Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Ulang Tahun Haoran (5)



Ulang Tahun Haoran (5)

0"Kenapa kau cengar-cengir seperti itu?" tanya Emma keheranan membuyarkan lamunan indah Haoran.     

Pemuda itu segera batuk-batuk dan menggeleng. "Tidak apa-apa. Kau tidak perlu tahu. Jadi mana hadiahku yang berikutnya?"     

"Kau tidak mau memakan kuenya dulu?" tanya Emma.     

Haoran memandang keenam kue kering berbentuk namanya yang ada di dalam kotak dan kemudian menatap Emma dengan pandangan sendu. "Uhm.. kuenya cantik sekali. Aku tidak tega memakannya."     

"Tapi kalau tidak dimakan, nanti kuenya busuk... Sayang sekali kue enak begitu menjadi sia-sia," kata Emma. Ia kemudian menyipitkan matanya dan menatap Haoran dengan pandangan menyelidik. "Apakah kau takut kue buatanku rasanya tidak enak?"     

"Oh.. bukan begitu, sama sekali bukan," kata Haoran buru-buru. Ia segera mengambil kue berbentuk huruf A dan menggigitnya. "Tuh, aku makan, kan? Mmm... rasanya enak sekali! Kau sangat berbakat!"     

Emma tersenyum melihat tingkah Haoran. "Benarkah? Kau tidak bohong demi menjaga perasaanku?"     

"Untuk apa aku berbohong? Kuenya memang enak, kok," balas Haoran. "Tapi aku makan sisanya nanti atau besok saja ya... Aku masih ingin mengaguminya lebih lama."     

Emma tersenyum lebar. Ah, ia selalu merasa dibuat tersanjung oleh perlakuan Haoran kepadanya. Ia tidak yakin kue kering buatannya seenak itu, tetapi Haorna bersikap seolah-olah ia belum pernah memakan kue kering seumur hidupnya dan benar-benar bersikap hemat dalam memakan kue kering spesial buatan Emma.     

Akhirnya gadis itu mengangguk. "Baiklah. Kalau begitu, aku akan memberikan hadiah ulang tahun dariku yang sebenarnya."     

Emma tersenyum penuh makna dan mengeluarkan sebuah amplop dari dalam tasnya. Ia menyerahkan amplop berwarna biru itu ke tangan Haoran.     

"Apa ini?" tanya Haoran keheranan. Ia membuka amplop tersebut dan mengeluarkan isinya. Di dalamnya ada 19 buah kartu buatan tangan yang dihias dengan cantik sekali. Ia terpana saat melihat tulisan di masing-masing kartu.     

HARI 1     

HARI 2     

HARI 3     

Kesembilan belas kartu itu ditulisi dengan Hari-1 hingga Hari-19. Haoran membolak-balik kartu tersebut karena mengira ada tulisan lain di baliknya tetapi ia tidak menemukan apa pun. Pemuda itu mengerutkan keningnya dan menatap Emma, berusaha membaca pikiran gadis itu.     

Emma menarik napas panjang dan tersenyum lebar. Ia bicara dengan suara lembut yang terdengar sangat sungguh-sungguh.     

"Haoran, aku sangat lama memikirkan hadiah apa yang tepat untuk orang sepertimu. Aku tahu kau memiliki segalanya, jadi apa pun yang kubeli untukmu, pasti kau bisa membelinya sendiri bahkan lebih bagus. Satu-satunya yang tidak kaumiliki di dunia ini adalah ibumu.. tetapi sayangnya itu bukan hal yang dapat kuberikan kepadamu."     

Haoran mengulurkan sepasang tangannya dan menggenggam kedua tangan Emma. Ia tahu bahwa Emma pasti berusaha keras memikirkan hadiah terbaik yang bersifat personal baginya. Sebenarnya, kalaupun tadi Emma hanya memberinya kue buatan sendiri, Haoran sudah senang.     

