Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Semut Dan Gajah



Semut Dan Gajah

0Emma menimbang-nimbang pilihannya dan akhirnya menyadari bahwa bukan saatnya ia untuk gengsi dan menolak tawaran Xion untuk mengajarinya aeromancy.     

"Baiklah... aku tidak akan gengsi dan menerima bantuanmu..." kata Emma akhirnya. "Terima kasih."     

"Bagus. Kau membuat keputusan yang tepat. Aku ini guru yang luar biasa dan kau akan segera dapat meningkatkan kemampuan aeromancy-mu," komentar Xion sambil tersenyum. Ia lalu melambai dan menyuruh Emma bersiap-siap. "Kalau begitu, kita bisa mulai sekarang."     

"Baik." Emma mengangguk. Wajahnya mulai menampakkan ekspresi penuh kelegaan.     

Ahh... ada harapan untuk mengalahkan Therius kalau Emma dapat mengambil ilmu dari Xion dan melatih kemampuannya sebagai aeromancer!     

"Baiklah. Pertama-tama aku ingin tahu seperti apa kemampuanmu dalam mengendalikan udara. Kau cobalah menyerangku dengan angin, kerahkan segenap kekuatanmu... Jangan ragu-ragu. Kau tidak akan menyakitiku," kata Xion memberi perintah.     

Xion melangkah ke tengah ruang latihan dan berhenti di tengahnya. Tubuhnya berdiri tegak dan anggun, siap menerima serangan Emma.     

Emma mengangguk. Ia memejamkan mata dan memusatkan konsentrasi pada target di depannya. Dengan segenap kekuatan, ia mengangkat kedua tangannya dan membuat gerakan memutar, lalu mendorongnya ke depan.     

Sebentuk gelombang yang sangat kuat segera melanda ke arah Xion dengan kecepatan yang amat dahsyat. Emma sendiri merasakan rambut dan pakaiannya ikut berkibar hebat saat ia mengirim gelombang angin kuat ke arah Xion.     

HYAAAAA!!     

ZING     

Astaga.... Emma mengerucutkan bibirnya saat menyadari serangannya sama sekali tidak ada artinya.     

Jangankan menggulingkan Xion atau menyapu tubuhnya dari lantai ruang latihan...     

Bahkan pakaian dan rambut pria itu sama sekali tidak bergerak. Seolah gelombang angin yang Emma hantamkan tidak ada artinya sama sekali.     

Hal ini membuat Emma sangat terkejut dan kecewa. Ia merasa kekuatannya tidak ada apa-apanya. Ia sungguh merasa lemah dan tak berdaya.     

Wajah gadis itu seketika tampak memerah dan ia membuang tangannya ke samping.     

"Mengapa aku lemah sekali?" tanyanya dengan nada suara putus asa. Dadanya terasa sesak oleh perasaan kecewa.     

Xion melipat kedua tangannya di depan dada dan mengangkat sebelah alisnya. "Kau tidak lemah. Aku yang terlalu kuat untukmu."     

Ia berjalan mendekati Emma dan menepuk bahunya. "Jangan bersedih. Untuk orang yang sama sekali belum pernah mendapatkan latihan dari siapa pun, kemampuanmu sebenarnya cukup baik. Bisa dibilang, kau ini memiliki bakat yang luar biasa."     

"Kalau aku dibandingkan dengan dirimu... aku ada di level berapa? Dan kau ada di level berapa?" tanya Emma penasaran. "Aku bahkan tidak berhasil membuat rambutmu bergoyang sedikit pun.."     

Emma merasa terpukul karena serangannya pada Xion barusan terasa seperti seekor semut yang mencoba mengigit seekor gajah. Tidak ada artinya.     

Xion mengangkat bahu. "Hmm... bisa dibilang, kalau aku adalah gajah, maka kau adalah semut."     

Emma mengerucutkan bibirnya.     

Benar dugaannya. Dia hanya seekor semut di mata Xion.     

Lalu, kalau kemampuannya hanya seperti semut bagi gajah seperti Xion, bagaimana Emma bisa berharap dapat mengalahkan Therius? Ia dapat menduga Therius dan Xion memiliki kekuatan yang seimbang.     

Kalau Xion gajah, maka tentu Therius juga adalah seekor gajah kalau dibandingkan dengan Emma si semut.     

"Kemampuan kita sungguh bagaikan bumi dan langit," keluh Emma.     

"Aku sudah berlatih lebih dari 20 tahun, hingga aku bisa menjadi seperti sekarang. Bisa dibilang aku ini adalah aeromancer level tertinggi. Kalau saat ini kau berada di level 2, maka aku ada di level sepuluh. Kekuatan kita terpaut 20 tahun latihan," kata Xion menghibur. "Tetapi, bukankah lebih baik terlambat berlatih daripada tidak sama sekali?"     

