendali Waktu, orang-orang hanya pernah mendengar ceritanya, tanpa dapat membuktikan kebenarannya.     

***     

"Emma, bagaimana pendapatmu tentang Swiss?" tanya Haoran sambil menoleh kepada gadis cantik yang duduk di sampingnya. Mereka sedang berkendara melintasi jalan raya A1 kembali ke hotel tempat mereka menginap.     

Karena mereka datang dua hari sebelum acara tahunan SpaceLab, Haoran meminta izin ayahnya untuk menyewa mobil dan mengajak Emma berjalan-jalan ke Lauterbrunnen dan Grindelwald. Hari ini mereka bersenang-senang menikmati keindahan pemandangan pegunungan Jungfrau yang cantik.     

Emma tersenyum dan menjawab, "Kurasa pepatah yang mengatakan Tuhan sedang sedang tersenyum ketika ia menciptakan Swiss itu pasti benar. Ini adalah negara paling indah yang pernah kudatangi."     

"Aku setuju," kata Haoran.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.