Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Time Master Ternyata Tidak Ada Gunanya



Time Master Ternyata Tidak Ada Gunanya

0"Astaga...." Emma seketika menurunkan gelasnya dan menatap Xion dengan pandangan serius.     

"Kenapa kau memandangku seperti itu?" tanya Xion keheranan. Ia menyipitkan matanya dan memandang Emma dengan pandangan penuh selidik.     

"Uhm... aku ingin tahu di mana aku bisa menemukan Time Master," kata Emma dengan sungguh-sungguh. "Aku ingin bertemu dengannya."     

"Untuk apa kau ingin bertemu dengan Time Master?" tanya Xion lagi.     

Ia adalah sang Time Master, Pengendali Waktu, tetapi Emma tidak mengetahui hal itu.     

"Aku.. ingin memintanya untuk membawaku kembali ke masa lalu. Aku ingin kembali ke masa seminggu yang lalu sebelum Haoran jatuh sakit. Aku ingin membawanya ke rumah sakit dengan lebih cepat agar dokter bisa memeriksa pembuluh darah di otaknya sebelum pecah..." kata Emma dengan suara serak. "Atau.. kalau diperkenankan... aku ingin kembali ke masa 15 tahun yang lalu, saat orang tuaku belum ditangkap orang-orang Akkadia. Aku ingin mengajak mereka pergi jauh meninggalkan bumi..."     

Xion tertegun mendengar kata-kata Emma. Ia dapat melihat wajah gadis itu yang seketika dipenuhi kesedihan. Hatinya menjadi tersentuh.     

"Hmm... aku mengerti apa yang kau rasakan. Namun, walaupun kau dapat bertemu dengan seorang Time Master, ia tidak dapat membawamu ke masa lalu untuk mengubah masa depan. Kalau ia melakukannya, maka tidak akan ada masa depan. Ia akan merusak alur waktu dan hal itu berbahaya." Xion menjelaskan. "Lagipula.. perjalanan waktu membutuhkan energi yang luar biasa besar saat dilakukan sendiri. Kalau seorang Time Master memutuskan untuk membawa orang lain bersamanya, ia bisa mati karena perjalanan itu akan menghabiskan sangat banyak energinya."     

Emma tampak menjadi kecewa. "Benarkah? Sayang sekali. Untuk apa punya kekuatan mengendalikan waktu, jika tidak bisa mengubah masa lalu. Ternyata Time Master sama sekali tidak ada gunanya."     

Tidak ada gunanya? Apa kau bilang????     

Xion hendak marah mendengar kata-kata Emma, tetapi ia berusaha menahan diri. Emma tidak tahu siapa dirinya sebenarnya dan ia tidak berniat membuka rahasianya kepada gadis itu. Akhirnya Xion hanya bisa menghabiskan wine-nya dan tidak membicarakan Time Master lagi.     

"Xion..." Emma bertanya lagi.     

"Ada apa?" tanya Xion sambil mengangkat wajah dari minumannya. Alisnya terangkat sebelah.     

"Sudah berapa lama kau mengenal Therius?" tanya Emma dengan sungguh-sungguh.     

"Hmm.." Xion tampak mengingat-ingat. "Kurasa sudah 11 tahun. Kami bertemu pertama kali di akademi. Dia adalah sahabatku sejak lama."     

"Kau bilang, satu-satunya cara aku dapat mengalahkannya adalah kalau kami bertanding minum. Apakah tidak ada cara lain? Sepertinya kau cukup mengenalnya," tanya Emma. "Kalau kau tidak mau mengajariku aeromancy, tidak apa-apa. Tetapi aku berharap kau tidak keberatan memberitahuku semua kelemahan Therius agar aku dapat berlatih untuk mengalahkannya."     

"Memberitahumu kelemahan Therius?" Xion mengerutkan keningnya. "Aku tidak keberatan memberitahumu kelemahannya kalau memang ada. Tetapi sayangnya... tidak ada."     

"Tidak mungkin ada orang yang serba sempurna," omel Emma. "Kau pasti sengaja tidak mau memberitahuku. Dasar!"     

Sebenarnya selama seminggu terakhir ini, Xion telah dapat melihat bahwa selain memiliki toleransi alkohol yang rendah, kelemahan Therius telah bertambah satu, yaitu Emma.     

Namun, ia tidak mungkin memberi tahu gadis itu bukan? Ia tidak dapat merugikan sahabatnya sendiri dengan mengatakan kepada Emma bahwa ia sekarang adalah kelemahan Therius...     

