Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Kau Seperti Kekasih Therius



Kau Seperti Kekasih Therius

0Walaupun Emma berusaha menyembunyikan kesedihannya, tetap saja Xion yang memperhatikannya dapat melihat bahwa Emma sedang bersedih. Ia segera menepuk bahu gadis itu dan meremasnya pelan.     

"Jangan putus asa dulu. Nanti kalau kita sudah tiba di Akkadia, kau akan dapat berlatih lebih banyak untuk mengalahkan Therius. Lima tahun bukanlah waktu yang sedikit."     

Emma mengangkat wajahnya dan buru-buru menghapus air matanya agar tidak terlihat lemah di depan Xion.     

"Hmm... boleh aku minta wine-nya sedikit?" tanya Emma.     

"Ini?" Xion menoleh pada botol wine di tangan kirinya. Tanpa berpikir dua kali ia segera menyerahkannya kepada Emma. "Ambillah. Kurasa aku suka minum denganmu. Selama ini aku terbiasa minum sendiri karena si pangeran es itu tidak kuat minum."     

"Hmm.." Emma lalu menenggak wine di botol yang barusan diberikan Xion kepadanya. Ia memejamkan mata dan meneguk berkali-kali hingga tanpa sadarnya botol itu menjadi kosong.     

"Ehh... aduh aduh.. aduh.. kau bilang tadi hanya sedikit," omel Xion. Ia buru-buru merebut botol winenya dari tangan Emma, tetapi ia sudah terlambat. Semua sisa wine-nya telah menghilang ke perut gadis itu. "Astaga... kau ini monster tukang minum, ya?"     

"Uhm.. maaf," kata Emma. Ia bangkit berdiri dari lantai dan berjalan menuju lounge. "Mau kuambilkan wine lagi?"     

"Tentu saja!" tukas Xion sambil berjalan mengikutinya. Setelah ia duduk di sofa ia buru-buru melambaikan tangannya dan menarik pinggang Emma dengan tangan raksasa dari udara yang ia ciptakan. "Duduklah bersamaku di sini. Tidak usah repot-repot."     

Emma yang terhempas ke sofa di luar keinginannya hendak protes, tetapi ia setelah ia duduk di sofa, ia malah mengagumi cara Xion menggunakan aeromancy untuk memaksanya duduk barusan.     

"Kau bisa membuat tangan raksasa dari udara seperti itu... kurasa sangat mengesankan. Bagaimana kau bisa melakukannya?" tanya Emma penasaran. "Aku ingin bisa menjadi sepertimu."     

"Oh.. kau pasti akan bisa melakukannya suatu hari nanti, kalau kau sudah bisa menghantam lingkaran target selama 200 kali berturut-turut. Percayalah..." kata Xion. Ia lalu menunjuk botol wine yang berjejer rapi di atas counter. "Cara pertama untuk melatih kekuatanmu adalah menggunakannya sesering mungkin. Kau lihat botol wine di counter itu? Coba angkat ke sini dengan menggunakan aeromancy dan tuangkan wine untukku."     

"Eh... bagaimana caranya?" tanya Emma.     

"Seperti ini," kata Xion. Ia mengangkat tangan kirinya dan sesaat kemudian sebuah botol segera melayang ke arah mereka. Sebelum Emma dapat menangkap botol tersebut, Xion telah mengembalikannya ke counter. "Sekarang kau coba sendiri."     

Emma mengigit bibirnya, berusaha memusatkan perhatiannya pada berbagai botol wine yang ada di counter itu. Ia dapat mengangkat dirinya dan Haoran ke udara dan terbang sesukanya, tetapi ia selalu mengeluarkan energi cukup besar.     

Kalau mengambil botol wine dari counter saja, rasanya ia harus mengatur baik-baik agar energi yang digunakannya tidak berlebihan. Kalau energinya berlebihan, botol itu bisa melesat terlalu cepat dan malah kemudian menghantam kepalanya dan Xion.     

"Latihan ini baik untuk mengatur presisi," kata Xion. "Semakin akurat kau dapat mengendalikan kekuatanmu dan mengarahkannya dengan baik, maka kau akan semakin ahli membidik sasaran."     

Emma mengangguk paham. Ia mengatur napasnya dan kemudian memusatkan perhatiannya pada salah satu botol wine di counter.     

Perlahan-lahan ia melingkari botol itu dengan udara dan mengangkatnya ke atas... lalu, perlahan tapi pasti bergerak menuju ke arahnya dan Xion.     

