Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Aku Menyukai Wanita Yang Kuat



Aku Menyukai Wanita Yang Kuat

0"Aku tidak akan membahas semantik denganmu," tukas Emma. "Faktanya adalah kau membawaku ke kapal tanpa meminta persetujuanku. Bagimu itu bukan penculikan, bagiku itu adalah penculikan. Aku tidak suka itu."     

Therius menatap Emma dan tidak menjawab.     

"Dia benar," kata Xion. Ia menyesap wine di gelasnya dan mengangguk ke arah Emma dan Therius.     

"Kau membuatku tidak punya pilihan, dan aku tidak menyukai itu," kata Emma lagi. "Sekarang aku terpaksa harus ikut Akkadia dan entah bagaimana nasibku dan Haoran di sana."     

Therius menyipitkan matanya dan menatap Emma dengan ekspresi tidak suka. Ia benci mendengar nama Haoran disebut-sebut. Sementara itu Xion mengangkat sebelah alisnya dan memperhatikan Therius.     

Rasanya sejak mereka bertemu Emma, Therius mulai menampakkan berbagai emosi yang dulu ia kira tidak ada. Pria itu sudah bisa tampak tersenyum, marah, dan cemburu. Dulu ia selalu menyimpan semua emosinya di balik topeng wajah datar tanpa ekspresi.     

Xion merasa bahwa kini Therius menjadi banyak berubah. Ia bahkan tidak mengira Therius akan mampu berbuat curang demi memisahkan Emma dari Haoran.     

Mungkin cinta memang bisa mengubah orang... pikir Xion kesal. Dalam hati ia bertekad tidak akan jatuh cinta dan membiarkan kepribadiannya dikendalikan hawa nafsu seperti Therius.     

"Kau selalu punya pilihan. Jangan bersikap seolah kau adalah orang paling malang di dunia," tukas Therius dengan dingin. "Manusia yang tidak punya pilihan hanyalah manusia yang sudah mati."     

"Kau...!" Emma menatap Therius dengan mata berkilat-kilat marah. Entah kenapa pria ini selalu berhasil membuatnya ingin mengamuk.     

"Saat ini kau punya pilihan, tetap ikut ke Akkadia atau mati di luar angkasa bersamanya. Kalau kau tiba di Akkadia, kau bisa memilih bekerja sama denganku atau menghadapi akibatnya. Ayahmu akan dihukum mati dan kau menjadi sandera Akkadia. Haoran? Kau tidak usah memikirkan dia. Kau akan sibuk memikirkan nasibmu sendiri," kata Therius. Kesabaran yang ditunjukkannya sedari tadi kini sudah hilang.     

"Kalau kau ingin mengubah nasibmu, kalau kau ingin memiliki kuasa lebih besar untuk mengambil lebih banyak pilihan, kau harus berusaha dan bekerja keras. Orang yang lemah akan selalu ditindas. Orang yang lebih kuat darimu akan selalu menentukan keputusan untukmu dan kau hanya bisa memilih untuk tunduk atau mati. Kau mengerti?!!"     

Xion ternganga melihat sikap Therius yang tiba-tiba menjadi demikian keras. Ia mendeham dan mengangguk ke arah Emma, lalu berkata, "Dia juga benar."     

Emma mengerucutkan bibirnya berusaha menahan diri agar tidak memaki Therius lagi sebagai pangeran yang tidak punya perasaan.     

Ia tahu Therius benar. Dalam kondisinya sekarang... Emma memang tidak dapat menang. Ia terlalu lemah, dan saat ini, ia bukan hanya harus memikirkan dirinya sendiri, melainkan ayahnya dan Haoran.     

"Baiklah. Aku mengaku bahwa sekarang aku memang tidak berdaya menghadapimu... Tetapi suatu hari nanti, aku akan menjadi lebih kuat. Aku akan membalas semua yang kau perbuat kepadaku. Aku akan membebaskan ayahku dan berkumpul kembali dengan keluargaku..." kata Emma akhirnya. Ia menggigit bibirnya karena perasaannya seketika dipenuhi tekad.     

Ia benar-benar membenci Therius dan bersumpah dalam hati akan membuat Therius merasakan pembalasan atas semua yang telah ia perbuat kepada Emma dan keluarganya.     

Therius menatap Emma dengan pandangan rumit. "Bagus kalau kau sudah mengerti. Aku sudah menduga kau bukan gadis bodoh."     

"..."     

"Kau tahu kenapa aku bisa mengaku kalah kepadamu saat kita berkelahi di atas penthouse?" tanya Therius. "Itu karena aku mengalah kepadamu. Aku sama sekali tidak mengerahkan kekuatanku, apalagi menyerang balik. Kemampuanmu masih jauh di bawahku. Jadi selama kau belum bisa mengalahkanku, jangan harap kau bisa membalas dendam kepadaku."     

