Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Profesor, Apakah Kau Mau Membantuku?



Profesor, Apakah Kau Mau Membantuku?

0Emma sangat tertarik mendengar bahwa selama ini ada begitu banyak peretas yang mencoba membobol sistem keamanan SpaceLab tetapi belum ada yang berhasil. Ia ingin tahu lebih banyak informasi tentang hal itu, karena ia sendiri berniat suatu hari nanti hendak meretas masuk.     

"Profesor... kalau tadi Anda bicara tentang melibatkan para white hat hacker terbaik dunia untuk merancang dan menguji sistem keamanan cyber di SpaceLab.. apakah itu termasuk para hacker ternama yang banyak dibicarakan orang seperti Goose, misalnya?" tanya Emma sambil menyesap jusnya. "Aku sangat berminat dalam dua bidang tersebut, Astrofisika dan cybersecurity. Makanya presentasi Anda tadi sangat menarik pernatian saya."     

Ren Hanenberg menggeleng. "Tidak. Goose memang sangat terkenal, tetapi ia bukan white hat hacker. Ia memiliki riwayat melakukan pekerjaan untuk orang dunia hitam sehingga ia tidak bisa dipercaya untuk masuk ke SpaceLab. Ia tipe orang yang hanya melakukan pekerjaan untuk siapa pun yang berani membayar lebih mahal."     

Emma tahu Ren Hanenberg salah tentang Goose karena Emma mengalami sendiri betapa Goose tidak selalu menginginkan uang. Sang hacker telah membantunya dan Haoran tanpa meminta bayaran. Namun, tentu saja Emma tak dapat mengatakan apa-apa kepada sang profesor.     

"Allan, apakah kau tidak keberatan meninggalkan kami berdua? Ada hal pribadi yang ingin kutanyakan kepada Profesor," kata Emma tiba-tiba sambil menyentuh tangan Allan di sampingnya.     

Pemuda itu mengerjap-kerjapkan matanya dan kemudian mengangguk patuh. Ia langsung berdiri dari kursinya dan pergi meninggalkan mereka. Setelah melihat Allan menjauh, Emma menggeser kursinya mendekati Prof Hanenberg dan bicara dengan nada sangat serius.     

"Profesor, aku ingin kau melupakan pembicaraan kita setelah kita berpisah, tetapi saat ini aku perlu bantuanmu..." Ia mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan gambar koordinat yang diukir ayahnya di tiang antena di puncak Menara Eiffel.     

"Orang tuaku meninggalkan kapsul di bulan, di koordinat ini. Mereka berasal dari Planet Akkadia dan datang ke bumi beberapa belas tahun yang lalu. Kini mereka menghilang dan aku hanya mendapatkan petunjuk lokasi kapsul yang mereka tinggalkan. Aku ingin menghubungi asisten AI mereka yang masih berada di sana atau pergi ke bulan untuk mencarinya. Kami berusaha menarik perhatiannya dengan mengirim sinyal radio ke koordinat ini menggunakan moon bounce tetapi sangat sulit karena posisinya yang ada di sisi jauh bulan. Apakah Profesor bisa membantu kami menghubungi kapsul orang tuaku?"     

Pria tampan itu mengambil ponsel Emma dan meneliti angka-angka yang ada di layarnya. Tanpa bicara ia lalu membuka ponselnya sendiri dan menghitung sesuatu. Ia kemudian mengangguk.     

"Kau benar. Lokasinya ada di sisi jauh bulan. Kau tidak akan dapat menghubunginya dengan menggunakan Moon Bounce. Cara terbaik adalah menggunakan satelit untuk merelay pesanmu. SpaceLab memiliki satu satelit yang didedikasikan untuk mengamati bulan dan kau bisa menggunakannya untuk mencapai tujuanmu."     

Emma tertegun mendengar kata-kata Ren Hanenberg. Seketika matanya tampak bercahaya. Ia merasa memiliki harapan.     

Sang profesor telah mengonfirmasi bahwa Emma akan dapat menghubungi AWA dengan meminjam satelit milik SpaceLab, dan kini salah seorang yang paling berpengaruh di SpaceLab sedang duduk di sampingnya. Sungguh suatu keberuntungan!     

"Profesor.. apakah kau dapat membantuku? Aku perlu menggunakan aksesmu untuk merelay pesanku lewat satelit SpaceLab menghubungi AWA? Aku akan sangat berterima kasih. Aku sangat merindukan ayah dan ibuku dan ingin sekali menemukan mereka..." Suara gadis itu terdengar menjadi emosional.     

Ren Hanenberg menatap Emma dalam-dalam. Ia menghela napas panjang dan kemudian mengangguk. "Aku akan membantumu."     

Emma tertegun mendengar nada suara Profesor Hanenberg yang dipenuhi kesedihan, dan membuatnya tergoda untuk membaca pikiran pria itu.     