HUP!     

Sebelum Emma berhasil menangkap botol itu, Xion telah menyambar botol tersebut dan membuka tutupnya.     

"Bagus sekali! Kau adalah murid yang pintar," puji Xion sambil mengacak rambut Emma seperti kepada anak kecil.     

Pujiannya tidak membuat suasana hati Emma membaik karena sang gadis tidak suka rambutnya diacak seperti itu.     

"Hiish.. aku bukan anak kecil," omel gadis itu. "Lagipula kau sudah bilang kau tidak mau menerimaku sebagai murid dan aku juga tidak mau punya guru mesum sepertimu."     

"Halah.. kau ini rupanya pendendam ya," komentar Xion, tidak peduli pada kemarahan Emma. Ia telah menuang wine ke gelas Emma dan menyodorkannya kepada gadis itu. Ia lalu menuang wine untuk dirinya sendiri.     

"Aku tidak pendendam. Aku adalah orang yang adil," kata Emma. "Orang yang berbuat baik kepadaku akan mendapatkan kebaikan, dan orang yang berbuat jahat kepadaku akan mendapatkan balasan atas kejahatan mereka."     

"Kata-katamu terdengar mirip seperti Therius," kata Xion. Nada suaranya terdengar menggoda. Ia tahu Emma sangat membenci Therius dan tidak suka disama-samakan dengan pemuda itu. Namun, entah kenapa, Xion justru senang sekali mengganggu Emma.     

Sejak ia bertemu gadis itu, rasanya ia menjadi bersemangat untuk mengisenginya dan membuatnya marah. Omelan-omelan gadis itu terasa bagaikan hiburan yang menyenangkan di tengah perjalanan mereka yang membosankan melintasi antariksa ini.     

"Aku tidak mirip dia, ya," kata Emma. "Kau hanya omong kosong."     

"Eh, aku tidak berbohong soal kepercayaan Akkadia itu. Mereka memang percaya bahwa orang yang wajahnya mirip itu sebenarnya berjodoh. Mereka sudah berjodoh sejak belum dilahirkan. Mereka termasuk orang-orang yang beruntung karena dapat menemukan jodoh mereka dengan lebih mudah. Orang lain yang tidak begitu beruntung, harus mengandalkan berbagai proses perkenalan yang kadang tidak selalu mulus."     

Emma memutar matanya saat mendengar kata-kata Therius. "Kalau kau perempuan, pasti aku akan mengira kau ini jatuh cinta kepada Therius. Kau selalu membelanya dan memperlakukannya seperti kepada kekasih."     

"Oh ya? Kau pikir begitu?" tanya Xion keheranan. "Dia sahabatku, orang yang paling dekat denganku di seluruh semesta ini. Jadi tentu saja aku memperlakukannya seperti kekasih, karena aku tidak punya kekasih. Satu-satunya orang yang kukasihi di dunia ini adalah Therius."     

"Astaga..." Emma yang barusan mengangkat gelas winenya dan hendak menyesapnya, tanpa sadar membatalkan niatnya. Ia menurunkan gelas wine dari bibirnya dan menatap Xion keheranan. "Kau serius?"     

"Aku serius," kata Xion. "Apakah kau memiliki sahabat, orang yang paling dekat denganmu di seluruh semesta ini?"     

Emma menghela napas. Ia teringat kepada Haoran. Tentu saja, Haoran adalah sahabatnya, dan kemudian menjadi kekasihnya. Ia merasa Haoran adalah belahan jiwanya, yang mengerti Emma luar dalam dan mau melakukan apa pun untuk gadis itu.     

Pembicaraan mereka membuat perasaan Emma menjadi sedih. Ia kemudian mengangguk. "Sahabatku adalah Haoran. Dan aku kemudian menikah dengannya. Kurasa kalau Therius itu perempuan, kau juga akan menikah dengannya?"     

Xion tergelak-gelak mendengar kata-kata Emma. "Hahaha... Kalau aku menikah dengan Therius, kau pikir masalahmu akan hilang dan kau bisa pergi meninggalkannya? Kau ini pikirannya cukup kreatif ya?"     

Emma mendelik dan menyesap wine-nya.     

"Aku tidak mengerti apa yang kau lihat dari orang seperti itu. Kenapa kau mau menjadi sahabatnya?"     

"Hmm... kau sungguh-sungguh ingin tahu?" tanya Xion sambil tersenyum simpul.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.