Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Mengundang Haoran Makan Malam



Mengundang Haoran Makan Malam

0Emma turun dari taksi di depan gedung apartemennya dan menyimpan ponselnya. Ia memutuskan untuk mempelajari lebih lanjut tentang SpaceLab dan mencari tahu satelit yang dimaksud Ren Hanenberg tadi di konferensi.     

Emma segera mengeluarkan laptopnya dan menyibukkan diri di kamar dengan berbagai materi yang berhasil ia peroleh tentang organisasi tersebut. Haoran meneleponnya pada pukul 3 sore dan menanyakan kabar tentang konferensi tersebut.     

"Hei.. cukup informatif. Aku mendapatkan banyak ilmu di sana," kata Emma. "Kau sedang apa?"     

Terdengar suara desahan panjang di ujung telepon. "Aku sedang bosan. Seharian ini aku sudah belajar semua bahan-bahan ujian untuk hari Senin. Rasanya aku sudah bisa semua. Aku merindukanmu."     

Emma memutar matanya mendengar kata-kata Haoran yang diucapkannya dengan nada manja. Rasanya Haoran tidak pernah seperti ini, pikirnya.     

"Kau mau aku ke rumahmu?" tanya Emma.     

"Kau mau??" Haoran balik bertanya, tetapi nada suaranya terdengar begitu gembira.     

"Kebetulan aku memang pulang cepat dari konferensi," jawab Emma. "Aku masih punya waktu luang."     

"Kau sekarang di mana? Masih di Esplanade atau sudah di rumah?"     

"Sudah di rumah," kata Emma.     

"Tunggu di situ, aku akan menjemputmu!"     

Sebelum Emma sempat menjawab Haoran telah melesat mengambil kunci mobilnya dan berlari turun ke garasi.     

"Kau akan ke sini? Tapi aku bisa ke rumahmu..." kata Emma keheranan.     

"Tidak apa-apa. Aku mau menjemput pacarku, boleh kan?" tanya Haoran. "Aku akan tiba dalam sepuluh menit."     

Emma hanya tersenyum simpul mendengar kata-kata Haoran. Oma Lin yang sedang merajut hanya mengangkat wajah keheranan saat melihat Emma mencuci muka dan berganti pakaian. Ia tahu biasanya Emma menghabiskan akhir pekan bersama teman-temannya.     

"Kau mau pergi ke suatu tempat?" tanya Oma Lin dengan penuh perhatian.     

"Haoran akan ke sini menjemputku," jawab Emma.     

Oma Lin menatap Emma dengan pandangan penuh arti. Ia dapat menduga bahwa Haoran adalah nama orang yang spesial untuk Emma dari wajah gadis itu yang berbinar-binar.     

"Kenapa kau tidak pernah mengundangnya untuk makan malam di sini?" tanya Oma Lin tiba-tiba. "Oma juga ingin berkenalan dengannya."     

Emma tertegun mendengar pertanyaan Oma Lin. Ia merasa tidak enak mengundang Haoran ke apartemen karena ia merasa tidak enak kepada Oma Lin. Walaupun mereka tinggal bersama, sedikit banyak Emma masih merasa sebagai orang luar yang menumpang tinggal bersama Oma Lin.     

Tetapi kini, justru Oma yang meminta agar Emma mengundang Haoran makan malam bersama meeka.     

Ahh.. kenapa tidak? pikir Emma. Kalau Haoran bersedia.. tentu akan menyenangkan untuk memperkenalkannya kepada Oma Lin.     

"Aku akan menanyakan kepadanya," kata Emma sambil mengangguk.     

"Ahh.. kalau dia bersedia makan malam bersama kita, Oma akan sangat senang. Sudah lama Oma tidak memasak untuk tamu," kata Oma Lin dengan wajah berseri-seri.     

Emma tahu Oma Lin sangat suka memasak karena dulu ia membuka kedai makanan. Ia berharap Haoran mau mampir dan mengenal wanita tua yang sudah dianggapnya seperti neneknya sendiri itu.     

Sepuluh menit kemudian ponselnya berbunyi. Haoran sudah tiba di depan gedung apartemennya. Emma buru-buru keluar dan menyambut pemuda itu.     

"Heii... Oma Lin mengundangmu makan malam di sini. Apakah kau bersedia?" tanya Emma setelah mengetuk kaca pintu mobil Haoran. Pemuda itu menurunkan jendelanya untuk mendengarkan Emma dengan lebih baik.     

"Apa katamu?" tanya pemuda itu keheranan. "Kau tidak membawa tas?"     

"Tidak. Oma Lin hendak mengundangmu makan malam di sini. Kau bersedia?" Emma mengulangi pertanyaannya.     

"Oh..." Haoran tampak tertegun mendengar pertanyaan Emma. Sesaat kemudian wajahnya segera dihiasi senyum lebar dan ia mengangguk. "Tentu saja. Aku akan memarkirkan mobilku."     

