Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Standarku Terlalu Tinggi



Standarku Terlalu Tinggi

Ketika saat istirahat tiba, Haoran dan David segera menjadi sasaran murid-murid kelas 3A yang penasaran ingin tahu teknik belajar seperti apa yang mereka lakukan sehingga bisa meningkatkan nilai mereka dengan begitu drastis.     

"Ahh... aku dan David belajar mati-matian, dan ditambah kami punya guru les yang sangat pandai," jawab Haoran sambil mengerling ke arah Emma yang sedang mengeluarkan buku pelajaran untuk mata pelajaran berikutnya.     

"Oh ya? Jadi kalian belajar pada guru yang sama?" Anna tampak sangat tertarik. "Apakah kau tidak keberatan memberikan kontaknya? Aku rasa orang tuaku akan senang untuk mempekerjakannya mengajariku les juga."     

"Eh.. tidak bisa. Guru les kami sangat sibuk. Dia tidak menerima murid lagi," tukas Haoran buru-buru.     

"Yahhh... sayang sekali."     

"Benar, sayang sekali. Kalian terlambat. Aku sudah membookingnya selama setahun ke depan. Dia tidak akan punya waktu untuk kalian," jawab Haoran lagi.     

"Guru lesmu perempuan?" tanya Cedric penasaran. "Cantik nggak?"     

"Oho! Cantik! Cantik sekali. Guru les paling cantik di dunia..." Haoran membusungkan dadanya.     

Kata-kata Haoran membuat Emma yang barusan mengeluarkan tumblernya untuk minum tiba-tiba menyemburkan airnya. Gadis itu batuk-batuk dan berusaha mengusap tangannya yang basah dengan tepian rok seragamnya.     

Haoran hanya tertawa-tawa melihatnya. Teman-temannya sekelasnya Haoran sedang menertawakan Emma, dan mereka ikut tertawa.     

"Kau kenapa?" tanya Anna keheranan.     

"Uhm... tidak apa-apa." Emma menggeleng. Ia kembali memfokuskan perhatiannya pada buku Biologinya dan menyimpan tumblernya kembali ke dalam tas.     

"Hai, Haoran... kau tidak ke kantin untuk makan siang?" tanya Laura dengan pandangan sedikit menggoda.     

"Hmm.. boleh juga. Karena ini adalah hari pertama aku menjadi siswa kelas A, aku akan mentraktir kalian semua untuk makan siang di kantin," kata Haoran. Ia menjawil bahu Emma. "Kau ikut juga ya?"     

Haoran tahu selama ini Emma biasa makan siang di kelas dengan memakan bekal makan siang yang dibawanya dari rumah. Kalau ia ingin mengajak gadis itu makan siang di kantin bersama-sama, ia tahu ia ta boleh melakukannya secara terbuka karena Emma telah memintanya untuk tidak menunjukkan hubungan mereka secara terbuka di sekolah.     

"Kau serius? Kau akan mentraktir kami? Semua 30 siswa?" tanya Laura dengan penuh semangat. "Kau bawa uang cukup?"     

Haoran mengerling kepada David. "Kalau tidak cukup nanti aku pinjam uangnya David."     

Temannya hanya mengangguk mengiyakan. Haoran masih menutupi fakta bahwa ia jauh lebih kaya dari David.     

"Wahhh.. seru sekali. Ayo, kita semua ikut ke kantin!!" seru Peter yang sangat suka makan.     

"Bolehh.. kalau memang ditraktir aku akan ikut... hehehe." Cedric pun bangkit berdiri dari kursinya dan siap berjalan menuju pintu.     

Emma menjadi keheranan melihat beberapa teman sekelasnya yang ia tahu berasal dari keluarga kaya tampak begitu bersemangat akan ditraktir Haoran. Mungkin pemuda itu benar saat mengatakan bahkan orang kaya juga menyukai barang gratisan.     

"Ayo, Stardust. Kalau bukan karenamu, mana bisa aku dan David masuk ke kelas ini," kata Haoran dengan suara rendah sambil menepuk bahu gadis itu.     

Melihat satu persatu teman sekelasnya sudah bangkit berdiri dan keluar kelas mengikuti David dan Haoran, akhirnya Emma mengalah. Ia berjalan paling belakang mengikuti murid-murid kelas 3A ke kantin.     

"Gratis makan apa saja untuk anak-anak kelas 3A, ditraktir Haoran," kata Peter mengumumkan begitu rombongan kecil itu tiba di kantin. Alex yang baru tiba dengan Dinh tampak cemberut mendengarnya.     

"Kok cuma mereka? Kau tidak mau mentraktir kami?"     

Emma mengerucutkan bibirnya mendengar kata-kata Alex. Benar. Orang kaya semuanya senang barang gratisan. Bahkan Alex yang merupakan tuan muda dari keluarga pengusaha restoran masih ingin ditraktir makan gratis.     

"Iya.. traktirannya untuk teman-teman baru di kelas A, dan teman-teman seperjuanganku selama kelas musim panas kemarin..." kata Haoran sambil tertawa.     

Murid-murid kelas 3A bersorak gembira dan segera menuju berbagai konter makanan yang mereka inginkan. Setelah mereka memesan makanan yang mereka sukai, masing-masing memberikan bon makanan kepada Haoran agar ia membayarnya untuk mereka.     

Pemuda itu duduk di meja panjang dengan sikap layaknya bos preman menerima setoran dari anak buahnya. Setiap bon yang datang akan dia berikan kepada David yang mengumpulkannya di sakunya.     

