Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Hidup Seperti Seorang Lee



Hidup Seperti Seorang Lee

0Perjalanan pulang ke Singapura berlangsung begitu cepat. Semua siswa mendapatkan boarding pass mereka masing-masing dari Madame Delaval dan berbaris masuk pesawat dengan rapi sesuai petunjuk pramugari.     

"Wahh... Bianca, kau mendapatkan upgrade!" terdengar suara kedua dayang Bianca antusias membicarakan boarding pass yang diterima si ratu kelas A.     

"Yah, karena ayahku sering melakukan business trip, milesnya sudah sangat banyak dan ia menggunakan milesnya untuk membuatku diupgrade ke kelas business," kata Bianca sambil mengangkat bahu. "Seharusnya di perjalanan ke Paris kemarin aku juga bisa di-upgrade, tetapi semua kursi business sudah penuh. Untungnya sekarang masih ada beberapa kursi kosong."     

"Ahhh... ini sangat mengagumkan," Sandra mengambil ponselnya dan memfoto Bianca yang memamerkan boarding passnya di dada. "Ayo kita posting ke media sosial dulu."     

Ketiga gadis itu tampak antusias mengambil berbagai foto dan mengunggahnya ke media sosial untuk memamerkan perjalanan mereka ke Paris yang berakhir hari ini.     

Hampir semua siswa yang ikut dalam karyawisata ke Paris memang anak dari keluarga kaya, tetapi tidak ada yang sampai sengaja dibelikan tiket business oleh orang tuanya, sehingga fakta bahwa Bianca menikmati perjalanan di kelas business untuk kembali ke Singapura membuat banyak teman-temannya iri.     

"Maaf ya, teman-teman. Nanti aku tidak bisa duduk bersama kalian. Ayahku bilang, tidur yang nyaman itu sangat penting untukku," kata Bianca sambil tersenyum manis memamerkan deretan gigi mutiaranya.     

"Wah.. kalau begitu, kita akan duduk bersama," kata Cedric tiba-tiba. Pemuda itu melambaikan boarding pass-nya juga. "Kau kursi nomor berapa?"     

Cedric adalah anak distributor mobil mewah dan merupakan anak satu-satunya. Ia juga sangat pandai dan orang tuanya selalu memberikan hanya yang terbaik untuknya. Rupanya setelah mendengar keluhan Cedric bahwa ia tidak bisa tidur dengan baik di kursi kelas ekonomi dalam penerbangan lalu, ibunya memutuskan untuk membelikan tiket baru baginya, langsung di kelas business.     

"Bukan urusanmu," cetus Bianca. Ia merasa sebal karena tidak lagi menjadi satu-satunya murid yang terbang di kelas business.     

Emma yang berdiri dalam barisan menunggu boarding bersama Alex dan David hanya memperhatikan keriuhan tadi sambil geleng-geleng.     

"Ugh... aku juga mau duduk di kelas business," omel David. "Ayahku bilang selama aku masih di Kelas F, aku tidak akan mendapatkan fasilitas tambahan apa pun darinya. Punggungku sakit terbang 13 jam di kursi ekonomi yang sempit."     

Alex juga tampak mengerucutkan bibirnya. "Ayahku bilang aku harus belajar hidup susah agar aku lebih menghargai hidup."     

Emma hanya bisa menatap kedua temannya dengan sepasang mata membulat. Ah, ia dan para pemuda itu memang memiliki dunia berbeda. Ia sudah sangat bersyukur bisa berangkat ke Paris dan menemukan informasi tentang orang tuanya. Kalaupun ia harus duduk di sayap pesawat, ia sama sekali tidak keberatan.     

"Eh, Haoran di mana?" tanya Emma. Ia baru menyadari Haoran tidak ada di antara mereka. Tadi mereka masuk ke gate bersama-sama, tetapi kini pemuda itu sudah menghilang. Dinh masih asyik mengemil croissant di depan mereka dan Eric sedang menelepon orang tuanya untuk memberi kabar.     

Alex menatap Emma keheranan. "Masa kau lupa? Di penerbangan sebelumnya juga begitu, kan? Dia masuk duluan. Sekarang anak itu pasti sudah asyik tidur-tiduran."     

"Tidur-tiduran?" Emma tidak mengerti.     