Ia sangat menghargai bahwa gadis itu belajar membuat kue dan membuatkan kue kering untuk dirinya. Namun, saat melihat Emma tampak sungguh-sungguh dan sepertinya sangat memikirkan hadiah yang lebih istimewa baginya, pemuda itu menjadi terharu. Ia menatap bibir Emma dan menantikan setiap kata yang keluar dari mulut gadis itu dengan penuh perhatian.     

"Aku mencoba mencari tahu, hadiah apa yang dapat kuberikan kepada seseorang yang memiliki segalanya dan akhirnya aku sadar bahwa hadiah terbaik yang dapat kuberikan adalah waktuku." Emma menatap Haoran dalam-dalam. "Sebagai hadiah ulang tahunmu yang ke-19, aku memberimu hadiah 19 hari yang hidupku yang dapat kau tukar kapan pun kau membutuhkanku selama setahun ke depan. Aku akan ada untukmu dan memberimu perhatianku sepenuhnya, kalau kau memintaku dan menukarkan kartu itu. Tahun depan.. di hari ulang tahunmu yang ke-20, aku akan memberikan 20 kartu."     

Haoran tertegun mendengar kata-kata Emma yang diucapkan gadis itu. Ia sama sekali tidak menyangka Emma akan berpikir sedemikian rupa, demi memberikan hadiah yang personal dan istimewa baginya.     

Ia mengerti apa yang dimaksud gadis itu. Seseorang mengatakan bahwa waktu adalah merupakan hadiah terbaik yang dapat diberikan seseorang kepada orang lain. Ketika kita memberikan waktu kita kepada seseorang, maka kita memberikan kepada mereka sebagian dari hidup kita yang tak akan pernah kita peroleh kembali.     

Waktu adalah kehidupan kita. Kita hanya punya 24 jam sehari dan 365 hari dalam setahun. Waktu kita tidak pernah bertambah, melainkan selalu berkurang. Manusia bisa selalu mendapatkan uang lebih banyak, tetapi tidak ada yang bisa mendapatkan waktu lebih banyak.     

"Emma... kau bijak sekali..." puji Haoran dengan mata hampir tidak berkedip. Ia meremas kedua tangan Emma dan berbisik. "Hadiahmu adalah hadiah terbaik yang pernah kuterima seumur hidupku."     

Ia sangat terharu dan dengan spontan menarik gadis itu ke dadanya. Haoran memeluk Emma dengan dada yang dipenuhi kehangatan. Ia belum pernah sebahagia ini.     

"Apakah kau suka hadiahnya?" bisik Emma di telinga Haoran.     

"Suka sekali!" balas pemuda itu. Ia melepaskan pelukannya dan meneliti satu persatu kartu cantik itu dengan wajah penuh apresiasi. Kini kesembilan belas kartu itu tampak menjadi lebih menarik karena ia telah mengetahui apa makna di baliknya. "Astaga.. ini benar-benar bagus. Apakah aku bisa menukarnya kapan saja?"     

Emma mengangguk. "Kau bisa menukarnya kapan saja. Semua kartu ini berlaku selama satu tahun. Kartu yang tidak kau pakai akan hangus pada tanggal 1 Agustus 2057."     

"Aku mengerti," kata Haoran dengan wajah berseri-seri. "Ah.. apakah aku bisa me.."     

Ia hendak menanyakan sesuatu kepada Emma tetapi kemudian mengurungkan niatnya. Gadis itu memperhatikan ekspresinya dan segera bertanya apa yang mengganggu pikiran Haoran.     

"Ada apa? Apa yang ingin kau tanyakan?" tanya Emma keheranan. Haoran tampak ragu sehingga Emma harus mendesaknya. "Kenapa? Ayo bicara...."     

Haoran menggaruk-garuk kepalanya dan menatap Emma sambi menyengir. "Uhm.. tadi aku hendak bertanya apakah aku bisa menggunakan kartu ini sekarang."     

"Oh..." Emma baru mengerti apa yang tadi hendak ditanyakan Haoran. Karena terlalu bersemangat, Haoran tadinya hendak menukarkan kartu hadiahnya saat itu juga. Tetapi ia merasa tidak enak karena memintanya secara tiba-tiba.     

