Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Cybersecurity Conference



Cybersecurity Conference

0Liburan musim panas tanpa terasa hampir berlalu. Emma semakin sibuk belajar menekuni materi computer science dan ia semakin ahli dalam membuat beberapa program sederhana. Setiap saat ia memiliki waktu luang, Emma akan terus belajar dan berkutat dengan laptopnya.     

Ia mulai banyak meneliti tentang SpaceLab dan mencari informasi sebanyak-banyaknya yang kemungkinan akan dapat berguna bagi tujuannya ke depan, dalam mencari cara menghubungi AWA ataupun pergi ke bulan.     

Informasi yang ditemukannya siang itu membuatnya menjadi sangat bersemangat. Ren Hanenberg, seorang genius fisika yang memimpin divisi eksplorasi angkasa di SpaceLab ternyata akan menjadi salah satu tamu kehormatan di diskusi panel konferensi cybersecurity yang akan didatanginya.     

"Ini hari keberuntunganku," gumam Emma kepada dirinya sendiri saat ia menatap judul artikel besar di laman blog SpaceLab.     

[Ren Hanenberg, Direktur Eksplorasi Angkasa SpaceLab akan Membawakan Presentasi Utama dalan sesi Keamanan Cyber dalam Program Luar Angkasa]     

Emma dan Haoran telah mendiskusikan bahwa mereka perlu menginfiltrasi SpaceLab dengan satu atau dua cara. Agar tidak mengundang kecurigaan, mereka tidak dapat mengandalkan kedudukan Haoran sebagai anak laki-laki investor utama saja.     

Mereka juga harus mengupayakan Emma kuliah astro fisika dan melamar bekerja di SpaceLab untuk bisa masuk dan mencari kesempatan untuk ikut dalam program angkasa agar ia dapat ke bulan untuk mencari kapsul peninggalan orang tuanya.     

Kesempatan itu akan dapat lebih mudah ia peroleh kalau Emma berhasil memperoleh akses kepada salah seorang petinggi SpaceLab sendiri. Ia tidak sabar ingin segera bertemu Ren Hanenberg dan membuat kontak dengannya.     

[Hai, Emma... kau mau kujemput atau kita bertemu di acara?] tanya Allan lewat SMS sehari sebelum acara konferensi.     

Emma sedang sibuk memeriksa ujian semester musim panas kelima muridnya. Keningnya berkerut. Ia tidak mengerti mengapa tadi di kelas Programming, Allan duduk di sampingnya tetapi pemuda itu tidak juga memberikan tiket ke acara untuknya.     

Pertanyaan langsung terjawab karena Allan buru-buru menambahkan di SMS berikutnya:     

[Maaf, aku tadi lupa memberikan tiketnya kepadamu. Aku terlalu sibuk dengan persiapan masuk kuliah.]     

Sebenarnya Allan tidak lupa. Ia sengaja menahan tiket itu agar ia dapat menawarkan diri untuk menjemput Emma di rumahnya sekalian mereka pergi bersama ke acara.     

Sayangya, harapannya tidak terwujud karena Emma hanya membalas singkat:     

[Kita bertemu di acara.]     

Gadis itu kembali memfokuskan perhatiannya pada hasil tes murid-,muridnya dan sama sekali tidak memikirkan Allan.     

"Kurasa rata-rata hasil tes kalian sudah jauh meningkat dibandingkan sebelumnya. Sekarang kita hanya bisa menunggu bagaimana nilai yang kalian peroleh dan apakah kalian bisa pindah ke kelas yang lebih tinggi atau tidak," kata gadis itu sambil mengangkat wajahnya.     

Kelima pemua itu saling pandang dan menghela napas. Kata-kata Emma terdengar ambigu dan mereka menjadi tidak yakin apakah mereka memang bisa masuk ke kelas A atau tidak. Hanya Haoran yang tampak santai. Ia percaya diri bahwa ia bisa pindah ke kelas A, dan bersama Emma di kelas yang sama.     

***     

Emma turun dari bus di depan Esplanade. Ia segera berjalan masuk ke aula nomor 5 yang tampak meriah dengan berbagai umbul-umbul dan poster besar yang menandakan konferensi yang sedang diikutinya. Ia melihat Allan telah menunggunya di depan pintu. Dengan gembira pemuda itu melambaikan tangannya dan menghampiri Emma.     

"Kau sudah lama menunggu?" Emma bertanya basa-basi. Allan menggeleng.     

