Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Apakah Xion Salah Menuduh?



Apakah Xion Salah Menuduh?

0Tadinya Emma hendak protes dengan mengatakan bahwa perpustakaan ini cukup besar untuk digunakan bersama-sama, tetapi kemudian ia batuk-batuk dan membatalkan ucapannya. Ia tidak sudi bertemu Therius 6 jam sehari saat ia belajar dengan Atila dan Anddara juga. Cukuplah penderitaannya dua jam saja.     

Therius mengambil sebuah buku tulis kosong dan alat tulis lalu menyerahkannya kepada Emma. "Kita akan memulai pelajaran hari ini dengan mengenal alfabet Akkadia."     

Emma tahu belajar bahasa baru adalah hal yang tidak mudah. Namun, mengajari bahasa baru jauh lebih susah daripada sekadar belajar. Sehingga ia penasaran ingin melihat bagaimana Therius akan mengajarinya.     

Xion duduk di sudut ruangan memperhatikan guru dan murid itu sambil menikmati secangkir minuman panas. Ia juga ingin tahu bagaimana Therius akan bertindak sebagai guru.     

Ia benar-benar bersemangat menyaksikan Therius mengajari Emma dan bagaimana Emma akan menyikapinya, mengingat gadis itu selalu bersikap sinis dan ketus kepada Therius.     

Ah, ya.. alasan berikutnya tentu saja ia ingin memastikan keduanya tidak bertengkar lagi.     

"Alfabet Akkadia terdiri dari dua jenis. Alfabet kuno, dan alfabet modern. Bahasa tulisan modern sekarang sudah dibuat menjadi lebih sederhana, tetapi bahasa tulisan kuno kita sampai sekarang masih dipertahankan dan dianggap sebagai seni."     

Therius memulai pelajarannya dengan menulis 50 alfabet di papan tulis menggunakan alat tulis seperti spidol. "Alfabet kuno kita memiliki 50 huruf, dan alfabet modern hanya memiliki 35 huruf. Bahasa Akkadia termasuk bahasa tonal (bernada), berarti tulisannya bisa sama, tetapi artinya dapat berbeda, tergantung dari nada dan penekanannya."     

Emma seketika menelan ludah. Aih... ini berarti dia harus belajar dua bahasa sekaligus, yaitu bahasa tulisan kuno dan modern. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa ternyata bahasa Akkadia adalah bahasa tonal. Bahasa tonal adalah salah satu bahasa yang paling sulit dipelajari karena penekanan dan nadanya harus benar-benar tepat agar tidak salah dipahami.     

Contoh bahasa tonal adalah bahasa Thailand dan China. Salah menggunakan nada yang sesuai dapat membuat orang salah paham. Ma bisa berarti ibu, Maa berarti kuda.     

Salah menggunakan nada dan penekanan akan membuat arti dari kalimat yang diucapkan bisa menjadi sangat berbeda.     

"Oke... aku mengerti," kata Emma sambil menarik napas panjang. Therius menyuruhnya menulis ulang setiap huruf di buku catatannya, dan kemudian meminta Emma menghapalkan sepuluh huruf pertama.     

Setelah itu, Therius akan menuliskan sepuluh kata yang menggunakan paduan sepuluh huruf tersebut dan meminta Emma membacanya. Sang pangeran meminta Emma untuk menghapalkan kesepuluh kata tersebut.     

Setelah selesai, Therius lalu menampilkan sepuluh gambar di layar monitor yang sesuai dengan sepuluh kata baru yang dipelajari Emma dan ia meminta gadis itu menuliskan huruf-hurufnya.     

Emma tidak selalu berhasil dan beberapa kali membuat kesalahan, tetapi Therius sama sekali tidak berkomentar. Ia tampak sabar dan santai mengulang kata-kata dan petunjuknya.     

Dalam waktu satu jam saja, Emma berhasil menghapal sepuluh huruf baru dan menuliskan lima puluh benda yang menggunakan paduan kesepuluh huruf tersebut.     

"Kau sangat cerdas. Kalau kau terus seperti ini dan belajar dengan rajin, kau akan dapat membaca dalam waktu satu bulan," kata Therius memuji.     

Emma merasa kemajuannya yang pesat dalam belajar membaca ini diakibatkan oleh kesabaran gurunya. Ia belajar bahasa Mandarin di sekolah sejak ia masih kecil dan perlu waktu bertahun-tahun baginya untuk dapat mengerti dengan baik, padahal ia adalah seorang genius.     

Tadinya Emma mengira ia juga akan membutuhkan waktu sangat lama untuk belajar bahasa tulisan Akkadia...     

