Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Gadis Yang Sangat Menarik



Gadis Yang Sangat Menarik

0Oma Lin sangat menyukai hadiah kotak musik bergambar menara Eiffel dengan lagu La Vien Rose yang mengalun ketika kotaknya dibuka.     

"Seharusnya kau tak usah membawakan apa-apa," kata Oma Lin. Ia tahu Emma tidak memiliki banyak uang dan harus bekerja sambilan mengajar les untuk bisa membiayai kepergiannya ke Paris.     

"Aku mau melakukannya, kok, Oma," kata Emma sambil memeluk Oma Lin. "Kotak musik ini harganya tidak mahal."     

Oma Lin mengusap rambut panjang Emma dan tersenyum lebar. "Terima kasih, ya.. Ah, Oma juga punya sesuatu untukmu."     

Ia melepaskan diri dari pelukan Emma lalu masuk ke kamarnya dan keluar dengan membawa sehelai syal tipis yang dirajutnya selama Emma pergi ke Paris.     

"Untuk apa ini, Oma?" tanya Emma tidak mengerti.     

"Ini hadiah ulang tahun untukmu," kata Oma Lin sambil melingkarkan syalnya ke leher Emma. "Oma merajutnya selama kau tidak ada."     

Emma kembali memeluk Oma Lin. "Terima kasih banyak. Ini indah sekali..."     

***     

Emma sedang menyiram tanaman di balkonnya dengan penuh perhatian, ketika ponselnya berbunyi dan ia melihat ada panggilan masuk dari Haoran. Gadis itu lalu menaruh penyiram airnya dan mengangkat teleponnya.     

"Hei.. Stardust. Kau sedang apa?" tanya Haoran dari ujung sana.     

"Aku sedang menyirami tanaman. Tadi aku sudah membeli beberapa program untuk belajar computer science dan sedang membaca-baca berbagai materi sebelum mendaftar untuk program musim panas di NTU. Kau sendiri sedang apa?" Emma balik bertanya.     

"Aku sedang mengamati beberapa paket kiriman yang kupesan. Ternyata tibanya cepat sekali," komentar Haoran dengan santai. "Kalau kau ada waktu, aku akan sangat senang bisa bersama denganmu melihatnya terpasang."     

"Apa yang terpasang?" tanya Emma tidak mengerti.     

"Perangkat antena untuk kegiatan Moon bounce kita," kata Haoran. "Aku sudah memesannya sejak kita di Paris. Hari ini sebagian perangkat sudah tiba. Kalau kau tidak sibuk, kau bisa ke sini dan kita bisa bersama-sama melihatnya dipasang."     

"Ahh.. ide bagus," kata Emma. "Aku bisa datang besok setelah kursus di NTU."     

"Aku dan anak-anak pulang jam 1 siang. Kau selesai kursus jam berapa?" tanya Haoran.     

"Jam 2. Aku bisa langsung ke tempatmu," jawab Emma.     

"Baik. Sampai jumpa besok," kata Haoran kemudian.     

Emma ikut kursus Computer Science intensif selama 1,5 bulan selama liburan musim panas di sekolah. Ia berangkat lima hari dalam seminggu dan lbur di akhir pekan. Sementara Haoran dan teman-temannya yang berkeras memperbaiki nilai mereka selama di kelas 2, mengikuti semester musim panas dan mereka harus berangkat ke sekolah setiap hari selama setengah hari.     

Emma masih mengajar les pada kelimanya dua kali seminggu setelah ia selesai kursus. Benar kata Haoran, selama libur musim panas ini mereka justru akan sangat sibuk.     

***     

Emma telah mendaftar 4 kelas sekaligus, yaitu Networking, Programming, Database, dan Operating systems. Masing-masing kelas mengajarinya hal berbeda, yang akan memungkinkannya memahami cara kerja sistem, bahasa pemrograman, dan semua hal yang perlu diketahuinya untuk dapat memahami dan meretas semua sistem di dunia ini.     

