Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Rencana Haoran Ke Depan



Rencana Haoran Ke Depan

0Emma merasa keheranan melihat Haoran terdiam cukup lama. Ia tidak tahu apa yang sedang dipikirkan pemuda itu. Ahh.. seandainya saja ia dapat membaca pikiran Haoran.     

"Apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Emma akhirnya.     

"Uhm... apakah kau menggerakkan petir saat kita baru pulang dari kedai Pak Neville?" Haoran kemudian bertanya balik. "Dan juga... membuat Paris mengalami mati lampu?"     

Emma mengangguk. Ia tidak mau berbohong kepada Haoran tentang hal itu. "Benar."     

"Oh..." Haoran terkesima. "Apa lagi yang kau bisa?"     

"Aku bisa mengendalikan angin dan tanaman. Yang lainnya aku belum tahu..." Emma memutuskan untuk tidak memberi tahu Haoran bahwa ia juga dapat membaca pikiran. Ia tak ingin Haoran mengira Emma akan membaca pikirannya dan hal itu tentu akan membuat situasi menjadi canggung. Selama Emma belum dapat mengetahui kenapa ia dapat membaca pikiran orang lain dan tidak pikiran Haoran, ia memutuskan untuk menyimpan sendiri informasi itu.     

"Kalau kau dapat mengingat lebih banyak tentang planet asal orang tuamu, mungkin kita juga akan bisa mencari informasi dari NASA dan berbagai lembaga antariksa lainnya," kata Haoran kemudian. "Aku berharap orang tuamu masih ada di bumi, dan mereka hanya bersembunyi, supaya kita dapat menemukannya. Tetapi kalau..."     

Ucapannya tiba-tiba terhenti. Emma tahu mengapa Haoran tidak melanjutkan kata-katanya. Pemuda itu takut membuatnya sedih dengan menyuarakan kemungkinan bahwa orang tua Emma telah kembali ke planet asalnya dan mereka tak mungkin dapat menyusul ke sana.     

Teknologi program antariksa di bumi masih terbatas pada penjelajahan keluar tata surya dan eksplorasi planet-planet terdekat. Mereka belum dapat menjelajah ruang angkasa dan pergi ke tempat yang jauh.     

"Ayah ibuku... datang dengan sebuah kapsul untuk perjalanan luar angkasa yang sangat canggih. Mereka mendaratkannya di bulan dan kemudian datang ke bumi dengan pesawat kecil," kata Emma kemudian. "Kalau aku bisa memperoleh cara untuk ke kapsul itu, maka aku mungkin akan dapat menyusul mereka kembali ke Akkadia."     

"Emma..." Haoran menatap Emma lekat-lekat. Ia tampak menimbang-nimbang sesuatu dan mengerutkan keningnya dengan ekspresi serius. "Aku.. mungkin akan dapat membantumu."     

"Benarkah?" tanya gadis itu dengan antusias.     

Haoran mengangguk. "Kau tahu Goose dapat mengendalikan satelit secara diam-diam. Kalau Goose bisa memastikan dengan satelit bahwa kapsul orang tuamu masih ada di bulan, maka kita harus berusaha ke sana."     

"Bagaimana caranya?" tanya Emma. "Kita bukan astronot dan tidak punya wewenang untuk ke bulan."     

"Grup perusahaan ayahku berinvestasi pada program luar angkasa SpaceLab, gabungan beberapa bisnis besar di dunia. Mereka punya program eksplorasi dan penelitian untuk membangun koloni di Mars. Kalau aku terjun ke bisnis keluargaku, aku dapat memperoleh akses ke sana. Begitu kita memastikan kapsul orang tuamu masih ada di sana, kita bisa membocorkan informasi ini kepada SpaceLab. Mereka pasti akan segera mengirim armada ke sana untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut. Kita bisa ikut diam-diam dengan armada itu."     

"Astaga.. Haoran, kedengarannya berbahaya sekali..." cetus Emma. "Apa kau yakin?"     

"Itu salah satu alternatif. Pilihan berikutnya adalah mencari pesawat yang dipakai orang tuamu untuk ke bumi. Kita tidak tahu apakah mereka meninggalkannya di bumi atau tidak, tetapi tidak ada salahnya memeriksa semua kemungkinan." Haoran melanjutkan kata-katanya.     

Emma tertegun mendengar pernyataan Haoran. Menyusup dengan armada peneliti dari SpaceLab ke bulan untuk mencari jejak orang tua Emma ke sana? Kedengarannya gila sekali!     

"Apakah... menurutmu hal itu dapat dilakukan?" tanya Emma kemudian. Ia mulai merasa ada secercah harapan baginya.     

