Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Kau Sungguh Calon Ratu Akkadia Yang Pengertian



Kau Sungguh Calon Ratu Akkadia Yang Pengertian

0Pikiran Emma dipenuhi berbagai pertanyaan saat ia berjalan meninggalkan perpustakaan menuju ke kamarnya untuk beristirahat.     

Kenapa rasanya mudah sekali? Therius mengajarinya membaca, ia juga menjamin perkataannya yang menjanjikan kebebasan Emma lima tahun lagi jika Emma dapat mengalahkannya dengan membuat kontrak perjanjian di antara mereka, dengan Xion dan Atila sebagai saksi.     

Therius juga sama sekali tidak menolak untuk mengajari Emma telemancy dan pyromancy. Padahal itu sama saja seperti mengajari musuhnya untuk menjadi lebih kuat dan memperoleh kesempatan lebih besar untuk mengalahkannya.     

Apakah Therius sama sekali tidak menganggapnya sebagai musuh? Apakah Therius tidak merasa terancam oleh Emma?     

Ataukah sang pangeran mempunyai rencana lain?     

Atau... mungkinkah ia akan berbuat curang untuk mengingkari perjanjian di antara mereka?     

Emma merasa curiga mengapa Therius begitu mudah memberikan apa yang ia inginkan. Rasanya pria itu tidak bersikap seperti musuh... Malah, ia bersikap seperti kekasih yang penuh perhatian.     

Brengsek!     

Aku bukan kekasihnya... Emma mengomel panjang pendek. Ia tidak rela diperlakukan oleh Therius layaknya kekasih.     

Mereka berdua adalah musuh. Emma masih membenci Therius yang dianggapnya memaksakan kehendak dan seenaknya. Dan sampai kapan pun... Emma tidak akan mau menikah dengannya. Bagaimanapun ia sudah memiliki suami.     

Bahkan.. kalaupun Haoran tidak pernah bangun lagi, Emma tidak akan mau menikah dengan raja Akkadia yang jelas-jelas menjajah negeri kelahiran ibunya.     

***     

"Sepertinya Nona sedang banyak pikiran.." komentar Atila saat ia memergoki Emma merenung di tengah pelajaran mereka. "Ada yang bisa saya bantu?"     

Emma tersentak dari lamunannya dan menatap Atila. "Uhm... aku sedang memikirkan jadwalku. Ada begitu banyak yang harus kuurus."     

"Oh... serahkan jadwal Anda kepada saya, Nona. Bukan Anda yang harus mengurusinya, melainkan saya," kata Atila dengan sigap. Ia mengeluarkan buku catatan dan pulpen lalu siap menulis.     

"Uhm... kau sudah tahu jadwalku sebagian besar. Aku hanya perlu mengatur jadwal latihan. Tidak terlalu sulit sebenarnya," kata Emma sambil tertawa.     

"Hmm... mari kita tuliskan di sini, apa saja yang harus prioritaskan," kata Atila sambil tersenyum menenangkan. "Sebagai asisten pribadi Nona, saya akan mencoba yang terbaik untuk mengatur jadwal Anda. Nona harus membiasakan diri dengan kegiatan terjadwal seperti ini, karena nanti setelah Anda menjadi putri mahkota dan kemudian menjadi ratu, Anda akan menjadi begitu sibuk dan harus mengandalkan asisten pribadi seperti saya untuk mengatur semuanya."     

"Tetapi aku belum bisa membaca," kata Emma. "Percuma kau menuliskan jadwalku di situ."     

"Tidak apa-apa. Saya yang akan menuliskannya. Nona cukup memberi tahu saya apa saja kegiatan yang harus Nona lakukan, nanti saya akan menuliskannya dan memberi kode warna. Nona bisa mengingat kegiatan dan jadwal masing-masing berdasarkan kode warnanya, dan nanti kalau Anda sudah bisa membaca, Nona bisa melihat tulisannya di buku catatan Anda."     

"Baiklah."     

Emma lalu menceritakan kepada Atila bahwa ia meminta Xion dan Therius untuk mengajarinya cara mengendalikan kekuatannya di ruang latihan. Ia tidak ingin berlatih setiap hari karena pelajarannya bersama ketiga guru pribadinya sudah cukup melelahkan dan menguras pikiran.     

Tetapi ia tidak ingin mengatur jadwal setiap dua hari sekali misalnya, karena mereka tidak memiliki hari Senin-Minggu di atas kapal dan ia akan kesulitan untuk mengikuti jadwalnya.     