Ternyata, menurut Therius, ia hanya perlu waktu sebulan?     

Ahh... mungkin kalau cara mengajarnya bagus dan menyenangkan, Emma akan dapat cepat bisa.     

Namun demikian, Emma sama sekali tidak mau menunjukkan kepada Therius bahwa ia berterima kasih dan mengagumi teknik dan cara pemuda itu mengajarinya. Emma hanya mengangkat bahu dan pura-pura tidak peduli.     

Tanpa terasa, waktu dua jam berlalu begitu saja. Therius kemudian menutup bukunya dan mematikan layar multimedia. Ia lalu berkata, "Pelajaran sudah selesai."     

"Hmm.." Emma mengambil buku catatannya dan bangkit dari kursinya. "Apa aku boleh membawa buku catatanku agar aku bisa mempelajarinya sendiri di kamar?"     

"Tentu saja," kata Therius. Ia menyerahkan sebuah tablet kepada Emma. "Ini untukmu sebagai bahan belajar sendiri."     

"Hmm..." Emma mengangguk. Ia menerima tablet dari tangan Therius dan bergegas keluar.     

"Kalau kau mau melihatku dan Xion berlatih, kami akan ada di ruang latihan satu jam dari sekarang. Bukankah kau ingin melihat bagaimana ia menggunakan aeromancy-nya?" tanya Therius tiba-tiba.     

Emma yang hampir mencapai pintu seketika terhenti di tempatnya dan kemudian menoleh.     

"Benarkah? Kalau begitu aku mau lihat.." cetusnya.     

Xion mengerutkan keningnya dan hendak menggelengkan kepalanya.     

"Tidak, aku mau tidur..." katanya dengan nada protes. Tetapi tatapan tajam dari Therius membuatnya mendengus dan kemudian mengangguk. "Humph... baiklah."     

"Xion perlu olahraga sedikit biar tidak menjadi pemalas," komentar Therius. "Kalau dia tidak berlatih, nanti dia akan menjadi hewan pemalas yang hanya bisa tidur."     

"Hmm.. baiklah. Kalau begitu, sampai jumpa di ruang latihan sejam lagi," kata Emma.     

Ia lalu berjalan pergi. Setelah gadis itu meninggalkan perpustakaan, Xion segera menghampiri Therius dan menepuk bahunya dengan antusias.     

"Kau ternyata berbakat mengajar. Aku sama sekali tidak mengira," komentarnya.     

Therius mendeham dan mengangkat bahu. "Itu sama sekali tidak sulit. Emma sangat cerdas."     

"Hmm... apakah kau sengaja menggunakan cara ini untuk mendekatinya?" tanya Xion lagi. Di wajahnya tampak cengiran iseng. "Ini rencana yang bagus. Tetapi apa yang akan kau lakukan kalau suaminya nanti bangun dari koma?"     

Therius melayangkan pandangannya ke jendela dan memperhatikan milyaran bintang-bintang yang mereka lewati. Wajahnya tampak sangat serius.     

"Dokter Salas bilang sangat kecil kemungkinan laki-laki itu untuk bertahan hidup. Aku hanya membawanya bersama kita untuk membuat Emma tenang," kata Therius. "Ia tidak akan pernah bangun lagi."     

"Aku tidak terlalu mengenal Emma, tetapi rasanya aku bisa menduga bahwa ia tidak akan mau menikah denganmu kalau tahu kau yang membunuh suaminya," kata Xion dengan suara prihatin.     

Therius mengerutkan keningnya mendengar kata-kata sahabatnya. "Apa maksudmu? Aku TIDAK membunuh siapa-siapa."     

"Eh...?" Xion tertegun mendengar bantahan Therius. "Aku sahabatmu dan sangat mengenalmu... Aku tahu kau adalah telemancer level tertinggi dan kau bisa membunuhnya secara diam-diam. Bukankah itu yang kau lakukan?"     

Therius kini tampak menjadi tersinggung. "Aku bukan pengecut yang membunuh sainganku secara diam-diam."     

"Lho...?" Xion benar-benar tidak mengerti dengan reaksi Therius sekarang. "Tapi waktu aku menanyakan kenapa kau tega melakukan itu, kau menjawab bahwa kau telah berbuat baik dengan memberi mereka kesempatan untuk mengucapkan selamat berpisah. Apa maksudmu dengan ucapanmu saat itu?"     

Therius menggeleng pelan. "Kau salah memahami ucapanku. Aku tidak melakukan apa-apa kepadanya."     

Xion tertegun. Apakah ia memang salah menduga bahwa Therius yang menyerang Haoran? Benarkah Therius bukan pelakunya?     

Ia menjadi sangat bingung.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.