Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Emma Dan Atila



Emma Dan Atila

0Dalam hati Emma merasa berterima kasih karena Therius memenuhi janjinya untuk memberikan akses tanpa batas kepada dirinya dan bahkan kini memberinya asisten untuk membantu agar Emma dapat menyesuaikan diri di kapal dan nanti di Akkadia.     

Ia sama sekali tidak mengetahui liku-liku kapal ini dan akan sangat menyusahkan jika ia harus mempelajarinya semua sendiri.     

"Apakah kita bisa kembali ke ruangan Nona? Kita akan membahas jadwal Anda dan hal-hal yang perlu Anda ketahui," kata Atila dengan penuh hormat.     

Emma menoleh ke arah Haoran sekali lagi dan kemudian mengangguk kepada Atila. "Baiklah. Kita bisa pergi sekarang."     

"Bagus."     

Atila mempersilakan Emma mengikutinya dan mereka pun keluar dari klinik.     

"Atila.. apakah kau juga mempunyai klinik seperti Dokter Salas?" tanya Emma sambil berjalan menyusuri lorong untuk kembali ke lift.     

"Ah... tidak. Klinik hanya diberikan untuk dokter senior seperti Natan. Aku hanya seorang dokter junior," kata Atila sambil tertawa.     

Emma mulai menyukai asisten pribadi yang diberikan Therius kepadanya. Atila berpenampilan santai dan sikapnya sangat menyenangkan. Wanita ini memiliki rambut hitam yang disanggul di atas kepalanya. Wajahnya cukup menarik dan ia memiliki senyum yang menular.     

Mereka naik ke lantai lima dan berjalan menyusuri beberapa ruangan sebelum kemudian tiba di ruangan Emma.     

"Nona tidur selama 70 jam setelah dibawa Tuan Therius ke kapal. Sepertinya Anda mengalami kelelahan yang cukup berat. Saya harap sekarang Anda sudah cukup beristirahat dan merasa lebih baik," Atila menjelaskan.     

"Aku merasa lebih baik sekarang. Terima kasih. Aku dengar kau yang merawatku," kata Emma.     

"Benar. Tuan Therius yang meminta saya secara pribadi, Tuan Putri." Atila tersenyum saat menjelaskan kepada Emma apa yang terjadi.     

Pintu ke ruangan Emma terbuka tetapi gadis itu tidak segera masuk. Ia berdiri tertegun di depan pintu dan menatap Atila dengan pandangan heran.     

"Apakah Therius memberitahumu siapa aku?" tanya Emma.     

"Benar. Tuan memberi tahu saya, Nona. Uhm... sebaiknya kita bicara di dalam," jawab Atila.     

"Hmm.." Emma menuruti saran Atila dan masuk ke dalam ruangannya.     

Ia baru memperhatikan sekarang bahwa ruangannya ini sangat indah. Ukurannya besar dengan tempat tidur yang nyaman, sebuah area lounge kecil dengan sofa yang nyaman untuk bersantai, lalu beberapa rak berisi pakaian yang bagus.     

Dan oh... kalau ia duduk di sofa itu, ia dapat melihat pemandangan luar angkasa dari jendela kaca yang demikian besar. Kalau lampunya dimatikan dan ia duduk di sini, Emma akan merasa seolah ia sedang ada di luar angkasa, di antara bintang-bintang.     

Indah sekali, pikirnya.     

"Pemandangannya bagus, ya?" tanya Atila sambil tersenyum. "Ini adalah salah satu ruangan terbaik di kapal. Seorang putri hanya layak mendapatkan tempat beristirahat yang terbaik."     

"Bagaimana denganmu?" tanya Emma. "Apakah kau juga mendapatkan kamar sendiri?"     

Atila mengangguk. "Setiap awak yang berdudukan tinggi memiliki ruangan mereka masing-masing, tetapi ukurannya kecil. Sementara staf biasa harus berbagi kamar. Di kapal ini juga ada ruangan khusus untuk tidur jangka panjang, berisi beberapa sleeping pods untuk tamu yang ingin tidur selama beberapa bulan karena mereka bosan di kapal."     

"Oh... begitu ya?" Emma mengangguk.     

