Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Berpura-pura Itu Melelahkan



Berpura-pura Itu Melelahkan

0"Aku capek sekali..." keluh Haoran pada suatu kali.     

Emma sedang asyik mengutak-atik program baru yang diciptakannya di laptop. Mereka sangat sibuk dengan pekerjaan masing-masing dan sepakat untuk selalu mengosongkan hari Sabtu agar mereka dapat bersantai berdua. Namun, hari ini Emma membawa laptopnya karena program yang dibuatnya hampir selesai.     

"Kenapa capek?" tanya Emma. Ia menyingkirkan laptopnya dan memberi tanda agar Haoran membaringkan kepalanya di pangkuan Emma. Wajah Haoran yang tadi terlihat keruh segera berubah menjadi berseri-seri saat ia dengan penuh semangat membaringkan diri di sofa dan menaruh kepalanya di pangkuan Emma.     

"Ternyata berpura-pura itu sangat melelahkan," kata Haoran. "Sudah enam bulan aku magang di kantor ayahku dan semakin lama aku semakin tidak tahan berbaik-baik di depannya. Kemarin siang, istri barunya datang membawakannya makan siang dan berusaha menyapaku dengan gaya keibuan yang menjijikkan."     

Emma hanya bisa menarik napas panjang mendengarnya. Ia mengerti bahwa kehidupan Haoran sekarang cukup berat. Bukan saja ia harus belajar keras di sekolah karena sekarang sudah masuk di kelas A, selama 3 hari dalam seminggu, Senin, Selasa dan Kamis, ia juga magang di kantor ayahnya untuk mulai membiasakan diri dengan bisnis keluarga yang menggurita.     

Pada hari Rabu dan Jumat ia harus belajar les dengan teman-temannya bersama Emma. Hanya di hari Sabtu ia dan Emma bisa sedikit bersantai. Hari Minggu ia harus mempersiapkan semua bahan pelajaran dan tugas-tugas kantor.     

Ia dan Emma juga masih berhubungan dengan komunitas Moon Bounce dan melakukan kegiatan Moon Bounce sewaktu-waktu, walaupun mereka sudah tahu bahwa kemungkinan mereka menghubungi AWA dengan cara itu sangat kecil.     

Mereka masih harus melakukannya untuk memberi alasan kuat bagi Haoran untuk meminta dilibatkan dalam proyek SpaceLab di masa depan. Ia sudah mengatakan kepada ayahnya tentang minatnya yang besar pada astronomi dan membuktikannya dengan berbagai kegiatan terkait astronomi yang sekarang dilakukannya bersama Emma.     

Mereka juga sudah menghitung kemungkinan AWA akan dapat menangkap pesan mereka jika sang AI memiliki sistem yang mencakup seluruh permukaan bulan. Mereka tidak tahu itu, tetapi tidak ada salahnya mencoba.     

Sementara Emma sendiri semakin giat menekuni komputernya dan menghabiskan hingga 6 jam sehari di luar pelajaran sekolah untuk mengasah kemampuannya. Ia hanya berhenti untuk makan dan bicara dengan Haoran di telepon, saling menyemangati.     

"Bagaimana sikap ayahmu selama ini?" tanya Emma. "Apakah ia terlihat mempercayaimu?"     

Haoran mengangguk. "Sepertinya begitu. Ia mulai membawaku ke berbagai rapat penting dengan beberapa proyek besar grup kami. Aku sudah mengatakan kepadanya bahwa aku sangat tertarik dengan inisiatif SpaceLab dan ia berjanji akan membawaku menghadiri presentasi Ren Hanenberg di SpaceLab bulan Maret nanti. Kau tahu rencana SpaceLab untuk mendirikan koloni di Mars kan? Sepertinya mereka mulai menemukan beberapa terobosan."     

"Wahh.. hebat sekali. Di mana presentasi ini diadakan?" tanya Emma.     

"Tentu saja di kantor pusat SpaceLab di Swiss."     

"Wahh..." Emma tertegun mendengarnya. Ia ingin sekali bisa ikut.     

"Kau mau ikut?" tanya Haoran tiba-tiba. Ia telah melihat ekspresi Emma yang tampak sangat tertarik dengan rencananya.     

"Aku? Sebagai apa?" tanya Emma keheranan. "Kau bisa minta ikut karena kau adalah anak ayahmu. Aku bukan siapa-siapanya."     

Haoran segera bangkit dari duduk. Ia menatap Emma dengan sepasang mata berkilat-kilat. "Tentu saja sebagai kekasihku. Tetapi aku akan membutuhkan bantuanmu untuk meyakinkan ayahku."     

"Meyakinkan ayahmu? Bagaimana?" tanya Emma keheranan.     

"Kau pernah bilang bahwa kau mengendalikan pikiran Profesor Ren Hanenberg untuk menyerahkan kode akses dan passwordnya kepadamu. Kenapa kau tidak coba mengendalikan pikiran ayahku agar ia mau membawamu ikut ke Swiss?" Haoran memegang kedua bahu Emma. "Kau kan punya kekuatan telemancy. Kenapa tidak kita gunakan saja untuk membantu kita?"     

"Emma menggeleng. "Aku tidak tahu apakah akan berhasil untuk waktu yang lama. Saat itu aku hanya iseng mencobanya pada Profesor Ren Hanenberg dan ternyata berhasil. Tetapi ada beberapa pertimbangan. Bisa jadi aku bisa mengendalikannya dengan mudah karena beliau sedang sangat kelelahan. Dia sudah beberapa hari tidak tidur."     

"Kita bisa mencoba..." kata Haoran lagi. "Kalau gagal, tidak apa-apa. Kita bisa mengarang alasan kenapa aku ingin mengajakmu. Toh kita tidak berusaha membuat ayahku melakukan hal yang drastis dan mencurigakan."     

"Seperti apa misalnya?"     

"Yah, kalau aku memintamu mengendalikan pikiran ayahku untuk menceraikan istrinya, atau menyuruh ayahku bunuh diri.. itu tentu akan mencurigakan." Haoran mengangkat bahu. "Kita hanya akan mencoba meyakinkannya untuk membawamu bersama kami ke Swiss. Kalau kau gagal mengendalikan pikirannya untuk setuju membawamu, tidak akan ada orang yang curiga."     

"Hmm... kau benar juga." Akhirnya Emma mengangguk. "Kapan sebaiknya kita menemui ayahmu?"     

"Nanti saja di bulan Maret sebelum kami berangkat," jawab Haoran. "Kalau kita minta sekarang, bisa jadi pengaruhmu keburu hilang sebelum keberangkatan kita tiba. Kalau kita memaksanya membawamu di menit-menit terakhir, akan lebih sulit baginya untuk menolak. Kau tidak usah kuatir tentang tiket pesawat dan lain-lain. Kita akan berangkat menggunakan pesawat pribadi."     

"Oh.. baiklah."     

Emma menjadi sangat bersemangat. Ia akan dapat mengunjungi SpaceLab beberapa bulan lagi! Ia harus benar-benar meningkatkan kemampuannya meretas agar nanti begitu ada kesempatan ia bisa masuk ke dalam sistem SpaceLab dan mengendalikan satelitnya untuk menghubungi AWA.     

Kalau Emma menggunakan kode akses Ren Hanenberg di SpaceLab itu sendiri, tentu tidak akan ada yang curiga!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.