Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Rencana A, B, dan C



Rencana A, B, dan C

0Emma membuka ponselnya dan mencoba meneliti apa yang Haoran maksudkan di internet. Wajah gadis itu tampak berkerut dan membaca baik-baik apa yang ditemukannya.     

"Mungkin ini bisa berhasil..." gumam Emma pelan. "Biasanya moon bounce katanya hanya merupakan hobi orang-orang yang senang mengirim gelombang radio ke bulan untuk mendapatkan pantulannya saja. Mirip seperti orang yang bermain tenis atau squash sendiri. Bolanya hanya dipantulkan oleh tembok dan tidak untuk mendapatkan pesan balasan. Tetapi kalau kita memancarkan pesan radio terus-menerus secara konsisten ke koordinat spesifik ini, mungkin siapa pun yang ada di sana akan mulai memperhatikan dan membalas kita. Dan kita tidak akan menarik perhatian orang lain karena banyak orang yang melakukan kegiatan moon bounce seperti ini..."     

Haoran menatap Emma dengan ekspresi antusias. "Kau benar! Tapi untuk berjaga-jaga agar tidak dicurigai, sebaiknya kita memancarkan gelombang radio ke dua koordinat lain di bulan secara bersamaan. Orang lain akan mengira kita melakukan percobaan biasa."     

"Itu ide yang bagus." Emma membaca lebih detail di internet tentang moon bounce dan menyipitkan matanya. Ia dengan cepat membuat perhitungan kasar dan rencana di kepalanya. "Kita hanya dapat melakukan pekerjaan pada waktu-waktu tertentu ketika sudut dan posisi ideal bagi kita untuk memantulkan gelombang radio ke koordinat spesifik tersebut secara konsisten. Mungkin kita harus begadang sangat larut .. atau kita hanya bisa melakukannya di akhir pekan."     

"Benar. Pasti menyenangkan, aku yakin. Kita bisa mengadakan pesta tidur di rumahku dan melakukannya ..." Haoran tampak sangat bersemangat dengan kemungkinan itu. "Aku bisa membuat antena dan mendapatkan semua peralatan yang dibutuhkan untuk proyek ini."     

"Tapi, yang paling penting adalah kita harus memeriksa lokasi sebenarnya dari koordinat yang ditinggalkan ayahku," tambah Emma. "Kalau tidak, kita tidak akan dapat menemukan waktu yang tepat."     

Biasanya, hanya 59% permukaan bulan yang terlihat oleh manusia di bumi, sisanya tersembunyi dan disebut oleh orang-orang sebagai "sisi gelap bulan" karena selalu membelakangi bumi. Karena bulan dan bumi keduanya berputar pada porosnya, posisi kedua benda langit ini akan berubah setiap saat.     

Dan karena bulan juga mengorbit bumi, mereka harus menentukan waktu dengan akurat jika mereka ingin mengirim pesan radio ke lokasi tertentu di permukaan bulan. Lokasi dalam koordinat yang mereka tuju mungkin terletak di permukaan bulan yang membelakangi bumi pada saat mereka ingin melakukan moon bounce mereka jika mereka tidak menghitung dengan benar. Inilah yang dimaksud Emma.     

"Ayo kita lakukan begitu kita kembali ke Singapura. Aku akan menemukan cara untuk memeriksa lokasi koordinat itu dan membuat rencana," kata Haoran dengan penuh semangat.     

"Sementara kita mencoba cara ini, aku juga akan belajar computer science dan berusaha memahami cara untuk mengendalikan satelit seperti Goose, seandainya ini tidak berhasil," kata Emma lagi. Ia mengeluarkan ponselnya dan membuat catatan untuk dirinya sendiri. "Kita juga harus pelan-pelan mendapatkan akses ke SpaceLab."     

Haoran mengangguk. "Kau benar. Wahh.. kau punya rencana A, B, dan C rupanya."     

"Terima kasih," kata Emma. "Aku tak akan bisa melakukannya tanpa bantuanmu."     