Emma mendesah. Ia hanya dapat membenarkan kata-kata Xion. Seandainya ia tidak terpisah dari orang tuanya, Emma dapat membayangkan tentu ibunya akan melatihnya sendiri sehingga Emma dapat memaksimalkan semua kekuatannya.     

"Baiklah. Kalau begitu... kau sudah berjanji akan mengajariku, bukan?" tanya Emma. Wajahnya tampak penuh harap. "Kau akan mengubah semut ini menjadi gajah sepertimu?"     

"Aku hanya bisa mengajarimu aeromancy," kata Xion. "Kalau kau sungguh-sungguh ingin menjadi lebih kuat, kau juga harus belajar memaksimalkan kekuatanmu yang lain. Kau punya lebih dari satu, kan?"     

Emma menggigit bibirnya mendengar kata-kata Xion. Ia mengerti maksud pemuda itu. Xion sedang menyarankannya untuk meminta Therius mengajarinya juga.     

"Therius adalah seorang telemancer dan pyromancer level tertinggi. Dan seperti yang kusaksikan hari ini, ternyata ia berbakat mengajar. Kurasa akan sangat baik bagimu jika kau berhasil meminta Therius mengajarimu cara mengendalikan pikiran dan api," Xion melanjutkan kata-katanya. "Bukankah kau sendiri yang mengatakan tadi bahwa kau tidak akan menahan gengsi?"     

Emma menghela napas. "Kau benar. Aku tidak boleh membiarkan diriku dikuasai gengsi..."     

"Bagus, kalau kau mengerti."     

"Tapi..." Wajah Emma terlihat ragu.     

"Tapi apa?" tanya Xion.     

"Apakah ia mau mengajariku cara untuk mengalahkannya?" tanya Emma. "Apa itu tidak bodoh?"     

"Hmm... itu, kau harus tanya sendiri kepadanya," komentar Xion.     

Emma mengangguk. "Baiklah."     

"Baik. Kita bisa mulai sekarang." Xion melambaikan tangannya dan di atas tangan kanannya tiba-tiba muncul angin puting beliung kecil yang tampak menari-nari indah. "Kita akan mengenali empat jenis angin. Angin sepoi-sepoi, angin kencang, angin topan, dan angin badai.     

"Sementara ini aku akan memintamu menghantam dinding di sebelah situ dengan serangan angin berturut-turut sebanyak dua ratus kali. Gunakan seluruh kekuatanmu. Nanti kalau sudah selesai, kau boleh bergabung denganku di lounge untuk minum wine. Jangan berhenti sebelum kau menyelesaikan 200."     

Xion menggerakkan tangannya dan tiba-tiba muncullah sebuah tanda lingkaran target berwarna merah di dinding ujung ruang latihan tersebut. "Kau harus menghantam tepat ke tengah bullseye sebanyak 200 kali dalam dua jam."     

"Eh?" Emma menoleh keheranan mendengar cara mengajar Xion yang sama sekali tidak kreatif. "Begitu saja?"     

"Iya, untuk pertemuan pertama, kita akan belajar tentang ketahanan. Aku ingin tahu sebaik apa ketahananmu dalam mengendalikan angin. Pelajaran pertama dalam setiap latihan mengendalikan elemen adalah kau harus melatihnya dengan menggunakannya sering-sering. Sama seperti melatih otot di gym, kau harus melatih pikiran dan kemampuanmu setiap hari. Manfaatkan ruang latihan ini sesering mungkin. Therius saja masih berlatih dua jam sehari walaupun ia sudah mencapai level tertinggi... Ia tidak membiarkan dirinya menjadi malas," kata Xion.     

"Hmm... baiklah," kata Emma. "Aku akan mulai sekarang."     

"Baiklah, aku tunggu di lounge kalau kau sudah selesai," kata Xion sambil berjalan santai ke dalam lounge di sebelah kanan ruang latihan. Kedua tangannya dimasukkan ke saku.     

Ketika ia tiba di pintu, Xion menoleh ke belakang dan melihat Emma bersiap merapal serangannya ke tembok. Pria tampan itu tampak tersenyum tipis. Ia lalu masuk ke dalam lounge dan menuangkan minuman untuk dirinya sendiri.     

Ahh, Therius benar. Xion perlu melakukan kegiatan yang berguna agar ia tidak berubah menjadi malas. Rasanya ia akan menikmati mengajari Emma selama beberapa bulan ke depan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.