Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Membantu Emma Berlatih



Membantu Emma Berlatih

0Xion menatap Therius dalam-dalam dan mencoba memikirkan apa maksud dari perkataannya tadi. Sahabatnya mengatakan bahwa ia sama sekali tidak melakukan apa pun kepada Haoran?     

Berarti.. Xion salah menduga?     

"Daripada membuat asumsi yang tidak-tidak, kenapa kau tidak memfokuskan energimu untuk mengajari Emma cara mengendalikan aeromancy-nya?" tanya Therius tiba-tiba. Ia menatap Xion lekat-lekat.     

Xion memutar matanya. "Kenapa kau sepertinya ingin sekali melihat Emma belajar aeromancy dariku? Tadi juga kau sengaja memintaku berlatih denganmu. Sepertinya kau ingin ia mempelajari sesuatu saat ia menyaksikan kita latihan."     

"Kau benar," kata Therius.     

"Kenapa?"     

"Karena kau aeromancer terbaik yang aku kenal. Kurasa bahkan guru-guru di akademi tidak akan dapat mengajarinya lebih baik daripada dirimu," jawab Therius.     

Xion mengerutkan keningnya. "Hmm... aneh sekali. Apa kau tidak takut ia akan menjadi lebih kuat darimu dan nanti mengalahkanmu? Ataukah... kau tidak berniat untuk memegang janjimu kepadanya?"     

Akhir-akhir ini Therius memang sepertinya bersikap aneh, dan Xion merasa ia tidak terlalu mengenal sahabatnya lagi. Semuanya menjadi berubah sejak Therius bertemu Emma.     

"Aku mengerti kau tidak mau mengajarinya karena kau merasa tidak enak kepadaku," kata Therius. "Tetapi, aku meminta kepadamu sebagai sahabatmu... untuk membantunya. Aku akan berutang budi kepadamu kalau kau mau mengajarinya dan memberikan petunjuk selama ia berada di kapal ini."     

Xion tertegun mendengar kata-kata Therius. Ia kemudian menghela napas panjang.     

"Hmm... sebenarnya bukan itu alasannya aku tidak mau mengajarinya." Ia menghabiskan minumannya dan menaruh cangkirnya di meja. "Aku tidak mau terlibat lebih dalam dengan urusan kalian. Aku mau hidup tenang dan tidak ikut campur dengan urusan politik."     

"Aku tahu, Xion. Aku mengenalmu dengan baik. Tetapi lakukanlah ini demi aku sahabatmu," kata Therius. "Aku sebenarnya ingin mengajarinya sendiri, tetapi kurasa ia terlalu marah kepadaku untuk menerima bantuanku."     

Xion menggeleng-geleng saat mendengar kata-kata Therius. "Kau ini aneh sekali. Sungguh aneh."     

"Kau boleh memanggilku aneh sesukamu. Tetapi berjanjilah kau mau membantunya, setidaknya selama kita berada di kapal," kata Therius bersungguh-sungguh.     

Xion tahu ia tidak punya pilihan. Therius belum pernah memohon bantuannya seperti ini. Hmm... lagipula, kalau dipikir-pikir, Emma sama sekali tidak buruk. Xion tidak rugi kalau membantunya.     

"Baiklah, kalau kau meminta seperti itu. Aku bisa mengajarinya sedikit agar aku tidak bosan berada di kapal," komentar Xion akhirnya.     

"Terima kasih, Xion," kata Therius. "Kalau kau sudah setuju, kau bisa menemuinya sendiri di ruang latihan dan mulai mengajarinya. Aku masih banyak pekerjaan di sini."     

"Baiklah."     

Xion bangkit dari sofa dan berjalan keluar dengan kedua tangan di saku, meninggalkan Therius yang sibuk meneliti sesuatu di tabletnya.     

***     

Emma memutuskan untuk beristirahat sebentar di kamarnya dan menenangkan diri. Pelajaran hari pertama rasanya cukup menyenangkan. Selain ia belajar banyak hal dari ketiga gurunya, pelajaran itu juga membantu membuat pikirannya teralihkan dari berbagai masalah yang ia hadapi.     

Dalam hati ia merasa berterima kasih karena Therius telah mengatur semua kegiatan itu untuk membuat Emma tetap sibuk. Entah Therius melakukannya secara sengaja untuk menghibur Emma atau tidak, Emma tidak tahu.     

Yang jelas, ia masih belum menyukai pria itu karena sikapnya yang sok mengatur dan telah 'menculiknya'. Tentu saja, membawa Emma pulang ke Akkadia tanpa meminta persetujuannya terlebih dahulu sama saja dengan menculik, kan?     