"Kita pasti membutuhkan perangkat radio yang memadai dan antenanya. Aku bisa mengusahakan itu. Sementara untuk meretas... Kenapa kau tidak meminta diajari Goose? Aku bisa membayarnya tarif yang ia minta untuk menjadi mentormu." Melihat Emma tampak keberatan, Haoran buru-buru menambahkan. "Anggap saja aku berinvestasi padamu karena kau seorang gadis genius. Nanti kalau kau sudah jago, kau bisa membantuku melakukan banyak hal. Jadi ini bukan bantuan cuma-cuma. Ini investasi di pihakku. Ingat, aku ingin menjadi pengusaha seperti ayahku."     

Ketika mendengar kata-kata Haoran, barulah Emma mengangguk dan tersenyum tipis. "Kalau begitu, aku bisa menerimanya."     

"Bagus. Aku bisa pelan-pelan mendapatkan akses ke SpaceLab, tapi kita perlu waktu. Aku tidak mau memancing kecurigaan ayahku kalau aku bersikeras masuk ke sana. Aku akan pelan-pelan menunjukkan kepadanya bahwa aku sangat berminat dengan program antariksa, mulai melakukan proyek Moon bounce dan kemudian setelah lulus SMA aku bisa mulai ikut ayahku dan magang di kantornya... supaya pelan-pelan aku mendapat jalan ke sana."     

"Ah.. itu benar," Emma mengangguk. "Tapi pertama-tama, kita harus memasukkanmu ke Kelas 3A. Kemudian kau harus menunjukkan nilai yang cukup bagus untuk bisa masuk universitas ternama."     

"Ayahku akan menyukaimu," kata Haoran tiba-tiba sambil tersenyum lebar. "Dia pikir kau membuatku berubah, jadi memiliki tujuan hidup."     

Emma mengangguk. "Tenang saja. Aku tidak akan memberi tahu ayahmu bahwa tujuan hidupmu adalah membalas dendam kepadanya. Aku akan menjadi pengalih perhatiannya. Kita biarkan ia mengira kau berubah demi aku..."     

"Terima kasih," kata Haoran pelan.     

Keduanya saling tatap selama beberapa saat dan tersenyum. Haoran telah memutuskan untuk membalas dendam dan menghancurkan ayahnya dengan mengubah diri dan mewarisi bisnis ayahnya, lalu ketika semua sudah ada di tangannya, ia akan menyingkirkan ayahnya.     

Untuk itu, ia akan belajar keras dan menata hidupnya dan bersabar menunggu hingga ia memperoleh kekuasaan yang diincarnya. Ia bahkan telah memiliki rencana hingga enam tahun ke depan.     

Sementara itu, Emma sangat ingin mencari orang tuanya dan ia tahu bahwa ia harus berhati-hati agar keberadaan mereka tidak dicurigai siapa pun. Ia juga harus bersabar dan berusaha untuk dapat mencari jejak keluarganya. Kalau ia sudah bersabar selama tiga belas tahun, maka ia tentu dapat bersabar beberapa tahun lagi.     

Ia bersyukur karena ia bertemu Haoran di waktu dan tempat yang tepat. Mereka memiliki tujuan berbeda, tetapi saling bersimpangan. Dan Haoran sangat baik kepadanya. Saat ini, Haoran adalah satu-satunya orang yang ia percaya untuk menyimpan rahasianya dan membantunya mencari orang tuanya.     

"Aku senang kita sudah mendapat kesepakatan," kata Emma. "Terima kasih atas semua bantuanmu."     

"Aku senang bisa membantumu," kata Haoran. "Sesungguhnya, sejak bertemu denganmu, hidupku menjadi lebih menyenangkan."     

Emma mengangguk. Setelah menulis beberapa catatan lagi di ponselnya, gadis itu lalu meminta diri. "Aku mau tidur. Sampai jumpa besok pagi."     

Haoran melihat jam tangannya dan mendesah kaget. "Ini sudah mau jam dua pagi. Kau tidak tidur di sini saja?"     

"Astaga, Haoran... kau pikir kamarnya letaknya sejauh apa, sih? Aku tinggal turun ke bawah," kata Emma sambil memukul bahunya. Haoran hanya tertawa dan bangkit berdiri untuk membukakan pintu bagi Emma.     

"Aku hanya bercanda," kata pemuda itu. Emma mengernyitkan alisnya dan berjalan keluar menuju lift.     

"Sampai besok," kata Emma sambil melambai.     

"Selamat tidur, Stardust."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.