Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Habislah Aku!



Habislah Aku!

0Setelah berpikir agak lama, akhirnya Therius memilih pilihan yang aman dan menyentuh bahu Emma untuk membangunkannya.     

Dalam hati ia merasa kasihan karena gadis itu pasti merasa lelah. Emma belajar keras seharian dan kini menghabiskan waktu hampir lima jam menonton berbagai video dan laporan yang cukup menguras otak. Pastilah ia merasa sangat kelelahan sehingga jatuh tertidur seperti ini.     

"Putri Emma... bangunlah. Kau tidak boleh tidur di sini," kata Therius. Ia menyentuh bahu Emma berkali-kali, tetapi gadis itu malah mengayunkan tubuhnya ke samping dan membaringkan kepalanya di sofa perpustakaan yang kecil itu.     

Sia-sia saja Therius berusaha membangunkannya dengan lembut, karena Emma tampak terlalu lelah untuk dapat dibangunkan.     

Therius mendesah kebingungan, tidak tahu harus berbuat apa.     

***     

"Jadi?" Xion bertanya keheranan. Ia menguap berkali-kali sambil mengarahkan pandangannya bergantian ke arah Therius dan Emma yang tertidur di sofa perpustakaan. "Ayo putuskan sesuatu. Kau sudah berdiri memandanginya begitu selama hampir setengah jam tanpa berbuat apa-apa. Aku sudah mengantuk."     

Xion benar-benar merasa EQ sahabatnya sangat rendah kalau untuk urusan menghadapi wanita. Emma tinggal dipaksa bangun atau digendong ke kamar saja kan, apa sih susahnya?     

Tadi Therius memanggil Xion yang sedang enak-enak bersantai di kamarnya, sudah siap untuk tidur. Therius benar-benar tidak tahu ia harus melakukan apa untuk mengatasi masalah Emma yang tertidur di sofa seperti ini.     

Ketika ia meminta pendapat Xion, tentu saja sahabatnya itu menyuruh Therius membangunkan Emma.     

"Aku sudah coba membangunkannya. Kan kau sudah lihat seperti apa? Dia tidak mau bangun juga. Rupanya dia kelelahan. Ini salahmu karena kau memforsir latihannya selama beberapa hari terakhir," omel Therius.     

"Kau itu kurang keras membangunkannya," gerutu Xion. Ia berjalan hendak menghampiri Emma dan bersiap memukul bahunya, tetapi belum sempat tangannya melayang menyentuh Emma, Therius telah menarik bajunya keras sekali sehingga Xion mundur ke belakang. Xion menoleh ke arah Therius dengan wajah terlihat bingung "Hei.. kenapa kau mencegahku? Kau mau dia bangun atau tidak?"     

"Kau pikir dibangunkan dengan kasar itu enak? Kalau ada orang yang membangunkanku dengan kasar, seperti yang akan kau lakukan tadi, aku akan membunuh orang itu!" tukas Therius. "Kau tidak boleh membangunkan Emma dengan kekerasan!"     

"Astaga.. Therius. Kalau kau memang tidak mau membangunkannya secara paksa, kau kan bisa menggendongnya ke kamar? Kau tidak perlu aku untuk mengambil keputusan seperti itu...." omel Xion. Ia menguap lagi.     

"Tapi kau tahu sendiri betapa dia sangat membenciku. Nanti dia akan bertambah benci karena dia mengira aku mengambil kesempatan." Therius tampak ragu untuk menuruti saran sahabatnya.     

"Salah sendiri dia tidur sembarangan," jawab Xion acuh tak acuh.     

"Kita tidak bisa menyalahkan orang yang kelelahan. Itu tandanya dia seorang pekerja keras. Kebetulan saja dia terlalu lelah dan jatuh tertidur di sini. Kalau ada yang perlu disalahkan, itu adalah kau yang telah memaksanya berlatih aeromancy dengan begitu keras," kecam Therius.     

"Kalau ada yang perlu disalahkan, itu adalah kau yang membawanya menonton laporan membosankan selama berjam-jam," balas Xion.     

"Bukan aku yang mengajaknya menonton laporan berjam-jam. Dia sendiri yang meminta. Aku sudah bilang dia bisa berhenti menonton kapan saja," tukas Therius. "Dan agar kau tahu saja, laporannya TIDAK membosankan."     