Masing-masing kursus berlangsung tiga jam, 2x seminggu. Petugas pendaftaran yang menerima Emma sempat tidak percaya saat gadis itu mengatakan ia hendak mengikuti keempatnya sekaligus. Biasanya siswa belajar satu persatu dan membutuhkan waktu lama untuk menguasainya, namun Emma berkeras mengatakan bahwa ia bisa menguasai keempatnya di saat bersamaan.     

Karena ia termasuk genius, Emma sama sekali tidak mengalami kesulitan untuk mengikuti semua materi yang dibagikan. Ia membaca semua materi yang dapat ditemukannya tentang semua pelajaran itu agar saat ia masuk kelas ia dapat segera paham.     

Hari Rabu adalah kelas pertamanya belajar tentang Database. Di kelas-kelas yang lain, hanya ada sedikit perempuan, tetapi di kelas ini Emma menjadi satu-satunya gadis remaja yang mengikutinya sehingga saat ia masuk kelas, penampilannya sangat menarik perhatian.     

Semua peserta kursus adalah laki-laki dan lebih tua dari Emma. Hanya ada satu orang yang terlihat sebaya gadis itu. Karena kebetulan meja di sebelahnya kosong, Emma memutuskan duduk di sebelahnya.     

"Hei... kalau tidak salah kau juga masuk ke kelas lain sebelum ini," komentar pemuda itu sambil mengulurkan tangannya mengajak Emma berkenalan. "Aku melihatmu tadi pagi di kelas Operating System."     

Emma mengerutkan keningnya dan mencoba mengingat-ingat. Ah... mungkin pemuda ini benar. Kelas Operating System memiliki cukup banyak peserta sehingga ia tidak terlalu memperhatikan siapa saja yang datang.     

"Begitu ya?" Gadis itu mengangguk. "Iya, tadi aku di sana."     

"Kau sepertinya sangat berminat dengan computer science. Aku juga. Sayangnya ayahku tidak mengizinkanku kuliah Computer Science.. makanya aku mengambil kursus ini untuk menghibur diri," kata pemuda itu lagi, masih sambil mengulurkan tangannya. "Namaku Allan."     

"Oh, begitu ya? Namaku Emma." Akhirnya Emma membalas jabat tangan pemuda itu karena ia terlihat ramah dan rasanya Emma akan berlaku tidak sopan kalau terus mengacuhkannya. Ia lalu membuka laptopnya. "Lalu kau kuliah di mana?"     

"Kedokteran, di NUS," jawab pemuda itu sambil tersenyum. "Aku baru masuk tahun ini. Sebelum aku sibuk dengan perkuliahan aku mau bersenang-senang."     

"Itu ide bagus," balas Emma. Ia mulai mengeluarkan materi yang kemarin dibacanya dan mempelajarinya sambil menunggu instruktur mereka datang.     

Allan yang mengerti Emma tidak terlalu suka mengobrol akhirnya membiarkan gadis itu sibuk dengan laptopnya. Sesekali ia mengerling melihat Emma yang sangat serius.     

Gadis yang sangat menarik, pikirnya.     

Emma tampak sangat cantik tetapi penampilannya serius dan kenyataan bahwa gadis secantik ini tampak begitu berminat pada computer science membuat banyak peserta kursus yang diam-diam mengidolakannya, tak terkecuali Allan.     

"Baiklah, selamat siang. Selamat datang di kelas Database. Kita akan mulai dengan mempelajari SQL. Ada yang pernah mendengar apa itu SQL?" Instruktur tiba beberapa menit kemudian dan segera memberikan materi.     

Emma lebih banyak menyimak, tidak terlalu berinteraksi. Semua yang ia dengar, langsung ia coba pahami dan terapkan. Jari-jemarinya dengan lincah membuka semua program yang diajarkan oleh sang instruktur dan mempraktikkannya.     