Emma mengepalkan kedua tangannya ke samping. Ia tahu lagi-lagi Therius benar.     

"Lalu, apakah kau ingin membebaskan ayahmu.. mengumpulkan keluargamu, memberikan perawatan terbaik agar Haoran sembuh dan kalian bisa berkumpul kembali?" tanya Therius lagi.     

"Kau hanya bisa melakukan itu semua kalau kau tetap hidup. Jangankan membebaskan ayahmu, apalagi menyelamatkan Haoran, nasibmu tidak akan berbeda dari sepupumu yang menjadi putri sandera di Akkadia. Kalau kau melawan, kau tentu tahu bahwa kau tidak dapat melawanku. Di Istana ada begitu banyak kesatria, para ksatria magi pilihan yang bertugas mengawal keluarga raja. Satu saja dari mereka sudah cukup untuk membunuhmu."     

"Kalau memang kau membutuhkan putri dari Thaesi untuk dinikahi... kenapa kau tidak menikahi sepupuku yang sekarang sudah ada di ibukota Akkadia sebagai putri sandera?" tukas Emma dengan emosional.     

Therius menatap Emma lekat-lekat dan kemudian menggeleng. "Aku tidak bisa menikahinya. Anak itu umurnya masih sepuluh tahun. Aku membutuhkan putri yang sudah dewasa."     

Emma mengerucutkan bibirnya mendengar ucapan Therius. "Aku sudah mengerti maksudmu. Apa yang kau inginkan?"     

"Aku masih membutuhkan bantuanmu untuk naik takhta dan mendamaikan Thaesi dan Akkadia. Kalau kau mau bekerja sama denganku, kau akan kulindungi. Berada dalam perlindunganku berarti kau akan hidup dan mendapat kebebasan. Dengan kebebasan yang kau miliki... kau bisa melakukan semua yang kau inginkan untuk berkumpul kembali bersama keluargamu, dan berupaya untuk menjadi lebih kuat dariku. Kalau suatu hari nanti kau berhasil mengalahkanku dalam pertarungan yang adil, aku akan mengaku kalah dan kau boleh pergi."     

Emma menarik napas panjang dan berusaha menenangkan diri saat mendengar kata-kata Therius. Ia mengerti dengan jelas apa yang diinginkan Therius. Pria itu ingin Emma mengalah. Sama seperti seorang ahli strategi yang mengatakan bahwa kadang-kadang kita perlu mundur selangkah untuk dapat maju.     

Therius meminta Emma mempertimbangkan untuk mengalah demi mengulur waktu dan suatu hari nanti ia akan dapat merebut kebebasannya dan orang-orang yang dikasihinya kalau ia berhasil mengalahkan Therius.     

"Aku tidak bisa menikah denganmu.. Aku sudah punya suami." Emma kembali mengulangi penolakannya yang membuat Therius muak setengah mati.     

"Aku tidak memintamu menikah denganku. Seperti yang kubilang, aku hanya memerlukanmu di sampingku untuk mendamaikan Akkadia dan Thaesi. Kita hanya perlu bertunangan dan berpura-pura akan menikah di depan semua orang. Itu sudah cukup." Therius menyesap wine-nya dengan anggun dan melanjutkan kata-katanya.     

"Kau kuberikan waktu lima tahun untuk belajar pada guru-guru terbaik untuk melatih kemampuanmu dan mengalahkanku. Kau bisa meyakinkan Xion untuk mengambilmu sebagai murid dan melatih aeromancy-mu. Kau juga dapat masuk ke akademi dan belajar dari guru-guru terbaik di Akkadia."     

Emma tertegun mendengar kata-kata Therius. Mengapa ia merasa seolah Therius sedang menolongnya? Tentu saja kalau Emma bisa melatih semua kekuatannya, ia akan memiliki peluang mengalahkan Therius dalam pertarungan.     

Apakah Therius berniat untuk berbuat curang di masa depan? Ataukah ia hanya menjadikan ini alasan untuk membujuk Emma tinggal di Akkadia dan menurut kepadaya, lalu mengirim Emma ke akademi seperti yang ia katakan saat mereka bertemu di penthouse?     

"Aku tidak menerima murid," kata Xion menyela. Ia menoleh ke arah Emma dan menggoyangkan jari telunjuknya. "Kau belajar pada orang lain saja."     

"Kenapa kau melakukan ini?" tanya Emma kepada Therius. "Kau bicara macam-macam tentang ini itu, tetapi pada intinya kau sedang berusaha membujukku untuk melatih diri agar menjadi lebih kuat."     

Therius tersenyum mendengar pertanyaan Emma. "Aku menyukai wanita yang kuat."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.