Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Keresahan Emma



Keresahan Emma

0Therius menutup "Pelajaran hari ini sudah cukup sampai di sini," kata Therius, tidak mempedulikan sikap Emma yang mengacuhkannya. "Kemajuanmu sangat bagus. Aku yakin dua minggu lagi aku sudah bisa memberikan beberapa buku untuk kau baca."     

Emma mengangguk. "Baiklah."     

Ia lalu beranjak dari kursinya dan keluar dari perpustakaan. Xion hanya melihat punggung Emma yang berjalan meninggalkan mereka dengan wajah penuh perhatian.     

"Ia tidak pernah mengucap terima kasih kepadamu, ya..." komentar Xion kepada Therius.     

"Terima kasih? Untuk apa?" tanya Therius.     

"Hm.. kau mengajarinya, memberikan perlakuan istimewa kepadanya dan bahkan meluangkan waktu kapan pun ia membutuhkanmu. Tetapi tidak sekali pun aku mendengar ia mengucapkan terima kasih kepadamu."     

Therius mengangkat bahu. "Aku tidak keberatan. Aku tidak melakukan ini untuk mendapatkan ucapan terima kasih darinya."     

Sang pangeran lalu menutup bukunya dan beranjak meninggalkan perpustakaan. Ia harus melakukan beberapa pekerjaan lainnya. Xion menguap di sudut perpustakaan dan mengomel sendiri.     

Sungguh pasangan yang aneh, pikirnya.     

Eh... sebentar, mereka ini kan bukan pasangan? Melainkan musuh.     

Entah kenapa tadi Xion hampir lupa dan menganggap keduanya adalah pasangan kekasih.     

***     

Atila memberi tahu Emma hasil pemeriksaan jadwal yang dilakukannya untuk menemukan jadwal latihan terbaik bagi Emma.     

"Nona, saya sudah memeriksa jadwal Tuan Therius dan ternyata selama tujuh hari ke depan ia sangat sibuk. Aku mendapatkan jadwalnya dari Saul, kapten kapal ini dan Tuan Therius sudah memiliki banyak jadwal pertemuan dengan para awak kapal dan tim peneliti. Kurasa mereka sedang menantikan kedatangan kapal messenger (kapal pengirim pesan). Setahuku mereka mendapatkan berita setiap bulan dari Akkadia."     

"Oh.. begitu."     

Emma dapat membayangkan bahwa walaupun mereka pergi jauh dari Akkadia, Therius tidak mau ketinggalan update berita tentang situasi terkini di planet dan kerajaannya. Emma teringat kapal messenger yang ia gunakan untuk mengirim pesan ke Akkadia waktu itu.     

Ia tidak heran kalau ternyata Therius juga menggunakan cara sama untuk berkomunikasi dengan planet asalnya.     

Hmm... Emma menjadi penasaran ingin tahu kabar terbaru ayah dan ibunya. Mengingat Putri Arreya adalah orang yang sangat penting di Akkadia, ada kemungkinan akan ada berita satu dua tentang ibunya itu.     

Emma akhirnya memutuskan akan menanyakan hal itu kepada Therius dan saat mereka bertemu kembali di pelajaran berikutnya.     

"Apakah Nona mau saya buatkan jadwal belajar dan berlatih bersama Tuan Xion dan Tuan Therius yang dimulai minggu depan?" tanya Atila.     

Emma mengangguk. "Iya, terima kasih, Atila."     

"Sama-sama, Nona."     

Atila mengetik sesuatu di tabletnya. Jari-jarinya lincah memasukkan berbagai entri dan mengatur jam di kalender tugas Emma. Ia terlihat sangat efisien. Beberapa menit kemudian Atila telah selesai dan ia pun menyerahkan tabletnya kepada Emma.     

"Sudah selesai. Semua jadwal Nona ada di sini. Selama seminggu ke depan Anda akan belajar seperti biasa dengan saya, Anddara, dan Tuan Therius setiap hari. Lalu dua hari sekali Anda akan berlatih bersama Tuan Xion. Minggu depan Anda akan berlatih dengan Tuan Therius di hari Anda tidak berlatih dengan Tuan Xion."     

Emma mengeluhkan padatnya jadwal kegiatannya setiap hari. Setelah enam jam memutar otak belajar semua hal baru tentang Akkadia, ia masih harus berlatih fisik bersama Xion dan Therius selama dua jam.     

Entah mengapa ia merasa kehidupannya di kapal ini terasa seperti bekerja full time.     