"Silakan duduk, Nona. Saya akan membahas tentang jadwal Anda selama sebulan ke depan. Memiliki jadwal sangat penting bagi kita, karena kita tidak memiliki waktu siang dan malam di kapal ini. Jadwal biologis tubuh kita akan menjadi kacau kalau kita tidak mengaturnya dengan baik. Nanti kalau jadwalnya berhasil, atau ada yang perlu diubah, kita bisa mengaturnya di jadwal bulan depan," Atila menjelaskan.     

Emma lalu duduk di sofa dan memperhatikan tablet yang dikeluarkan Atila dari sakunya. Sang dokter muda dengan lincah membuka beberapa catatan dan aplikasi untuk mencatat dan mengatur jadwal Emma.     

"Nanti saya akan mengajak Nona berkeliling kapal dan menunjukkan semuanya kepada Anda. Kita akan melihat anjungan, ruangan makan untuk bersosialisasi, ruang hiburan, ruang mesin, klinik, ruang pertemuan, dan nanti ada ruang belajar untuk Anda."     

"Tidak bisakah aku belajar di sini saja?" tanya Emma. Ia merasa ruangannya cukup besar dan nyaman.     

"Bisa, tetapi rasanya kalau kita melakukan semuanya di kamar Anda, maka Anda tidak akan pergi keluar sama sekali. Anda perlu berjalan keluar dan menyegarkan diri. Ingat, waktu enam bulan itu cukup lama."     

"Hmm.. baiklah," kata Emma.     

"Anda akan belajar pada tiga orang guru berbeda. Saya akan mengajari Anda tentang serba-serbi dan budaya Akkadia, nanti seorang yang bernama Anddara akan mengajari Anda tentang teknologi, dan Tuan Therius sendiri akan mengajari Anda tentang serba-serbi istana dan pemerintahan."     

"Therius? Aku tidak mau dia menjadi guruku..." tukas Emma ketus.     

"Uhmm... Nona sebaiknya jangan menolak. Beliau orang yang sangat sibuk. Tetapi ia menyisihkan waktunya setiap hari untuk mengajari Anda... Kurasa tidak ada guru yang lebih baik daripada beliau dalam hal urusan istana dan pemerintahan."     

Emma mengerutkan keningnya dan menatap Atila lekat-lekat. "Kau... tahu siapa Therius sebenarnya?"     

Atila tersenyum manis dan mengangguk. "Aku mendapat kehormatan untuk mengetahui siapa beliau sebenarnya. Aku merasa sangat bangga karena kali ini aku bisa satu kapal dengan calon raja dan ratu Akkadia."     

Emma seketika batuk-batuk saat mendengar kata-kata Atila.     

Ugh.. aku bukan calon ratu Akkadia, katanya dalam hati.     

Setelah Atila pergi, Emma memutuskan untuk beristirahat sebentar dan memejamkan mata. Ada begitu banyak kejutan dan hal baru yang ia harus hadapi dan ini membuatnya cukup stress.     

Setelah tertidur selama puluhan jam karena mengalami kelelahan mental dan fisik, ia harus bangun menghadapi kenyataan yang sangat berbeda dari yang biasa ia alami dan kehidupannya seketika berubah 180 derajat.     

Ia kini tidak lagi berada di bumi, satu-satunya rumah yang ia kenal hampir seumur hidupnya. Semua orang yang dikenalnya juga kini sudah tidak ada. Di kapal ini ia hanya mengenal Haoran, Therius dan Xion. Haoran sedang dalam keadaan koma, Xion tidak peduli kepadanya, dan Therius lebih seperti musuh daripada teman.     

Emma merasa benar-benar sendiri. Ia kini seolah kembali pada kehidupannya sebelum ia mengenal Haoran. Dulu ia merasa seperti orang asing di bumi yang tidak memiliki siapa-siapa. Akhirnya ia berhasil menyesuaikan diri setelah belasan tahun hidup sendirian tanpa orang tuanya.     

Ia dapat membayangkan, nanti di Akkadia, ia juga akan menjadi orang asing. Walaupun kedua orang tuanya berasal dari sana, Emma tidak dibesarkan di Akkadia. Ia tidak mengetahui sistem kehidupan mereka dan budaya yang ada di sana. Emma akan menjadi orang asing     

Ia memejamkan mata dan menarik napas panjang.     

Ah.. setidaknya, ia akan dapat bertemu ayah, ibu, dan adiknya. Dan semoga, suatu hari nanti Haoran akan bangun dan mereka dapat kembali bersama.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.