"Kalian sedang membicarakan aku?"     

Tiba-tiba terdengar suara dehaman berat dari belakang mereka diikuti suara bariton Therius yang khas. Emma dan Xion serentak menoleh ke arah pintu masuk dan melihat sang pangeran datang dengan penampilan rapi membawa sebuah buku.     

"Besar kepala. Siapa sudi membicarakanmu," tukas Emma sambil memutar matanya. "Kau tidak semenarik itu."     

Ugh.. Emma ingat bahwa sebentar lagi ia harus belajar bersama Therius, dan suasana hatinya seketika menjadi buruk.     

Therius tidak mempedulikan kata-kata pedas Emma. Ia duduk di samping gadis itu dan menaruh bukunya di meja. Dengan satu lambaian tangan saja, para staf yang sedang melayani di lounge segera menghidangkan makanan baginya.     

Suasana seketika menjadi sepi. Therius menikmati makanannya dengan anggun sementara Emma mengamati wajah pemuda itu dari samping.     

"Kau tidak makan?" tanya Therius tanpa menoleh kepada Emma. Namun demikian suaranya terdengar penuh perhatian.     

Emma tidak menjawab. Ia akhirnya kembali memusatkan perhatiannya kepada makan siangnya dan segera menghabiskannya. Mereka bertiga lalu makan dalam diam. Xion hanya mengamati kedua orang di depannya dengan kepala geleng-geleng.     

Ia melihat bahwa Emma dan Therius, secara fisik tampak serasi sekali. Ia tidak berdusta ketika mengatakan kepada Emma bahwa menurut kepercayaan Akkadia, laki-laki dan perempuan yang memiliki penampilan mirip, dianggap berjodoh.     

Mungkin seandainya situasi mereka berbeda, Therius dan Emma akan bisa saling menyukai, dan kisah cinta ini tidak menjadi kisah cinta satu arah yang menyedihkan.     

"Baiklah... ayo sekarang kita belajar," kata Therius setelah menyelesaikan makan siangnya. Ia beranjak dari kursinya dan berjalan keluar lounge.     

Emma mengikuti dengan sikap ogah-ogahan. Herannya, Xion juga berjalan mengikuti mereka.     

"Aku mau melihat bagaimana Therius menjadi guru," kata Xion asal-asalan. "Pasti seru."     

Therius sama sekali tidak berkomentar. Sementara wajah Emma seketika berubah menjadi cerah. Ia merasa Xion sengaja ikut ke acara belajarnya pertama kali dengan Therius untuk membantunya agar ia tidak merasakan situasi tidak nyaman hanya berdua saja dengan laki-laki yang dibencinya.     

"Terima kasih," kata Emma tanpa suara ke arah Xion. Pemuda itu hanya mengangkat bahu.     

"Aku ingin memastikan kalian tidak bunuh-bunuhan lagi di atas kapal," katanya sambil lalu. "Kapal ini bisa hancur."     

Mereka bertiga berjalan santai ke sebuah ruangan yang terletak di ujung lorong. Ketika Therius membuka pintu, Emma dapat melihat sebuah ruangan yang cukup besar dan ditata indah. Oh.. inikah perpustakaan tempat mereka akan belajar? Emma segera menyukai ruangan itu.     

Salah satu temboknya adalah jendela yang sangat besar dan menunjukkan pemandangan indah ke angkasa luar yang bertaburan bintang-bintang. Emma dapat melihat galaksi, nebulae, dan berbagai benda angkasa yang dilewati kapal mereka. Indah sekali.     

Di dalam ruangan ini ada beberapa kursi yang nyaman dengan meja untuk belajar, sebuah sofa kecil, dan tiga buah lemari besar berisi buku.     

"Silakan duduk," kata Therius. Ia menunjuk salah satu meja belajar di situ. "Kau akan selalu belajar bersamaku di sini."     

Emma melihat ruangan perpustakaan ini sangat nyaman dan membandingkannya dengan ruangan belajar yang kecil dan sangat kaku. Ah, mengapa ia tidak belajar di sini bersama Atila dan Anddara? Ruangan ini jauh lebih bagus!     

"Aku suka ruangannya. Nyaman sekali. Kenapa aku tidak belajar di sini juga bersama kedua guruku yang lain?" tanya Emma kepada Therius.     

Sang pangeran menatap Emma dengan dingin. "Karena aku menggunakan ruangan ini setiap hari."     

"Oh..." Emma seketika menarik ucapannya ingin belajar di sini bersama Atila dan Anddara.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.