"Tidak. Aku baru sampai. Ayo kita masuk." Keduanya lalu berjalan berdampingan dan mengambil kursi di bagian paling depan. Ternyata Allan berhasil mendapatkan tiket VIP untuk mereka, sehingga keduanya dapat duduk sangat dekat dengan para pembicara, tokoh-tokoh terkemuka di dunia cybersecurity.     

"Hei.. aku mendengar bahwa Ren Hanenberg menjadi salah satu pembicara di sesi panel," kata Emma setelah duduk di kursinya. "Mengapa ini tidak diumumkan sebelumnya? Aku baru membacanya saat membaca website SpaceLab."     

"Oh... dia pembicara istimewa dan sangat sibuk. Panitia tidak berani mengonfirmasi kehadirannya sebelum ia benar-benar dapat dipastikan hadir, makanya ada tambahan info di menit terakhir," kata Allan menjelaskan. "Kenapa? Kau penggemarnya?"     

"Uhm.. aku hanya berminat pada SpaceLab. Aku tahu dia orang penting di sana," jawab Emma.     

"Oh, ya.. aku baru ingat. Kau berminat kuliah di bidang Astrofisika, bukan? Kau pasti akan sangat senang bertemu dengannya. Dia itu professor terkenal di bidang yang kau minati. Saat ini ia sudah tidak mengajar karena sibuk di SpaceLab, tetapi ia masih sesekali memberikan kuliah tamu di MIT dan EIT," kata Allan dengan bersemangat. Ia merasa sangat senang karena kedatangan mereka ke konferensi ini memberi banyak manfaat bagi Emma.     

"Aku tidak mencari tahu sejauh itu," Emma mengaku. Ia menjadi semakin tertarik. "Aku baru membaca namanya beberapa hari lalu dan mengetahui ia akan datang kemari. Seperti apa orangnya? Pasti dia pandai sekali ya..."     

"Dia seorang genius, sama sepertimu. Tapi kalau kau lebih menyukai sekolah biasa, dia memanfaatkan kepandaiannya untuk masuk sekolah tinggi lebih awal. Ia sudah memegang dua gelar master dan satu PhD saat umurnya 20 tahun. Gila memang... Setelah itu ia mengajar di universitas sambil menjadi peneliti, sebelum kemudian SpaceLab memberinya tawaran yang tidak dapat ditolaknya sebagai kepala divisi eksplorasi hingga kini ia menjadi salah satu direkturnya dalam usia belum 25 tahun."     

"Apa?" Bahkan Emma yang genius tidak mengira ada manusia yang demikian penuh pencapaian seperti Ren Hanenberg. Ia sama sekali tidak mencari tahu sebelumnya tentang pria yang ingin ditemuinya itu, mengira ia adalah tipikal ilmuwan yang sudah berumur dan pandai.     

Ia tidak mengira Ren Hanenberg baru berusia 25 tahun. Rasa ingin tahunya menjadi bertambah. Emma lalu membuka ponselnya dan melakukan pencarian gambar untuk nama Profesor Ren Hanenberg.     

Wajahnya tertegun melihat wajah seorang pemuda tampan berpenampilan formal dengan rambut cokelat yang rapi dan sepasang mata berwarna cokelat sangat terang hampir seperti madu. Sayangnya wajahnya yang rupawan tidak pernah tampak tersenyum di gambar mana pun yang Emma temukan.     

Ekspresinya selalu serius, tampak masam, dan kadang sedikit angkuh. Namun demikian, Emma tidak dapat membenci sosok Ren Hanenberg. Pemuda itu terlalu mirip dengannya, sebelum Emma bertemu Haoran.     

"Kau mau bertemu dia?" tanya Allan tiba-tiba. "Ayahku direktur di Lee Industries, salah satu investor SpaceLab, aku bisa menggunakan nama ayahku untuk bicara dengan Ren Hanenberg. Koneksi seperti dirinya akan bagus untuk aplikasi kuliahmu."     

"Benarkah kau bisa membawaku bertemu dengannya?" tanya Emma dengan mata berbinar-binar. "Sebenarnya cita-citaku adalah bekerja di SpaceLab. Aku akan sangat senang kalau bisa mendapatkan kesempatan magang di sana suatu hari nanti."     

Allan membusungkan dadanya sedikit, ia merasa bangga karena memiliki koneksi yang dapat berguna bagi Emma, yaitu ayahnya sendiri. Ia mengangguk gembira. "Tentu saja. Aku akan mengajakmu bertemu dengannya di acara makan siang. Kita tunggu sesinya selesai dulu. Nanti kau bisa mempunyai topik pembicaran. Kau bisa membahas tentang presentasinya."     

"Baiklah.. ide bagus," kata Emma senang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.