Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Dasar Laki-Laki Tidak Punya Perasaan



Dasar Laki-Laki Tidak Punya Perasaan

0Therius membungkuk sedikit hendak mencium bibir merah itu dengan selembut mungkin, agar yang empunya tidak terbangun.     

Namun...     

Belum sempat kedua bibir mereka bertemu, tiba-tiba saja sepasang mata topaz Emma terbuka.     

Kedua mata Therius seketika membelalak lebar sekali.     

Habislah aku, keluhnya dalam hati.     

Therius sungguh terkejut melihat sepasang mata topaz Emma tiba-tiba terbuka dan menatapnya dari jarak begitu dekat.     

Untuk sesaat ia terpaku.     

Pemuda itu menelan ludah dengan susah payah.     

Sebenarnya, sebagai pangeran putra mahkota dan pemimpin di kapal ini, ia bisa saja bertindak sewenang-wenang dan tidak usah mempedulikan protes Emma.     

Tetapi ia memikirkan urusan jangka panjang dan dari sudut mana pun rasanya ia yang akan rugi jika bersikap kasar kepada Emma karena hal itu hanya akan membuat sang putri semakin membencinya.     

Bagaimanapun Therius mencintai gadis pemarah ini dan berharap suatu kali akan dapat menikahinya karena cinta. Ia tak ingin menghapus peluang itu dengan bertengkar karena hal seperti ini.     

Kalau bisa, walaupun sekarang Emma membencinya, Theris berharap ia akan dapat menunjukkan kepada gadis itu bahwa ia tidak seperti yang Emma kira.     

Kalaupun Emma tidak bisa mencintainya ketika mereka menikah, Therius tak ingin kehidupan pernikahannya bersama gadis itu akan menjadi dingin dan menyedihkan. Setidaknya, mereka harus dapat hidup bersama secara baik. Apalagi kalau nanti ada anak di antara mereka.     

Astaga.. apa yang kupikirkan ini? Therius menegur dirinya sendiri. Ia telah berpikir demikian jauh hingga membayangkan anaknya bersama Emma.     

Ia segera mundur dan berusaha mengatakan sesuatu untuk meminta maaf. Namun, belum sempat ada suara keluar dari bibir Therius, tiba-tiba saja Emma kembali menutup matanya.     

Lalu ia tertidur, seolah tidak terjadi apa-apa.     

Astaga....     

Therius belum pernah merasa selega itu dalam hidupnya.     

Krisis terhindari.     

Ia berdiri terpaku di tempatnya selama beberapa saat dan mencoba memikirkan risiko yang akan dihadapinya keesokan harinya.     

Jika Emma besok mengingat peristiwa ini, ia akan sadar bahwa Therius ada di kamarnya ketika Emma sedang tidur. Dan gadis itu akan dapat dengan mudah menduga bahwa Theriuslah yang membawanya ke kamar.     

Hal itu tentu saja akan membuat Emma curiga bahwa Therius memang mencoba menciumnya...     

Ah...     

Tidak dapat dibiarkan.     

Ia tidak dapat mengambil risiko itu sekarang. Seandainya Emma tidak terbangun seperti tadi, rasanya tidak akan ada masalah. Tetapi sekarang ia tidak mau mengambil risiko. Ia takut besok ketika bangun di kamarnya, Emma akan mengingat peristiwa barusan.     

Akhirnya... Therius pun mengambil keputusan.     

Ia mengangkat selimut dari tubuh Emma dan melipatnya dengan rapi lalu ditaruh di ujung tempat tidur. Kemudian, dengan hati-hati lalu mengangkat tubuh Emma dari tempat tidur dengan kedua tangannya.     

Dengan sangat perlahan-lahan, Therius lalu menggendong Emma keluar dari kamar dan membawanya kembali ke perpustakaan.     

Setibanya di sana, sang pangeran segera membaringkan gadis itu kembali di sofa dan menyelimutinya. Therius lalu berjalan keluar perpustakaan.     

Sebelum tiba di pintu, ia berbalik dan memandang gadis itu agak lama. Ia berharap Emma tidak ingat peristiwa tadi.     

Setelah memastikan Emma tidur dengan baik, ia lalu keluar dan menutup pintu di belakangnya.     

***     

Emma menggeliat pelan dan membuka matanya. Tubuhnya terasa pegal-pegal karena posisi tidur yang kurang nyaman. Perlu beberapa detik baginya untuk mendapatkan seluruh kesadarannya dan menyadari di mana ia berada.     

