Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Prolog: Putri Arreya dan Jendral Kaoshin Stardust (2)



Prolog: Putri Arreya dan Jendral Kaoshin Stardust (2)

0Pesawat kecil itu melesat cepat ke arah bumi setelah Arreya memasukkan koordinat yang dituju. Ia lalu duduk di kursi kendali memejamkan mata berusaha menenangkan dirinya. Ia selalu emosional saat mengingat peristiwa beberapa tahun lalu ketika Kaoshin dan dirinya baru mendarat di bulan. Ia tidak bisa mengingat apa yang terjadi setelah pesta di istana di malam sebelum pernikahannya itu.     

Kaoshin melakukan penyelidikan selama berhari-hari sambil mengatur agar para robot yang mereka bawa di kapsul dapat melakukan perbaikan pada bagian-bagian yang rusak. Arreya tidak ketinggalan ikut membantunya.     

Gadis itu sempat memimpin divisi para engineer di Planet Akkadia sebelum ia dinobatkan sebagai putri mahkota dan kemampuannya menangani kerusakan mesin termasuk cukup baik.     

"Bagaimana kemajuannya?" tanya Kaoshin sambil berjalan mendekati Arreya yang sedang mengawasi dua robot yang sedang memperbaiki buritan kapsul yang mengalami kebocoran.     

Gadis itu menggeleng. "Buruk. Perlu waktu lama untuk membuatnya pulih dan itu juga tidak seratus persen."     

"Hmm..." Kaoshin mengangguk. Ia mengangkat wajahnya dan menatap ke langit yang hitam pekat dihiasi jutaan galaksi. "Kau lihat planet biru di bawah sana?"     

Arreya mengikuti arah pandangan Kaoshin dan ikut mengangguk. "Planet itu indah sekali. Sepertinya mereka memiliki sangat banyak air. Di sini tidak ada air."     

"Benar. Kalau melihat dari permukaannya, kira-kira 70 persen permukaan planet itu ditutupi oleh air. Mereka sangat beruntung memiliki planet yang banyak airnya. Untung kita membawa mesin-mesin yang lengkap di kapsul ini. Kita bisa memproduksi air dan menumbuhkan tanaman sendiri. Tetapi rasanya akan menarik kalau kita bisa melihat seperti apa tanaman yang tumbuh di planet biru itu."     

Arreya tahu Kaoshin sangat menyukai tanaman. Pria itu dari dulu sebenarnya ingin sekali menjadi ahli botani, tetapi pada akhirnya ia memilih bergabung dengan militer demi melindungi Arreya sebagai putri mahkota.     

"Kita bisa turun ke sana dan mencari tahu," kata Arreya sambil tersenyum.     

"Aku akan menyelidiki dulu bagaimana planet itu sebelum membawamu ke sana. Aku tidak akan mengambil risiko dengan keselamatanmu. Kau ingat bagaimana satelit-satelit mereka menyerang kapsul kita?" tanya Kaoshin.     

Arreya mengangguk. "Tidak lupa. Ini saja para robot kita masih memperbaiki kerusakannya. Tapi menurutku apa yang mereka lakukan itu wajar. Mereka tentu menganggap kita sebagai pengunjung gelap yang mencurigakan. Kita perlu mengontak mereka secara benar."     

Wajah Kaoshin tampak menjadi gelap mendengar saran Arreya. Bagaimana ia akan mengontak planet biru itu? Mereka hanya berdua. Tentu keberadaan mereka dan niat mereka menjalin kontak akan sangat dicurigai.     

"Kita tidak usah menguatirkan hal seperti itu di saat seperti ini. Sebaiknya fokus memperbaiki kapsul dan membangun sistem untuk bertahan hidup," katanya kemudian. "Kau sepertinya sudah lelah. Beristirahatlah sebentar. Aku sudah menyiapkan makanan untuk kita."     

Arreya mengangkat wajahnya dan tersenyum mengiyakan permintaan Kaoshin. Pria itu mengeluarkan sebuah kotak kecil dari sakunya dan mengambil 5 butir pil dari dalamnya. Ia menyerahkan empat butir untuk Arreya.     

"Eh... banyak sekali. Aku cukup dua butir saja." Arreya mengambil dua butir pil dan mendorong tangan Kaoshin ke belakang, agar pria itu mengambil sisanya. "Kau lebih membutuhkan makanan daripada aku. Lihat, tubuhku lebih kecil darimu."     

Kaoshin tersenyum tipis dan akhirnya mengangguk. Ia memakan ketiga butir pil yang tersisa di tangannya dan menyimpan kembali kotaknya ke dalam saku.     

Mereka duduk beristirahat di atas dua buah kursi lipat yang disediakan sebuah robot pekerja untuk mereka. Sudah beberapa hari mereka terdampar di bulan seperti ini dan mereka belum sempat berkeliling ke sekitar mereka. Tetapi berdasarkan hasil pengamatan radar kapsul, tidak ada satu makhluk pun di bulan.     

Mereka tidak perlu kuatir diserang pihak asing. Karena itulah mereka bisa fokus untuk memperbaiki kapsul dan membangun sistem untuk bertahan hidup di tempat baru. Selama beberapa hari ini mereka tidak membicarakan apa yang sudah terjadi, yang mengakibatkan keduanya terdampar dalam kapsul kargo di luar angkasa.     

