Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

BAB ERROR - JANGAN DIBUKA



BAB ERROR - JANGAN DIBUKA

0Catatan penulis:     

Duh, saya nggak tahu kenapa bab ini bisa nongol di sini. Mohon jangan dibuka ya.     

.     

.     

.     

"Aku.. akan membahagiakanmu," bisiknya setelah ia melepaskan bibirnya dari bibir gadis itu. Sepasang mata topaznya menatap lekat-lekat ke mata indah Emma. "Seluruh hidupku.. hanya untuk membahagiakanmu dan anak-anak kita."     

Emma tersentak mendengar kata-kata Therius. Pemuda itu tampak sangat serius dengan ucapannya. Sebenarnya Emma senang mendengar kata-kata Therius yang ingin membahagiakan Emma, tetapi ia agak kaget mendengar Therius menyebut-nyebut tentang anak.     

Bagaimanapun Emma masih sangat muda dan ia belum memikirkan untuk melahirkan anak-anak dalam pernikahannya.     

Seketika gadis itu terdiam. Therius segera menyadari perubahan ekspresi Emma dan dengan cepat mengoreksi kata-katanya.     

"Maksudku.. aku bicara ke depan. Kita tidak usah punya anak cepat-cepat, tetapi kalau nanti di masa depan kita mempunyai anak, aku akan menjadikanmu dan anak-anak kita prioritas dalam hidupku," kata Therius sambil tersenyum.     

Akhirnya Emma mengangguk. "Aku sendiri masih sangat muda, dan kau juga memiliki begitu banyak tanggung jawab kepada rakyat. Kurasa tidak tepat kalau kita segera mempunyai anak. Bukankah di Akkadia ada peraturan bahwa hanya orang tua yang telah siap memiliki anak yang boleh mendaftar untuk memiliki keturunan? Kalau tidak salah, ada begitu banyak persyaratan yang harus dipenuhi."     

Therius mendeham. "Itu undang-undang untuk rakyat biasa, tidak berlaku untuk keluarga raja."     

"Ahhh.. bukankah itu tidak adil?" tanya Emma sambil menggeleng-geleng. "Seharusnya sebagai raja kau memberi contoh."     

"Dunia ini memang tidak adil," kata Therius sambil mengangkat bahu. "Kalau dunia ini adil maka tidak ada raja dan kaum bangsawan. Apakah kau menginginkan aku menjadi rakyat biasa dan ikut peraturan seperti mereka?"     

Emma menggeleng. "Aku hanya bercanda."     

Emma tahu Therius tidak akan dapat menjadi rakyat biasa, dan ia juga tidak menginginkan pria itu menjadi sesuatu yang bukan dirinya.     

Therius memeluk Emma dan mengusap rambutnya. Ia berbisik dengan mesra di telinga gadis itu. "Aku akan menjadi apa pun yang kau inginkan. Aku hanya ingin bersamamu."     

Pipi Emma bersemu merah mendengar kata-kata Therius. Walaupun pemuda itu bukanlah orang yang banyak bicara dan tidak ekspresif, tetapi ia tidak pernah malu ataupun sungkan mengungkapkan cintanya kepada Emma.     

Sikap Therius itulah yang membuat Emma merasa sangat percaya diri dengan hubungan mereka dan kemudian memutuskan untuk bersedia menikah dengannya lebih cepat. Lagipula, kebersamaan mereka yang cukup intens selama beberapa bulan belakangan membuat kedekatan mereka terjalin sangat erat.     

"Baiklah. Kalau begitu, aku menginginkanmu menjadi raja yang baik," kata Emma sambil balas memeluk Therius.     

Ahhh... setelah semua masalah mereka berakhir, Therius sangat sering memeluk Emma, hingga membuat Emma sangat terbiasa dengannya.     

"Aku akan menjadi raja yang baik dengan kau sebagai pendampingku," kata Therius. Ia melepaskan pelukannya dari Emma dan menatap wajah gadis itu lekat-lekat. "Aku akan meminta Avato dan Atila membereskan jadwal kita dan mengatur upacara pernikahan. Aku tidak sabar ingin mengumumkanmu kepada semua rakyat Akkadia."     

"Kita sudah membicarakan tentang aku pergi ke akademi. Kalau kau mengumumkanku kepada semua orang, aku akan kesulitan untuk masuk sekolah. Orang-orang di akademi akan mengenaliku sebagai istrimu," kata Emma. "Aku ingin seperti ibuku, belajar di akademi sebagai orang biasa."     

"Kau tidak usah kuatir. Keluarga raja tidak menunjukkan wajahnya kepada publik," kata Therius menenangkan Emma. "Kau akan dapat masuk ke akademi sebagai orang biasa. Hanya kepala akademi yang akan mengetahui siapa kau sebenarnya."     