"Astaga...!" Ia segera duduk dan memandang ke sekelilingnya dengan ekspresi kaget. "Aku ketiduran di perpustakaan?"     

Ia memijit kepalanya dan mengeluh pelan. "Tega sekali Therius itu membiarkanku tidur di perpustakaan. Dasar laki-laki yang tidak punya hati. Brengsek."     

Emma mengecam Therius dan segera melempar selimut yang menutupi tubuhnya. Ia lalu turun dari sofa.     

Ia meregangkan tubuhnya dan merasakan lengan dan kakinya pegal-pegal. Sepertinya ia telah tertidur cukup lama dalam posisi meringkuk yang tidak nyaman tadi. Sambil mengomel-ngomel, ia lalu kembali ke kamarnya dan melanjutkan beristirahat di sana.     

Sebagai tanda protes ia sengaja tidak datang ke kelas Therius siang itu. Kapal ini memang sengaja dibuat seolah memiliki waktu siang dan malam untuk membiasakan jam biologis orang-orang yang ada di dalamnya tetap terjaga dengan baik.     

Atila terpaksa datang mengetuk pintu kamarnya untuk memastikan bahwa Emma baik-baik saja.     

"Hallo, Nona. Tuan Therius menanyakan kenapa Anda tidak datang ke perpustakaan untuk belajar besamanya?" tanya Atila setelah Emma membukakan pintu. "Tuan mengira Nona sakit, tetapi saya memberitahunya bahwa tadi Anda sudah datang ke kelas saya dan Anddara. Sekarang beliau bingung dan ingin tahu apa yang terjadi sehingga Nona tidak datang ke kelasnya."     

Emma memutar matanya. Therius ini memang sangat menyebalkan. Mentang-mentang dia seorang pangeran, dia menyuruh orang lain untuk menanyakan keadaan Emma.     

Seharusnya dia sadar diri bahwa kalau Emma datang ke kelas Atila dan Anddara tetapi sama sekali tidak datang ke kelasnya, berarti Emma memang sengaja melakukannya, karena ia marah kepada guru ketiganya.     

Hal itu seharusnya cukup untuk membuat Therius mengerti bahwa tindakannya semalam, membiarkan Emma tertidur di perpustakaan begitu saja sungguh tidak punya hati dan Emma ingin menunjukkan protesnya.     

"Bilang saja kepadanya aku sedang tidak enak badan karena semalaman aku terpaksa tidur di perpustakaan. Karena ia yang bertanggung jawab membiarkanku seperti itu, maka aku memutuskan untuk bolos kelasnya dan beristirahat untuk membayar tidurku yang buruk."     

Atila tertegun mendengar jawaban Emma.     

Astaga... Ia tidak mengira Pangeran Therius begitu dinginnya dan tidak berperasaan kepada Emma, sehingga membiarkan saja gadis itu tidur di perpustakaan. Ia telah melihat betapa kecilnya sofa di perpustakaan itu. Tentu siapa pun yang tidur meringkuk di sana akan merasa sangat tidak nyaman.     

"Baiklah, Nona. Saya mengerti. Silakan Anda kembali beristirahat. Saya akan memberi tahu Tuan."     

Atila permisi dan kembali ke perpustakaan. Ia menyampaikan kepada Therius persis seperti yang dikatakan Emma kepadanya.     

"Nona Emma merasa tidak enak badan karena semalam Tuan membiarkannya tidur di perpustakaan. Karena itu, Nona memutuskan untuk beristirahat di jam pelajaran Tuan."     

Therius mengernyitkan keningnya. "Emma tidak enak badan?"     

Ia bangkit dari kursinya dan berjalan keluar perpustakaan. Tanpa menoleh ia mengangkat tangannya dan memberi tanda kepada Atila untuk ikut dengannya. "Kau ikut denganku untuk memeriksa kesehatannya."     

Atila adalah seorang dokter, dan selain menjadi guru dan asisten pribadi Emma, ia juga ditunjuk untuk mengurusi kesehatan sang putri.     

Atila tersenyum lebar dan menggeleng-geleng melihat Therius berjalan menuju kamar Emma. Ia tahu Emma tidak sugguh-sungguh sakit, melainkan hanya protes atas perlakuan Therius. Tetapi rupanya sang pangeran menjadi kuatir dan ingin memastikan sendiri dengan membawa dokter memeriksa kondisi Emma.     

"Tuan, Nona Emma tidak sakit. Beliau hanya marah kepada Tuan karena membiarkannya tidur di perpustakaan sendirian," kata Atila akhirnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.