"Oh.. aku lupa. Haoran bilang kau sakit demam dan kehilangan ingatanmu sedikit." Alex menepuk keningnya sendiri. "Haoran sudah boarding, dia kan terbang di kelas suite. Dia mendapat ruangan sebesar kamar hotel lengkap dengan tempat tidur dan kamar mandi."     

Emma perlu waktu beberapa detik untuk mencerna ucapan Alex. Ah... kelas suite? Ia pernah mendengar tentang itu. Di dalam pesawat komersial sekarang, di atas kelas ekonomi ada kelas business, diikuti kelas satu. Akhir-akhir ini ada semakin banyak pesawat yang juga dilengkapi dengan kelas suite. Harganya tiket untuk satu suite ini setara dengan lima kelas business atau seluruh bangku di kelas ekonomi.     

Emma tahu keluarga Haoran sangat kaya... tetapi ia tidak menyangka sekaya ini.     

"Aku tidak tahu itu.." kata Emma sambil mengerutkan keningnya. "Apakah guru-guru kita tahu?"     

Alex mengangguk. "Tentu saja. Tetapi mereka semua telah berjanji untuk merahasiakannya atas permintaan Haoran. Selama ini Haoran tidak pernah menyusahkan mereka. Apalagi, karyawisata kita ke Paris kali ini juga mendapatkan diskon dari maskapai penerbangan. Sekolah kita mendapatkan diskon 50% untuk harga tiket penerbangan pulang-pergi ke Paris. Makanya siswa hanya membayar 2000 dolar saja untuk biaya hotel, makan, wisata, tips, dan pesawat."     

"Diskon? Kenapa?" tanya Emma keheranan.     

"Uhm.. karena maskapai ini milik keluarga Lee?" Alex hanya tertawa melihat Emma mengangguk paham. "Astaga.. kau tidak pernah mencari tahu apa saja kekayaan milik keluarga calon suamimu?"     

"Hei.. apa maksudmu?!" Emma memukul bahu Alex yang hanya tertawa-tawa melihatnya. "Calon apa..? Memangnya Haoran bilang apa kepada kalian?"     

"Aku hanya bercanda. Astaga, Emma... Jangan terlalu serius." Alex mengaduh-aduh sambil melindungi bahunya dari pukulan Emma. "Dia tidak bilang apa-apa, kok. Aku tadi cuma menggodamu."     

Wajah Emma memerah. Ia merasa malu saat memikirkan Haoran bercerita kepada teman-temannya bahwa mereka berciuman. Ia menatap mata Alex dan berusaha membaca pikirannya.     

Ia harus tahu apa saja yang diceritakan Haoran kepada mereka. Ugh... keterlaluan sekali.     

--Wow...!! Emma wajahnya merah sekali. Apakah terjadi sesuatu antara dia dan Bos Haoran? Whahahaha... seru sekali! Akhirnya ada kemajuan juga. Kira-kira mereka sudah ngapain saja ya? Ah, aku akan menginterogasi Haoran nanti... --     

Seketika Emma menghentikan pukulannya dan menatap Alex dengan kening berkerut. "Tidak terjadi apa-apa antara Haoran dan aku. Jangan menduga yang aneh-aneh..."     

Ia lalu mengabaikan Alex dan pura-pura memusatkan perhatiannya pada boarding passnya.     

Ternyata Haoran sama sekali tidak mengatakan apa-apa kepada Alex, tetapi sikap Emma barusan yang terlalu reaktif justru membuat teman-temannya curiga ia dan Haoran telah melakukan sesuatu. Sial. Ia harus bersikap seolah tidak ada apa-apa.     

Alex tidak mendesak Emma. Ia mengerti bahwa pasti sudah terjadi sesuatu antara Emma dan Haoran sehingga gadis itu menjadi tersipu-sipu seperti ini. Ia bisa menduga-duga apa yang sudah mereka lakukan, tetapi sebagai teman yang baik ia hanya bisa tersenyum sendiri dan menyimpan pikiran itu.     

Setelah semuanya selesai boarding dan duduk dengan manis di tempat masing-masing, pesawat lalu bersiap lepas landas dan mengudara. Emma duduk dalam satu barisan dengan Alex dan ia segera mengeluarkan bantal serta selimut untuk beristirahat. Perjalanan mereka ke Singapura akan berlangsung cukup lama, 12 jam dan ia merasa lebih baik jika ia berusaha untuk segera tidur.     