Arreya masih belum memperoleh ingatannya, dan Kaoshin masih belum mendapatkan hasil memuaskan dari penyelidikannya pada buku log navigasi kapsul mereka. Rasanya semua masih menjadi misteri.     

***     

"Tuan Putri Arreya..." Gadis itu tersentak bangun dengan air mata yang hampir menggenang di matanya. Tanpa disadarinya, ia menangis dalam tidur. Cepat-cepat ia mengusap matanya lalu berpaling pada layar komputer yang ada di sebelah kirinya.     

"Jendral Kaoshin Stardust!" Arreya terpekik kaget ketika melihat wajah pemuda yang amat dirindukannya itu muncul di layar komputer. "Jendral Kaoshin Stardust.. di mana kau?"     

"Aku telah merekamnya sebelum aku pergi ke Bumi. Bila aku tidak juga kembali, tentu kau akan menyusulku dengan pesawat ini..."     

Arreya menggeleng-geleng sedih. Itu bukan Kaoshin... melainkan hanya rekaman pesan yang ia tinggalkan.     

"Tuan Putri Arreya, kumohon pikirkan kembali keputusanmu untuk pergi ke Bumi. Keadaannya masih misterius. Pesawat ini kumasukkan dalam pengendalikan otomatis kembali ke Bulan. Maafkan aku."     

"Tidak mau! Kaoshin, kau jahat...!" Arreya menjerit sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. "Kau tidak tahu betapa aku sangat kesepian di sana. Bertahun-tahun kau meninggalkanku... Tidak ada seorang pun yang bisa kuajak bicara selain komputer."     

Dengan panik ia mematikan kendali otomatis lalu mencoba mengendalikan sendiri pesawatnya. Selama ia tertidur, ternyata pesawat telah mengarah kembali ke Bulan.     

Ugh... kini Arreya terpaksa mengemudikan sendiri pesawatnya dan mengamati setiap koordinat dan arah perjalanannya agar ia bisa tetap menuju Bumi seperti rencana semula.     

"Jendral Kaoshin, kau salah kalau berpikir aku mau tinggal di Bulan sendirian..."     

Pesawat itu memang kecil tetapi berteknologi warp dan dalam beberapa jam saja sudah melintasi atmosfer bumi. Arreya telah menghidupkan perisai yang akan melindungi pesawatnya dari gesekan dengan atmosfer dan radar maupun pengindraan semua satelit bumi.     

Pesawat kecil itu meluncur cepat dan mendarat di sebuah hutan yang lebat. Goncangannya sangat keras sehingga Arreya menjerit dan jatuh pingsan.     

***     

Arreya terbangun dan meraba keningnya yang sedikit terluka akibat benturan kuat saat pendaratan tadi.     

Di mana aku? pikirnya gelisah. Arreya memandang takjub pada semua panel kontrol yang ada di sekitarnya. Dengan agak takut-takut ia memencet sebuah tombol berukuran agak besar.     

SYUUUT....     

Layar komputer di sebelah kirinya tiba-tiba menyala dan tampaklah wajah seorang pemuda tampan yang seketika membuatnya terpaku. Pemuda berambut berwarna perak dengan sepasang mata biru-hijau berkillauan yang tampak serius sedang bicara dengan tenang. Nada suaranya lembut namun tegas.     

"Tuan Putri Arreya, Aku telah merekamnya sebelum aku pergi ke Bumi. Bila aku tidak juga kembali, tentu kau akan menyusulku dengan pesawat ini."     

Arreya menggeleng-geleng sambil menepuk keningnya.     

"Siapa laki-laki ini? Siapa Tuan Putri Arreya yang ia sebut barusan?"     

Ia merasa Arreya adalah namanya sendiri, tetapi entah kenapa ia tidak ingat apa pun.     

"Tuan Putri Arreya, kumohon pikirkan kembali keputusanmu untuk pergi ke Bumi. Keadaannya masih misterius. Pesawat ini kumasukkan dalam pengendalikan otomatis kembali ke Bulan. Maafkan aku..."     

Arreya terhenyak. Sekarang ia benar-benar yakin dirinyalah yang dipanggil Tuan Putri Arreya itu. Ia segera menjadi panik karena tidak bisa mengingat apa pun tentang dirinya. Diperiksanya semua barang yang ada di dalam pesawat dan menemukan sebuah tas berisi benda-benda bertuliskan nama Arreya dan Jenderal Kaoshin Stardust.     

Apakah pria di dalam layar tadi Kaoshin Stardust? Siapa dia?     

"Ah.. aku.. aku harus mencari orang itu. Ia pasti tahu siapa diriku." Dengan pikiran memusing Arreya mengganti bajunya dengan pakaian yang lebih ringkas lalu keluar dari pesawatnya. "Aku ada di Bumi... tetapi, di mana dia?"     

Arreya dengan cepat menyadari bahwa gravitasi bumi jauh lebih berat daripada gravitasi bulan. Dan oksigen di planet ini ternyata lebih kaya daripada yang dia duga! Butuh beberapa menit baginya untuk menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya setelah dia melepas perlengkapan pelindungnya dan menarik napas dalam-dalam.     

Bertahun-tahun kemudian Arreya masih mengingat hari dia mendarat di bumi adalah 15 Juli 2038.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.