"Maafkan aku yang terlalu bersemangat," kata Haoran. "Hanya saja.. aku sangat senang berada di sini bersamamu dan rasanya aku belum mau pulang. Aku belum pernah sebahagia ini dalam hidupku. Aku mengerti kalau kau menolak."     

Haoran tahu Emma sangat serius dengan kursusnya dan besok pagi ia harus mengikuti dua buah kursus lalu menyiapkan bahan les untuk dirinya dan teman-temannya di sore hari. Ia mengerti kalau Emma menolak Haoran menukar kartu hadiahnya sekarang.     

"Tentu saja aku tidak akan menolak," jawab Emma sambil tersenyum. Ia mengambil satu kartu dari tangan Haoran dan menyimpannya ke dalam tasnya. "Sudah kubilang kau dapat menukarnya kapan saja dan aku akan ada untukmu dan memberikan kepadamu perhatianku sepenuhnya."     

"Oh.. Emma!! Terima kasih! Hadiahmu memang yang terbaik! Aku belum pernah sebahagia ini..." kata Haoran berkali-kali. Ia menarik menarik Emma ke pangkuannya dan mendaratkan ciuman mesra ke bibir gadis itu.     

Waktu memang adalah hadiah terbaik, pikir Haoran. Ia sungguh berharap mereka bisa membekukan momen ini selamanya, karena ia merasa bahwa waktunya bersama Emma tidak akan pernah cukup.     

Emma membalas ciuman Haoran dan mengalungkan lengannya ke leher pemuda itu. Mereka sudah cukup beberapa kali berciuman sejak meresmikan hubungan hampir sebulan yang lalu dan semakin hari ia mulai terbiasa dan dapat merespons ciuman Haoran dengan sama mesranya.     

Keduanya saling memejamkan mata dan menikmati kebersamaan mereka. Kedua tangan Haoran berpindah ke pinggang Emma dan memeluknya sambil bibirnya terus melancarkan ciuman lebih intens. Lidahnya yang lincah segera menjelajah mulut gadis itu, mengisap dan membelit lidahnya dengan mesra sambil bergantian melumat bibirnya.     

Ketika Haoran akhirnya membuka mata, ia merasakan ada sesuatu yang aneh pada tubuh mereka. Pemuda itu mengerling ke samping dan seketika tersadar bahwa ia dan Emma tidak lalu duduk di dek kapal.     

Tubuh keduanya sedang melayang tinggi langit dan kapal mereka terlihat seperti titik kecil di bawah mereka dengan beberapa lampu penerangan.     

Rupanya, Emma telah membawa mereka terbang saat Haoran mulai menciumnya. Pemuda itu sama sekali tidak menyadari hal itu karena pikirannya dipenuhi euforia sehingga ia tidak memperhatikan sekelilingnya. Ia sangat kaget dan tanpa sadar melepaskan bibirnya dari bibir Emma. Sepasang matanya menatap Emma dengan pandangan takjub.     

"Selamat ulang tahun, Haoran..." bisik Emma.     

Pemandangan dari angkasa malam itu tampak sangat indah. Haoran merasa seolah mereka berada di luar angkasa yang kosong di mana batas antara langit dan bumi menghilang. Milyaran bintang di angkasa membuat suasana terasa begitu ajaib dan Haoran hampir mengira ia sedang bermimpi. Tanpa sadar, ia menahan napas. Sungguh, ini terlalu indah untuk dapat dilukiskan dengan kata-kata.     

"Ini ulang tahun terbaik dalam hidupku." Haoran tersenyum lebar. "Terima kasih, Emma."     

.     

.     

.     

[1] Kutipan tadi dituliskan oleh Rick Warren. Tepatnya ia berkata, "Time is your most precious gift because you only have a set amount of it. You can make more money, but you can't make more time. When you give someone your time, you are giving them a portion of your life that you'll never get back. Your time is your life. That is why the greatest gift you can give someone is your time."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.