Ia lalu memarkir mobilnya dan segera keluar menghampiri Emma.     

"Oma senang memasak dan kurasa ia sudah rindu memasak untuk orang lain." Emma menjelaskan.     

"Oh... aku senang diundang makan malam oleh Oma Lin," kata Haoran sambil tersenyum. "Aku memang sudah lama ingin melihat rumahmu."     

"Jangan dibandingkan dengan rumahmu," kata Emma buru-buru.     

Tentu saja apartemen yang ia tinggali bersama Oma Lin sangat kecil dan sederhana dibandingkan mansion tempat tinggal Haoran.     

Menurut dugaan Emma, ukuran kamar Haoran sendiri masih lebih besar daripada seluruh apartemen tempat tinggal Emma.     

"Tapi aku tidak membawa apa-apa untuk Oma Lin," keluh Haoran. "Apa sebaiknya aku mampir dulu membeli bunga atau wine?"     

Emma menggelengkan kepala sambil tersenyum simpul. Ketika ia tiba di depan pintu apartemennya, Emma memberi tanda kepada Haoran untuk memperhatikan tangan kanannya. Tidak lama kemudian muncul seikat bunga segar di tangan gadis itu.     

"Kau ke sini membawa bunga," kata gadis itu sambil tertawa kecil. Haoran hanya mengangguk sambil tersenyum canggung.     

Ia masih harus membiasakan diri melihat Emma menggunakan kekuatannya.     

"Kau sangat luar biasa," bisik pemuda itu.     

Emma tersenyum dan menjawab, "Terima kasih."     

Mereka lalu masuk ke dalam. Bau kue beraroma kayu manis segera tercium dari arah dapur. Haoran berjalan mengikuti Emma yang sedang mencari Oma Lin ke arah asal bau kue.     

"Oh... selamat datang, Haoran kan? Oma sangat senang bisa bertemu denganmu," Oma Lin buru-buru melap tangannya ke apron dan memeluk Haoran yang baru masuk ke dapur. "Silakan duduk. Oma barusan membuat kue. Kau mau makan malam di sini, kan?"     

"Benar," kata Haoran ramah. "Terima kasih sudah mengundangku."     

"Ahh.. tidak apa-apa. Oma sudah lama tidak memasak untuk tamu. Silakan nikmati kue ini dan teh bersama Emma. Oma akan pergi dulu berbelanja bahan-bahan makanan ke toko. Oma ingin memasak hidangan istimewa."     

Oma Lin lalu menepuk bahu Haoran dan beranjak keluar dapur. Tidak lama kemudian wanita tua itu telah keluar dari apartemen untuk berbelanja. Tinggallah Emma dan Haoran berdua saja.     

"Uhm.. kau mau berkeliling apartemen ini?" tanya Emma menawarkan. "Ini dapur. Aku bisa menunjukkan ruang tamu, kamar mandi, kamarku dan teras balkon."     

Haoran mengangguk. Ia mengikuti Emma yang mengajaknya berkeliling ke tiga tempat tersebut. Apartemen ini memang sangat sederhana tetapi bersih dan nyaman.     

"Tempat tinggalmu cukup nyaman," komentar Haoran.     

"Yah.. lumayan. Setidaknya di sini aku punya kamar sendiri yang bisa kuatata sesuka hati," kata Emma. "Di panti asuhan ada terlalu banyak aturan ini itu dan aku tidak pernah merasa punya rumah."     

Haoran tertegun. Ia hampir lupa bahwa Emma lama tinggal di panti asuhan. Tentu kehidupan di sana jauh lebih tidak mengenakkan.     

"Hmm.. aku senang kau berhasil keluar dari sana," kata Haoran dengan penuh simpati.     

"Kau mau mendengarkan hasil jalan-jalanku ke konferensi tadi?" tanya Emma sambil menjerang air panas di teko. Ia akan membuat teh untuk mereka.     

"Tentu saja," jawab Haoran.     

"Bawa kuenya ke kamarku. Aku akan membuat teh untuk kita. Kita mengobrol di sana," kata Emma sambil menyodorkan nampan berisi cookies kayu manis yang baru dibuat Oma Lin. "Kau tidak akan percaya ini, tetapi aku bertemu Profesor Ren Hanenberg!"     

"Profesor Hanenberg ... dari SpaceLab?" Haoran mengerutkan alisnya. "Apa yang dia lakukan di sana?"     

"Dia memberikan presentasi tentang langkah-langkah keamanan dunia maya yang diterapkan di SpaceLab .. dan aku membuatnya memberikan kode akses dan kata sandinya kepadaku." Emma tersenyum tipis ketika ia mengingat apa yang ia lakukan pada Ren Hanenberg tadi siang.     

Emma mengendalikan pikiran Ren Hanenberg untuk memberikan akses pribadinya ke SpaceLab dan memastikan sang profesor tidak akan pernah mengubahnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.