"Oh, Therius.. aku sudah sangat mengantuk dan kau menggangguku dengan masalah sepele yang sama sekali tidak perlu. Kalau kau benar-benar ingin memindahkannya tidur ke kamarnya tetapi kau tidak mau menggendongnya, biarkan aku saja yang melakukannya..." kata Xion akhirnya.     

Ia bergerak menghampiri Emma di sofa, tetapi sebelum ia sempat menyentuh gadis itu, Therius telah mendorongnya ke samping dan mengangkat tubuh Emma pelan-pelan dengan kedua tangannya.     

"Enak saja kau mau menyentuh calon istriku," omel Therius sambil mendelik ke arah Xion.     

Dengan sangat hati-hati, karena takut membangunkan Emma, ia berjalan membawa gadis itu dalam gendongan tangannya melintasi lorong di lantai lima menuju ke kamar Emma.     

"Tidak usah terlalu hati-hati! Tadi kau kan coba membangunkan dia tapi tidak bisa. Sepertinya dia kalau sudah tidur pulas akan susah dibangunkan..." seru Xion dari belakang. Therius tidak menggubris ucapan sahabatnya.     

Ketika ia tiba di depan pintu kamar Emma, secara otomatis pintu membuka ke samping dan ia pun berjalan masuk ke dalam. Ini adalah salah satu kamar terbaik di kapal dan ia sengaja menyuruh orang-orangnya untuk menyiapkan kamar ini untuk ditempati oleh Emma.     

Saat ia melihat sekelilingnya, Therius mendecak puas. Ia melihat kamar ini dijaga tetap rapi dan dipakai dengan baik. Ia dapat membayangkan Emma menghabiskan banyak waktunya di sofa sebelah situ dan memandangi luar angkasa dari jendelanya yang sangat besar. Ia memiliki jendela dan sofa yang mirip di kamarnya sendiri, dan itulah yang sering ia lakukan.     

Therius lalu berjalan menuju tempat tidur dan perlahan-lahan meletakkan tubuh Emma di atasnya. Ahh.. sekarang ia menyesal sendiri. Kenapa tadi ia berjalan cepat-cepat ke kamar ini sehingga sekarang ia sudah harus berpisah dengan tubuh indah gadis itu?     

Seharusnya ia bisa berjalan selambat keong, dengan alasan takut membangunkan Emma.     

Sekarang sudah terlambat. Ugh... Dasar kau bodoh. Therius mengomeli dirinya sendiri.     

Hmm..     

Ketika ia selesai menaruh tubuh Emma di tempat tidur dan menyelimutinya baik-baik. Therius tertegun memandangi wajah gadis jelita itu selama beberapa saat. Ia lalu mengangkat tangannya dan menyentuh seuntai rambut Emma yang menjuntai ke pipinya, lalu merapikannya ke samping kepalanya.     

Pemuda itu pun berkhayal tentang masa depan, lima tahun lagi saat perjanjian mereka berakhir dan Emma menjadi istrinya, entah karena ia kalah bertarung, atau karena Emma akhirnya bisa jatuh cinta kepadanya.     

Ia berharap karena Emma jatuh cinta kepadanya.     

Ahh.. akankah hal itu bisa terjadi?     

Therius menjadi tergoda hendak mencium bibir merah Emma yang seksi untuk mengetahui seperti apa rasanya.     

Ia membuang muka dan mengalihkan perhatiannya demi mencoba menahan diri, tetapi rasanya berat sekali.     

Wangi tubuh Emma yang khas masih memenuhi hidungnya dari saat ia menggendong gadis itu di tangannya tadi. Mengapa wangi seorang wanita bisa begini menyenangkan?     

Selama belasan tahun, ia selalu dikelilingi gadis-gadis yang ingin dekat dengannya, dan berharap dicintai olehnya, tetapi tidak ada satu pun yang wanginya membuat ia tergila-gila seperti Emma.     

Beginikah rasanya jatuh cinta?     

Ia mendesah. Dadanya berdebar-debar dan napasnya mulai sesak. Akhirnya, ia tidak tahan lagi.     

Therius pun membungkuk sedikit dan hendak mencium bibir merah itu dengan selembut mungkin, agar yang empunya tidak terbangun.     

Namun...     

Belum sempat kedua bibir mereka bertemu, tiba-tiba saja sepasang mata topaz Emma terbuka.     

Kedua mata Therius seketika membelalak kaget sekali.     

Habislah aku, keluhnya dalam hati.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.