"Sshh... Haoran bilang kau jangan tidur di sini," tegur Alex saat melihat Emma mengembangkan selimutnya. "Nanti setelah semua lampu dimatikan, ia akan mengirim pramugari untuk membawamu ke tempatnya."     

"Oh... benarkah?"     

"Katanya kau harus membiasakan diri hidup seperti seorang Lee." Alex yang melihat Emma mengerutkan keningnya lagi, buru-buru menambahkan. "Astaga.. aku masih bercanda, Emma. Katanya ada yang mau dia bicarakan."     

"Hmm.. baiklah."     

Emma agak bingung. Kenapa Haoran menyuruh Alex yang memberi tahu Emma? Bukankah pemuda itu bisa melakukannya sendiri? Tetapi pada akhirnya ia hanya mengangkat bahu dan menunggu hingga lampu pesawat dimatikan.     

"Selamat malam, Nona Emma. Silakan ikut saya," Benar saja lima belas menit kemudian ketika pesawat sudah mengangkasa dengan stabil dan lampu kabin pesawat sudah dimatikan, seorang pramugari mendatangi kursi mereka dan menyapa Emma. "Silakan bawa tas Nona."     

Gadis itu hanya mengangguk. Ia hanya membawa satu ransel kecil ke dalam kabin pesawat. Setelah berpamitan kepada Alex ia berjalan mengikuti sang pramugari ke bagian paling belakang pesawat lalu menaiki tangga ke lantai dua.     

Di sana ada satu kabin berisi kelas business, satu kabin kelas satu. Setelah itu ada lounge besar bagi para penumpang kelas business dan kelas satu untuk bersantai dan menikmati makanan dan minuman serta bercengkerama dengan sesama mereka. Setelah lounge, ada sederetan ruangan berisi shower dan ruang bersantai, dan terakhir di paling depan pesawat ada empat buah suite bagi para penumpang super kaya yang ingin menikmati pengalaman terbang di udara seperti menginap di kamar hotel.     

Setiap suite dilengkapi tempat tidur double untuk maksimal dua orang, ruang duduk kecil, kamar mandi pribadi, dan berbagai fasilitas layaknya kamar hotel bintang lima. Pramugari membawa Emma dengan penuh hormat menuju suite paling ujung dan mengetuk pintunya.     

"Selamat malam, Tuan Muda Lee. Nona Emma sudah datang."     

Pintu segera dibuka dan tampaklah wajah Haoran yang ceria dari baliknya. Ia mengangguk kepada sang pramugari yang segera minta diri, lalu segera menyapa Emma. "Hei, ayo masuk."     

Emma masuk ke dalam suite dan segera mengagumi isinya. Ahh.. dasar anak orang kaya, pikirnya.     

"Hanya dua suite yang terpakai dalam penerbangan kali ini. Jadi aku meminta satu untukmu," kata Haoran. "Alex dan yang lainnya sebenarnya ingin ikut ke sini, tapi kupikir kalau mereka semua ikut akan tampak mencurigakan. Jadi aku memutuskan untuk memberikannya kepadamu saja."     

"Oh..." Emma mengangguk-angguk. Ia menebarkan pandangannya ke sekeliling dan melihat suite indah dan tempat tidurnya yang sangat nyaman. Haoran membuka sebuah lemari dan menunjukkan isinya.     

"Di sini ada piyama dan jubah tidur. Kau bisa mengganti pakaianmu agar bisa tidur dengan lebih enak." Setelah memberi tahu Emma tentang apa saja yang ada di suitenya, Haoran lalu berjalan keluar. "Nanti kalau sudah waktunya sarapan, aku akan ke sini dan kita bisa sarapan bersama. Kamarku ada di sebelah."     

Emma masih tertegun melihat sekelilingnya. Ini benar-benar di luar dugaan.     

"Uhm... ini bagus sekali. Terima kasih, Haoran," katanya sambil mengantar Haoran ke pintu.     

"Ahaha.. ini bukan apa-apa. Aku hanya ingin membiasakanmu hidup seperti seorang Lee," kata Haoran sambil tersenyum lebar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.