Lalu, ia juga harus menentukan apakah ia ingin berlatih dengan Therius dua kali lebih sering daripada dengan Xion karena Therius dapat melatihnya dua jenis kekuatan, yaitu telemancy dan pyromancy, sementara Xion hanya satu.     

Emma juga tidak ingin seenaknya mengambil waktu Therius, karena ia tahu sang pangeran cukup sibuk. Walaupun Therius mengatakan Emma dapat menentukan jadwal sesukanya, ia tak ingin membuat Therius seolah menanam budi kepadanya dengan menyisihkan waktunya demi mengajari Emma.     

"Hmm... saya bisa mendatangi Pangeran dan menanyakan jadwal beliau lalu membandingkannya dengan jadwal Nona. Nanti kita bisa menemukan kesepakatan," kata Atila menenangkan.     

"Ah, baiklah kalau begitu," kata Emma lega. "Terima kasih."     

"Sama-sama, Nona. Ini sudah tugas saya."     

Emma merasa lega karena memiliki asisten pribadi seperti Atila yang sangat efisien. Beginikah rasanya menjadi orang penting?     

Sebelumnya, ia hanya seorang anak yatim piatu yang mengandalkan bantuan pemerintah Singapura untuk bertahan hidup. Ia tidak memiliki teman dan tak pernah mendapatkan perlakuan istimewa. Ia baru merasakan berbagai fasilitas khusus setelah menjadi kekasih Haoran.     

Ia masih belum terbiasa hidup seperti Haoran yang berasal dari keluarga sangat kaya dan selalu mendapatkan perlakuan istimewa. Emma ingat pertama kali merasakan terbang di cabin suite saat mereka pulang dari Paris, rasanya begitu luar biasa.     

Lalu, saat menginap di Shanghai, GM hotel tempat mereka menginap datang sendiri menyambut dirinya dan Haoran, bagaikan dua tamu agung, lalu toko Ruby & Co yang ditutup untuk umum saat Haoran dan dirinya berbelanja di sana...     

Semua itu sungguh membuat Emma merasa bagaikan seorang putri. Kini, ia akhirnya mengetahui bahwa sebenarnya dirinya memang keturunan raja dan ia berstatus sebagai seorang putri bangsawan.     

Bukan hanya itu, Therius pun memperlakukannya sebagai putri dari kerajaan Thaesi dan memberikan asisten pribadi kepadanya yang mengurusi semua kebutuhannya. Emma tak dapat membayangkan seperti apa kehidupannya di Akkadia nanti setelah mereka tiba.     

***     

"Tadi Atila mendatangiku untuk menanyakan jadwalku," kata Therius tiba-tiba saat ia sedang memeriksa hasil tulisan Emma di bukunya. "Kau tidak percaya kepadaku saat aku mengatakan bahwa kau boleh menentukan jadwal latihan sesukamu? Kenapa kau meminta Atila menanyakannya kepadaku?"     

Emma yang sedang melamun segera menoleh ke arah pria itu dan mengerucutkan bibirnya. "Aku hanya bersikap sebagai orang yang tahu sopan santun dan mencari waktu luangmu sebelum aku dapat menentukan jadwal."     

Therius menatap Emma dan mengerutkan keningnya. "Artinya... kau tidak percaya kepadaku."     

"Aku hanya tidak mau bersikap seenaknya." Emma mengangkat bahu. "Aku yakin kau pasti sibuk. Aku tidak mau sembarangan mengambil waktumu."     

Seulas senyum tipis tersungging di bibir Therius mendengar kata-kata Emma. "Ah.. kau sungguh calon ratu yang sangat pengertian."     

Emma memutar matanya dan kemudian membuang wajahnya. "Cih.. siapa yang pengertian kepadamu."     

"Hmm... Aku memang sibuk. Tetapi kapan pun kau membutuhkanku, aku akan menyediakan waktu untukmu," kata Therius dengan sungguh-sungguh.     

Emma memutar matanya semakin kuat sementara Xion yang tadi hampir tertidur di sudut perpustakaan segera batuk-batuk saat mendengar kata-kata Therius.     

Astaga... sang pangeran bisa bersikap romantis juga. Rupanya dia sudah belajar dari kebodohannya kemarin-kemarin, pikir Xion sambil tersenyum sendiri.     

Ia mengerling ke arah Emma dan hanya bisa mengurut dada saat melihat sikap gadis itu yang tetap memandang Therius dengan pandangan galak.     

Uhm... tapi sepertinya, apa pun yang ingin Therius lakukan sekarang untuk menarik hati Emma sudah gagal sebelum dicobanya. Emma tampak sama sekali tidak mempercayai kata-kata Therius sedikit pun.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.