Tanpa sadar, Emma lalu membandingkan Therius dengan Haoran dan mengingat kembali pertemuan pertamanya dengan Haoran. Sejak awal mereka bertemu, Haoran tidak pernah memaksakan kehendaknya kepada Emma. Ia malah selalu membantu Emma secara tanpa pamrih.     

Walaupun Haoran sangat menyukai Emma dari sejak pertama melihatnya, ia menahan diri untuk tidak mendekati Emma terang-terangan.     

Ia menciptakan berbagai momen agar mereka dapat berteman dan melakukan banyak hal bersama, dan ia kemudian memperbaiki dirinya agar tidak lagi menjadi murid pengacau dari kelas terbodoh. Setelah semuanya berhasil, barulah ia menyatakan cinta.     

Therius hanya menginginkan Emma untuk dijadikan pion politik demi mengamankan kedudukannya sebagai calon raja. Ia bahkan tidak mau mengakui bahwa ia sebenarnya menyukai Emma, walaupun semua perbuatannya banyak menunjukkan hal sebaliknya.     

Dasar laki-laki tinggi hati dan tukang memaksa, omel Emma. Ia tidak sabar ingin segera tiba di Akkadia agar ia dapat bertemu ayah dan ibunya, dan belajar dari guru lain. Ia tak ingin bertemu Therius setiap hari di kelas.     

Ia juga tidak sabar ingin melihat Haoran dipindahkan ke fasilitas perawatan jangka panjang yang lebih privasi, agar ia bisa jauh dari jangkauan Therius.     

Satu jam kemudian ia lalu pergi ke ruang latihan. Emma ingin melihat bagaimana Xion dan Therius berlatih. Ia berharap dapat mempelajari sesuatu dari mereka.     

Ketika ia tiba di ruangan yang dimaksud, Emma terkejut karena ia hanya menemukan Xion. Therius sama sekali tidak kelihatan batang hidungnya.     

"Kalian tidak jadi berlatih?" tanya Emma keheranan. Ia menolehkan kepalanya ke kiri dan ke kanan untuk mencari sosok Therius tetapi tidak menemukannya.     

"Therius sedang sakit perut dan mencret-mencret, dia tidak jadi mengajakku berlatih," kata Xion asal-asalan. Muhuahahaha... Therius pasti akan mengamuk kalau tahu Xion sengaja mencemarkan nama baiknya seperti ini.     

Tetapi Xion sama sekali tidak takut. Ia hanya merasa hal ini akan menjadi lucu.     

"Benarkah?" Emma memicingkan matanya, menatap Xion dengan curiga. "Hm... kalau begitu, tidak ada gunanya aku di sini."     

Ketika melihat Emma hendak berbalik begitu saja, Xion buru-buru menghentikannya. "Eh... tunggu dulu. Apakah kau ke sini hanya untuk melihat Therius? Jangan bilang kau menyukainya..."     

"Apa? Jaga bicaramu, ya.." tukas Emma sewot. "Aku ke sini hanya ingin belajar sesuatu dari latihan kalian. Kalau tidak ada latihan, aku malas melihat wajahmu ataupun Therius."     

"Hei.. tunggu dulu. Kau kan sempat memintaku menjadi gurumu..." kata Xion sambil tersenyum jahil. "Masih ingat?"     

"Ya, aku memang memintamu menjadi guruku dan kau menolakku."     

"Aku tidak menolak, hanya..."     

"Kau jelas-jelas menolakku dengan sengaja bersikap cabul," Emma mendelik ke arah pria tampan yang kini berdiri di depan pintu, menghalangi langkahnya untuk keluar dari ruangan latihan. "Jangan halangi aku pergi."     

"Aku hanya bercanda waktu itu," kata Xion. "Setelah kupikir ulang, kurasa tidak ada salahnya kalau aku mengajarimu satu dua hal. Aku perlu kesibukan selama di kapal, agar aku tidak kebosanan."     

"Benarkah?" Emma menatap Xion dengan pandangan penuh selidik. Ia dapat melihat bahwa pria di depannya ini tampak sungguh-sungguh.     

"Benar."     

"Kalau begitu... aku tidak akan gengsi dan menerima bantuanmu..." kata Emma akhirnya.     

"Bagus. Orang yang mementingkan gengsinya akan sulit menemukan kebahagiaan," komentar Xion sambil tersenyum. Ia lalu melambai dan menyuruh Emma bersiap-siap. "Kalau begitu, kita bisa mulai sekarang."     

"Terima kasih." Emma mengangguk. Wajahnya mulai menampakkan ekspresi penuh terima kasih.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.