"Heii.. lihat, Haoran bilang dia akan mentraktir murid-murid kelas 3A makan siang," kata Nadya sambil mencolek bahu Mary. Temannya menoleh ke arah yang ditunjuk Nadya dan seketika air matanya kembali mengalir.     

"Huhuhuu... bahkan saat Haoran mentraktir semua orang... aku tidak bisa ikut menikmatinya... huhuhu.." Mary mengusap air matanya dengan sedih. "Sekarang aku di kelas B..."     

Emma yang sedang lewat dengan membawa baki makanannya sempat mendengar keluh kesah Mary. Gadis itu merasa kasihan melihat temannya tampak begitu menderita. Mary telah menyimpan perasaan suka kepada Haoran selama dua tahun.     

Ia selalu percaya bahwa Haoran adalah anak baik dan pintar, di saat semua orang menganggap pemuda itu sebagai pengacau. Dan sekarang, saat Haoran pindah ke kelas A, Mary justru terlempar ke kelas B. Sungguh Emma kasihan kepadanya.     

"Hei.. Mary, Haoran memang tadinya hanya mau mentraktir murid-murid kelas A, tetapi kemudian ia membuat pengecualian untukmu dan Leonard. Ia merasa tidak enak karena kalian berdua keluar dari kelas A karena dia dan David berhasil masuk," kata Emma tiba-tiba. "Apakah kau mau bergabung bersama kami di meja?"     

Mary tertegun mendengar kata-kata Emma. Ia menatap gadis cantik bermata topaz itu dengan pandangan tidak percaya.     

"Be... benarkah? Haoran bilang begitu?" tanya Mary dengan suara tergagap.     

"Tentu saja. Kau bisa tanyakan sendiri." Emma menunjuk ke arah Haoran yang masih duduk di tempatnya seperti bos kecil dan menerima bon-bon makan siang teman sekelasnya.     

Mary tertegun selama beberapa saat.     

"Kalau benar begitu.. aku.. aku akan mengambil minuman dan ikut duduk bersama kalian." Akhirnya gadis itu memutuskan. Ia menarik tangan Nadya yang tercengang dan menariknya ke konter minuman. "Ayo kita beli minuman dan duduk di meja Haoran."     

Nadya hanya bisa mengikuti Mary dengan ekspresi bingung.     

[Haoran, aku barusan mengundang Mary untuk makan siang di sini bersama kita. Aku bilang kau juga akan mentraktirnya.]     

Emma duduk di samping Haoran dengan baki makanannya. Sementara pemuda itu hampir terjengkang dari kursinya. Ia tidak melihat bibir Emma bergerak, tetapi ia jelas merasa gadis itu bicara padanya. Emma memberitahunya bahwa ia mengundang Mary untuk makan bersama mereka.     

Sebentar Mary itu kan... teman sekelas... eh, mantan teman sekelas Emma yang menaruh hati kepada Haoran kan? Kenapa Emma membawanya ke sini?     

[Aku kasihan kepadanya. Dia sudah menyukaimu selama dua tahun dan selalu percaya bahwa kau adalah laki-laki baik dan pintar. Dia sangat sedih karena saat kau masuk ke kelas A, dia malah terdepak ke kelas B. Tidak ada salahnya kau berbaik hati sedikit kepadanya, kan?]     

Haoran menatap Emma dengan sepasang mata membulat. Ia benar-benar tidak melihat bibir gadis itu bergerak, tetapi ia jelas mendengar suara Emma bicara kepadanya.     

Apakah gadis ini tadi menggunakan telemancy?     

Ini keren sekali!!     

"Baiklah," kata Haoran sambil tersenyum.     

"Apanya yang baiklah?" tanya David kebingungan.     

"Uhm... bukan apa-apa," tukas Haoran. "Kau tidak mau ambil makan siang untuk kita? Biar aku yang pegang semua bonnya."     

"Oh ya.. tentu saja. Tunggu di sini ya." David menyerahkan semua bon di sakunya dan segera beranjak menuju konter ayam goreng untuk memesan makanan untuknya dan Haoran.     

Di ujung kantin, tampak Bianca dan dua sahabatnya memandangi rombongan Haoran dengan kening berkerut.     

"Lihat gadis-gadis yang mengelilingi Haoran itu," komentar Bianca kepada temannya. "Mentang-mentang sekarang Haoran masuk ke kelas elite, bahkan gadis-gadis kelas A juga mulai naksir dia. Dulu hanya gadis-gadis dari kelas lain yang menganggap dia keren."     

"Dia memang tampan sih. Mary malah sudah dua tahun menyukai Haoran," komentar Sandra.     

"Ahh.. tidak terlalu tampan," kata Bianca sambil mengangkat bahu. "Mungkin karena sejak Kak Allan lulus, tidak ada lagi cowok yang layak ditaksir di sekolah kita ini, makanya orang seperti Haoran itu bisa populer."     

"Ahhh.. kau jangan membandingkan dengan Kak Allan, dong. Dia itu idola. Kau sudah mendapatkan kekasih setampan dan sekaya kak Allan Wu, tentu tidak bisa lagi melihat cowok lain," komentar Sandra sambil tertawa. "Kasihanilah kami para gadis single ini. Aku tidak keberatan kalau Haoran menyukaiku."     

"Ahahaha.. kalian benar. Haoran mana bisa dibandingkan dengan Kak Allan. Standarku memang terlalu tinggi." Bianca tertawa kecil sambil menutup bibirnya dengan punggung tangan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.