Allan yang duduk di sebelahnya tampak kagum melihat kecepatan kerja Emma. Ia tidak mengganggu gadis itu sama sekali dengan berbagai pertanyaan walaupun ia sangat penasaran, bagaimana Emma bisa belajar dengan demikian cepat.     

Setelah kelas usai, Emma buru-buru membereskan tasnya dan keluar kelas. Ia ingin segera tiba di Lotus Garden untuk melihat perlengkapan antena dan peralatan radio untuk kegiatan Moon Bounce mereka. Allan yang melihatnya berjalan keluar segera mengikutinya.     

"Hai, Emma.. Tunggu sebentar," kata pemuda itu sambil berjalan menjajari langkah Emma. "Aku sangat kagum melihat kecepatanmu mengikuti materi tadi. Sepertinya kau sudah lama berkutat dengan computer science. Kau belajar di mana?"     

Emma menggeleng. "Tidak. Aku baru belajar minggu ini."     

"Astaga... benarkah?" tanya Allan keheranan. "Berarti kau sangat berbakat!"     

Emma tersenyum tipis. "Aku genius."     

"Oh.. " Allan tampak agak keheranan mendengar perkataan Emma yang begitu kasual. Ia mengaku sebagai genius tanpa perubahan sikap sama sekali. Seolah baginya, menjadi genius itu tidak ada bedanya dengan mengatakan bahwa ia menyukai pizza. "Aku percaya kau ini genius. Lalu kau sekarang sekolah di mana? Anak genius sepertimu mungkin sudah kuliah lebih dini dan sekarang sedang mengambil studi master atau Phd?"     

Emma menggeleng lagi. Ia mulai malas menanggapi Allan yang terlalu antusias. "Aku masih SMA. Aku suka sekolahku yang sekarang. Aku permisi ya, aku ada janji dengan teman-temanku."     

"SMA mana?" tanya Allan penasaran. "Sebentar... sepertinya aku pernah melihatmu."     

Pemuda itu menahan tangan Emma dan buru-buru membuka ponselnya. Wajahnya yang berkerut karena penasaran seketika berubah cerah ketika ia melihat beberapa gambar di media sosial. "Aha... Aku tahu. Kau sekolah di St. Catherine, kan? Berarti kau adalah adik kelasku."     

Emma melirik ponsel Allan dan menemukan foto-foto Bianca dan teman-temannya di Paris. Di latar belakang ternyata beberapa kali ada Emma yang sedang mengobrol dengan Alex. Oh... apakah pemuda ini teman Bianca?     

"Benar. Kau dulu sekolah di St. Catherine juga?" tanya Emma.     

Pemuda itu tersenyum lebar. "Benar. Aku sempat jadi ketua dewan siswa. Kau tidak pernah melihatku?"     

Emma menggeleng. "Tidak. Aku jarang bergaul di sekolah."     

"Ahh.. pantas saja." Allan tampak senang menemukan adik kelasnya yang cantik di tempat kursus yang ia sukai. Libur musim panasnya akan terasa menyenangkan sebelum ia terpaksa harus kuliah menjadi seorang dokter. "Aku senang bertemu denganmu di sini."     

"Aku senang mendengarnya. Permisi ya, aku harus segera bertemu teman-temanku. Kami ada janji penting," kata Emma akhirnya untuk minta diri.     

"Kau ke arah mana? Aku membawa mobil sendiri. Aku bisa mengantarmu," kata Allan dengan penuh semangat.     

Emma menggeleng. "Tidak terima kasih. Sampai jumpa!"     

Sebuah taksi telah berhenti dan Emma segera masuk ke dalamnya. Ia sudah biasa menggunakan taksi ke rumah Haoran karena di dekat Lotus Garden tidak ada kendaraan umum. Allan hanya memandangi kepergian gadis itu dengan wajah penuh perhatian.     

Gadis yang sangat menarik, pikirnya berkali-kali.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.