Ia terkejut saat mengetahui pria itu telah kehilangan kedua orang tuanya saat ia masih sangat muda. Ia bahkan tidak pernah mengenal ayahnya. Ren Hanenberg ternyata jauh lebih kesepian daripada dirinya. Setidaknya, sekarang Emma memiliki teman-temannya, tetapi pria itu tidak memiliki siapa pun.     

"Terima kasih banyak, Profesor." Emma tersenyum manis dan menyerahkan ponselnya ke tangan Ren Hanenberg. "Tolong tuliskan semua informasi yang kubutuhkan. Aku perlu kode akses dan passwordmu."     

Ren Hanenberg menuliskannya dengan cepat, hampir tanpa perlu mengingat-ingat. Emma menatap layar ponselnya dengan bahagia. Sedikit lagi.. ia hanya perlu menembus masuk ke SpaceLab. Nanti dengan akses milik Ren Hanenberg, ia akan dapat menggunakan satelit untuk menghubungi AWA!     

Emma merasa bahwa ia telah mendapatkan apa yang ia butuhkan dan tidak perlu berlama-lama di acara konferensi ini. Ia segera menyimpan ponselnya, menghabiskan jus jeruknya dan bangkit berdiri. Dengan sopan ia membungkuk ke arah Ren Hanenberg dan menyalaminya.     

"Anda sungguh sangat banyak membantuku. Terima kasih banyak. Tolong lupakan semua yang kita bicarakan hari ini." Emma meremas tangan pemuda tampan itu dan menatap matanya sambil tersenyum manis. "Kuharap setelah ini Anda bisa beristirahat dengan baik."     

Emma berjalan dengan langkah-langkah ringan keluar dari aula perjamuan tamu VIP. Profesor Ren Hanenberg yang barusan disalami Emma tampak menghela napas panjang dan kemudian memejamkan matanya.     

Ia melipat tangannya ke dada dan perlahan-lahan bibirnya tersenyum sedikit. Wajahnya tampak damai dan napasnya menjadi teratur. Seorang pelayan yang hendak menanyakan apakah ia ingin wine lagi menjadi kebingungan melihatnya.     

'Apakah beliau tidur? Aneh sekali..."     

Ketika ia hendak menyentuh bahu Ren Hanenberg dan membangunkannya, seorang lelaki berpakaian serba hitam buru-buru datang dan mencegahnya.     

"Tolong jangan bangunkan beliau. Tuan sudah tiga hari tidak bisa tidur." Ia lalu memberi tanda agar sang pelayan meninggalkan meja itu. Setelah sang pelayan pergi, pria berpakaian serba hitam itu tampak mengamati Profesor Hanenberg dengan pandangan prihatin.     

Ia lalu memutuskan untuk mengambil kursi di samping beliau dan memastikan tidak seorang pun datang mengganggu pria itu.     

***     

Allan tidak dapat menemukan Emma di mana pun. Ia mencari gadis itu ke ruang jamuan VIP tetapi hanya menemukan Profesor Hanenberg yang sedang tidur dan dijaga seorang lelaki bertampang menyeramkan yang segera mengusirnya pergi.     

Allan juga tidak menemukan Emma di ruang konferensi. Akhirnya ia menelepon gadis itu.     

"Hai, Emma.. kau di mana? Aku mencarimu dari tadi..." tanyanya cepat begitu Emma mengangkat teleponnya.     

"Oh, hai, Allan. Maaf aku terburu-buru pulang karena ada keperluan mendadak. Aku sudah menemukan apa yang kucari. Terima kasih telah membawaku ke acara ini. Aku tadi mengirim SMS ke ponselmu. Apakah kau tidak menerimanya?" tanya Emma.     

Allan membuka ponselnya dan baru menyadari bahwa Emma memang mengirimnya SMS untuk berpamitan. Ia menjadi kecewa karena gadis itu pergi begitu saja.     

"Oh.. aku baru membacanya. Syukurlah kalau kau menemukan apa yang kau cari. Apakah tadi kau sempat berbicara dengan Profesor Hanenberg? Aku tadi kembali ke sana untuk mencarimu tetapi ternyata ia sedang tidur. Aneh sekali..."     

"Oh... tadi kami sudah sempat bicara. Aku meninggalkannya sendirian agar beliau bisa beristirahat. Profesor Hanenberg punya insomnia sangat parah dan ia sudah tiga hari tidak tidur. Sebaiknya kau jangan menganggunya."     

"Oh.. benarkah?" Allan sangat terkejut mendengar ini. Ia tidak dapat membayangkan bagaimana seseorang dapat berfungsi jika tidak beristirahat.     

"Benar. Oke, aku sudah hampir tiba di rumah. Aku harus menutup telepon," kata Emma lagi.     

"Uhm.. yah, baiklah. Kau akan datang ke kelas pertemuan terakhir minggu depan?" tanya Allan lagi. Ia sebenarnya enggan menutup panggilan teleponnya, tetapi ia tidak mempunyai alasan untuk terus bicara dengan Emma.     

"Aku akan datang. Sampai jumpa minggu depan."     

"Uhm.. sampai jumpa." Allan terpaksa menutup teleponnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.