Aku ini masih seorang gadis 18 tahun, keluh Emma dalam hati. Rasanya masa remajanya sebagai murid sekolah telah begitu lama ditinggalkannya. Kini Emma harus bekerja keras belajar dan berlath setiap hari hingga ia merasa sangat lelah.     

***     

"Hmm... lumayan juga kemajuanmu," kata Xion saat ia keluar dari lounge dengan sebotol wine di tangan kanannya. Ia memeriksa catatan statistik latihan Emma di dinding ruang latihan dan tersenyum puas. "Sekarang kau sudah bisa mengenai sasaran 30 kali dalam 2 jam."     

Emma yang berbaring di lantai kehabisan napas, membuka sebelah matanya dan mendelik ke arah Xion.     

"Kau sendiri, berapa banyak kau bisa mengenai target dalam waktu dua jam?" tanya Emma. "Aku ingin tahu.     

"Aku?" Xion meneguk wine langsung dari botolnya dan kemudian menyengir. "Kau bisa buka matamu baik-baik dan mengagumi kemampuanku."     

Lingkaran target berwarna merah segera muncul di dinding di depan Xion yang berjarak sekitar 50 meter dari tempatnya berdiri. Pemuda itu berjalan santai ke tengah ruang latihan, masih dengan wine di tangan kanannya. Tangan kirinya diangkat sedikit dan ia pun bergerak cepat menghantam lingkaran target dengan serangan angin secepat kilat.     

ZING!     

Kena!     

ZING! ZING!     

Walaupun lingkaran target itu berpindah-pindah, tetapi Xion selalu dapat mengenai sasaran dengan telak. Emma yang bangkit dari lantai dan duduk memperhatikan Xion memamerkan kemampuannya, hanya dapat tercengang.     

Pemuda itu bergerak indah ke kanan dan ke kiri, ke atas, melambaikan tangannya dan menghantam bullseye berkali-kali. Semua serangannya tepat sasaran.     

Tidak sampai sepuluh menit kemudian, Xion pun berhenti. Napasnya hanya sedikit terengah, tetapi selain dari itu, ia terlihat segar dan baik-baik saja, seolah ia tidak baru saja mengeluarkan energi begitu besar.     

"Hm... sepuluh menit saja untuk 200 kali serangan yang semuanya tepat sasaran," kata Xion sambil menyengir bangga kepada Emma.     

Ia memencet sesuatu di tembok dan mereka dapat melihat hasil statistik latihannya barusan.     

200 SERANGAN TEPAT SASARAN DALAM WAKTU SEPULUH MENIT     

"Sebelum kau merasa rendah diri dengan hasil latihanmu yang kau anggap masih jelek, ingatlah bahwa aku sudah berlatih selama 20 tahun," kata Xion menghibur Emma. Ia telah melihat keputusasaan di mata gadis itu. "Kau jangan memandang rendah kemampuanmu."     

Ia dapat membayangkan bahwa Emma pasti mengira perbedaan kekuatan mereka sangat jauh terpaut dan kalau Emma merasa ia sangat lemah dibandingkan dengan Xion, maka peluangnya untuk mengalahkan Therius tentu akan semakin kecil.     

"Aku hanya punya waktu lima tahun.. " keluh Emma kepada dirinya sendiri.     

Ia mulai merasa bahwa rasa percaya diri Therius yang besar cukup beralasan. Tentu saja pangeran itu sangat yakin ia akan dapat menikah dengan Emma karena ia menyadari perbedaan kekuatan yang demikian besar di antara mereka dan ia akan dengan mudah mengalahkan Emma.     

Therius tahu Emma akan membutuhkan waktu setidaknya 20 tahun untuk dapat mencapai level yang sama dengannya.     

Oh...     

20 tahun lagi.. berarti Emma akan sudah menikah dengannya selama 15 tahun. Hiks.. bagaimana bisa aku menjalani hidup seperti itu? keluh Emma dalam hatinya.     

Emma membenamkan wajahnya di kedua tangannya. Ia lalu menangis tanpa suara. Ia sungguh-sungguh dipenuhi rasa putus asa. Namun demikian, ia tak mau terlihat lemah dengan menangis secara terbuka.     

Mungkin aku akan bunuh diri saja jika aku gagal mengalahkannya, pikir Emma yang dipenuhi rasa frustrasi. Aku tidak sudi menikah dengan putra mahkota Akkadia yang menjajah negeri kelahiran ibuku.     

Tetapi, kalau Emma mati... bagaimana dengan nasib ayahnya dan Haoran?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.