Emma tersenyum senang mendengar kata-kata Therius. "Baiklah, kalau begitu. Kau atur saja."     

Emma dan Therius telah membicarakan tentang pendidikan Emma setelah ia siap untuk masuk ke akademi. Ini adalah sekolah khusus untuk orang-orang yang memiliki kekuatan ajaib, agar mereka dapat melatih kemampuan mereka. Sekolah ini didirikan oleh raja Akkadia 200 tahun yang lalu dan merupakan sekolah tertua di Akkadia saat ini.     

Therius ingin agar Emma dapat melatih kemampuannya, karena itulah ia mendukung gadis itu untuk bersekolah. Selain agar dapat melatih semua kekuatannya, ia juga ingin Emma memiliki teman dan tidak kesepian.     

Ia teringat bahwa ia bertemu dengan Xion, satu-satunya sahabatnya, ketika ia belajar di akademi. Ia berharap Emma juga akan dapat menemukan orang yang cocok dengannya dan dapat menjadi temannya.     

"Akademi itu letaknya sangat jauh dari kotaraja. Aku tak bisa sering-sering bertemu denganmu," kata Therius sambil menghela napas panjang. Ia lalu mengusap pipi Emma dan wajahnya berubah sedih. "Kuharap kau akan merindukanku saat kau tidak bersamaku."     

Emma tertawa kecil ketika mendengarnya. Ia lalu mengangguk pelan. "Tentu saja aku akan merindukanmu."     

"Ah... aku sangat bahagia mendengarnya," Sang raja muda tersenyum lebar saat ia mendengar jawaban yang ia harapkan. Therius lalu mencium Emma dengan mesra dan kembali memeluknya erat.     

***     

Sesuai kesepakatan Therius dan Emma, sebulan kemudian digelar acara pernikahan besar-besaran antara Raja Akkadia dan putri dari Taeshi, yang juga merupakan keturunan bangsawan Akkadia. Seminggu sebelum pernikahan, Emma bertemu dengan keluarganya dari pihak ayah.     

Selama belasan tahun, mereka telah hidup di pengasingan karena Kaoshin dianggap sebagai pengkhianat, musuh negara. Barulah setelah Raja Licht Wolfland mengampuni Kaoshin dan Arreya dan menghapus kesalahan mereka, keluarga itu kembali ke ibukota.     

Mereka diperkenankan memiliki lagi semua harta dan kepunyaan mereka yang dulu disita pemerintah. Dan akhirnya.. mereka bertemu Emma Stardust, putri Kaoshin yang segera akan menjadi ratu Akkadia.     

Emma sangat terharu. Ia bertemu kakek dan neneknya, yang sudah sangat tua. Selain itu, ia juga bertemu dua orang paman, adik ayahnya dan keluarga mereka. Di hari pernikahan, ia tidak lagi merasa sendiri.     

Keluarga Stardust datang menghadiri upacara pernikahan, demikian juga adiknya, Pangeran Aran, bibinya Putri Lilia, dan pamannya yang merupakan Raja Taeshi bersama seisi keluarganya.     

Walaupun kedua orang tuanya sudah tiada, Emma kini memiliki keluarga besar kerajaan Taeshi, keluarga Stardust, dan keluarga Wolfland sebagai keluarganya. Dan tentu saja... Therius, atau Raja Licht Wolfland suaminya.     

"Apakah kau bahagia?" tanya Therius setelah upacara pernikahan selesai dan mereka beristirahat di kamar Therius. Semua keluarga telah bertemu di malam sebelum pernikahan sehingga kedua pengantin dapat beristirahat setelah upacara pernikahan dan tidak perlu lagi menemui mereka.     

Emma merenung sejenak mendengar pertanyaan Therius. Ia memang telah mengalami begitu banyak kemalangan dan masa sulit, tetapi kini rasanya semua itu telah berlalu. Ia masih memiliki keluarga besar, dan suami yang sangat mencintainya.     

Hanya satu hal yang membuat Emma sedih.     

"Aku juga sedih karena ia tidak bisa ada bersama kita," kata Therius, seolah membaca pikiran Emma. "Tetapi kau tahu apa yang ia rasakan. Kalau kita memaksanya untuk tinggal, kita justru akan menyakiti hatinya."     

Emma mengangguk lesu. Memang mungkin laki-laki dan perempuan sangat sulit berteman, karena kalau tumbuh rasa cinta di antara mereka, maka pertemanan itu bisa rusak, jika kisah cintanya tidak berjalan baik.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.