Haoran mengangguk. "Kedua hal itu dapat dilakukan. Tetapi kita tidak dapat menarik perhatian... Yang pertama harus dilakukan adalah mencari jejak keberadaan orang tuamu, dan kedua mencari jejak kapsul mereka di bulan, ketiga mencari petunjuk keberadaan pesawat mereka di bumi, kalau ada... dan petunjuk lainnya yang bisa memberi kita informas tentang Akkadia. Aku tidak dapat menjanjikan semuanya akan berlangsung cepat. Kita mungkin perlu waktu bertahun-tahun untuk menyusup ke SpaceLab dan tidak menimbulkan kecurigaan... Apakah kau mau bersabar?"     

Emma terdiam. Kalaupun benar mereka menemukan jejak kapsul orang tuanya di bulan, mereka perlu berhati-hati dalam membocorkan informasi tersebut ke SpaceLab. Kalau SpaceLab memutuskan untuk segera mengirim tim peneliti ke sana sementara Emma dan Haoran belum memiliki akses ke sana, maka dampaknya justru akan berbahaya.     

Perusahaan dapat mengambil kapsul itu dan semua teknologi yang ada di dalamnya untuk dibawa ke bumi dan diteliti. Kehadiran manusia planet lain yang jauh lebih canggih dan sempat singgah di bulan justru akan membuat curiga banyak pihak.     

Kalau pemerintah atau korporasi sudah mengambil sendiri kapsul ini, maka akan sangat sulit bagi Emma dan Haoran untuk mendekatinya. Mereka harus memainkan kartunya dengan benar.     

"Baiklah... aku akan bersabar," Emma akhirnya mengangguk. "Aku sudah menunggu selama 13 tahun. Aku tentu dapat menunggu lagi."     

"Bagus." Haoran menyentuh bahu Emma dengan lembut dan balas mengangguk. "Begitu Goose menjawab pesanku, aku akan mengadakan janji temu dengannya dan membahas tentang tugas untuknya mencari jejak kapsul orang tuamu di bulan."     

"Baiklah," balas Emma.     

"Sementara itu, kita harus hidup seperti biasa. Aku akan belajar keras dan menunjukkan kepada ayahku bahwa aku memiliki ambisi untuk mewarisi bisnisnya. Aku akan mulai memintanya menerimaku belajar kepadanya setiap hari. Tahun depan, saat kita lulus SMA, aku ingin pelan-pelan masuk ke SpaceLab."     

"Tahun depan..." Emma bergumam. Ia mengangkat wajahnya dan menatap Haoran dengan serius. "Kau sudah berpikir sejauh itu? Aku merasa tidak enak menyusahkanmu."     

Haoran mengangkat bahu. "Sebenarnya aku sudah memikirkan ini beberapa bulan lalu saat aku menyewa jasa Goose. Aku pikir aku harus mewarisi kekayaan ayahku saat usiaku 25 tahun. Aku sudah bertekad untuk pelan-pelan merencanakan pembalasan dendam kepada ayahku. Aku akan bersikap baik di depannya dan menunjukkan ambisi, untuk mewarisi bisnisnya. Begitu semua jatuh ke tanganku... aku akan menyingkirkan ayahku dan istri mudanya. Ada atau tidak ada kau... aku akan tetap melalui jalan ini. Kehadiranmu hanya menjadi motivasi tambahan bagiku."     

Emma menatap Haoran lekat-lekat, berusaha menilai keseriusan pemuda itu. Ia lalu menyimpulkan bahwa Haoran memang bersungguh-sungguh. "Baiklah kalau begitu. Terima kasih."     

"Kita bicarakan lagi tentang ini begitu ada kabar dari Goose. Semoga besok dia sudah menjawabku," kata Haoran kemudian. "Sebaiknya sekarang kau tidur. Ini sudah mau tengah malam."     

"Iya. Selamat malam, Haoran." Emma mengangguk dan bangkit dari sofa sambil membawa lukisan orang tuanya.     

"Selamat malam, Stardust." Haoran mengantar Emma sampai ke pintu lalu menutupnya setelah memastikan gadis itu masuk ke dalam lift.     

Ding.     

Haoran terkejut mendengar suara pesan masuk dari laptopnya. Apakah Goose masih bangun? Ia buru-buru kembali ke sofa dan memeriksa laptopnya. Wajahnya segera tampak dihiasi senyum ketika ia melihat isi pesan yang ditunggu-tunggunya.     

[Aku akan mencari informasi tentang orang tua temanmu. Tidak usah bayar.]     

"Ah... Goose, kau memang baik," gumam Haoran kepada diri sendiri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.