Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Kita Perlu Bicara



Kita Perlu Bicara

0Emma berusaha terlihat tegar dan tenang ketika ia menemui Therius di luar.     

"Kita perlu bicara," kata Emma tegas. Ia mentap Therius dengan ekspresi mendesak, tetapi tidak lagi dipenuhi kemarahan.     

Ia tahu, di kapal ini Theriuslah yang berkuasa. Demi Haoran, Emma tidak boleh membuat Therius marah dan mengakibatkan sang pangeran berbuat sesuatu yang buruk kepada suaminya.     

Therius menoleh ke arah Natan dan seketika dokter itu tahu diri dan hendak keluar dari kliniknya sendiri untuk memberi kedua tamunya privasi. Namun, tiba-tiba Therius berubah pikiran. Ia tidak mau bicara dengan Emma di klinik. Ia merasa tempat itu tidak cukup privasi untuk bicara tentang hal yang demikian penting.     

"Sebaiknya kita ke tempat lain," kata Therius. Ia berjalan keluar klinik tanpa menunggu jawaban Emma. Gadis itu tahu ia tidak punya pilihan selain mengikuti Therius.     

Dengan berat hati ia menoleh ke ruangan tempat Haoran dirawat dan kemudian menghela napas panjang. Ia lalu berjalan menjajari langkah Therius.     

Emma sama sekali tidak akan bertanya kemana Therius hendak membawanya. Ia tidak sudi bicara hal yang tidak perlu kepada pria itu.     

Keduanya berjalan dalam diam dan ekspresi sama-sama dingin melintasi lorong tempat mereka datang tadi. Therius masuk ke lift dan kemudian memencet pin di dadanya dan sebuah tombol putih menyala di dinding.     

"Kapal ini memiliki lima lantai dan kapasitas awak 200 orang. Seratus orang di antaranya prajurit. Ini sebenarnya adalah kapal penelitian yang aku pinjam untuk misi rahasia ini. Para awak tidak tahu siapa aku sebenarnya. Aku menghargai kau tidak membuka identitasku di depan mereka," kata Therius tanpa menoleh ke arah Emma.     

Gadis itu hanya mengangguk, masih tidak berkata apa-apa.     

Ah, rupanya Therius memang benar-benar seorang pangeran, dan ia datang dengan misi ini secara diam-diam, Emma menarik kesimpulan.     

"Kau bilang apa kepada mereka tentang aku?" tanya Emma akhirnya.     

"Mereka tidak berani bertanya. Aku tidak perlu bilang apa-apa," kata Therius santai.     

DING     

Pintu lift terbuka di lantai 5 dan Therius berjalan keluar dengan kedua tangan di dalam saku. Ia lalu berhenti di depan sebuah pintu biru dan tiba-tiba saja pintunya menggeser ke samping. Ini adalah ruangan latihan yang sering dipakainya untuk melatih kemampuannya kalau ia tidak sedang mempelajari berbagai dokumen negara.     

Emma mengedarkan pandangannya ke ruangan seperti aula raksasa yang kosong itu.     

"Ini ruangan untuk berlatih. Dilengkapi dengan dinding yang tahan segala elemen. Kau bisa melatih pyromancy, hydromancy, atau electromancy-mu di sini," kata Therius. "Perjalanan pulang kita akan membutuhkan waktu enam bulan. Kau bisa memilih tidur di sleeping pod sampai kita tiba di Akkadia, atau menghabiskan waktumu dengan melakukan hal berguna."     

Ia berjalan ke bagian kanan dan tiba-tiba sebuah pintu menggeser memberi jalan baginya untuk masuk ke sebuah lounge.     

"Hei... kau sudah bangun?"     

Emma menoleh ke arah asal suara dan menemukan Xion yang sedang duduk di salah satu sofa di lounge sedang bermain dengan beberapa gelas yang melayang di depannya. Wajah pemuda tampan itu tampak ceria.     

Emma menatap pria itu dengan pandangan penuh perhatian. Ia ingat bagaimana Xion melemparkannya dan Therius keluar penthouse waktu itu dengan menggunakan tangan raksasa yang terbuat dari udara.     

Kalau Therius saja tidak dapat menahan lemparan Xion.. maka Emma dapat mengambil kesimpulan bahwa Xion adalah seorang aeromancer yang lebih kuat dari Therius.     

Dalam hati gadis itu bertanya-tanya, bagaimana caranya agar ia bisa menjadi seperti Xion supaya ia dapat melawan Therius.     

"Kupikir kau bilang kau mau tidur di sleeping pod selama enam bulan sampai kita tiba di Akkadia," sindir Therius kepada Xion.     

"Terlalu banyak tidur akan membuat orang sakit badan," jawab Xion acuh. "Lagipula, kalau aku tidak mengawasi kalian, bisa-bisa nanti aku bangun saat kapal itu hancur karena kalian berkelahi lagi."     

Emma menggerutu dalam hati. Dari segi kekuatan, ia masih jauh di bawah Therius. Bagaimana mungkin ia bisa menghancurkan kapal ini dan Therius. Lagipula Emma tidak mau mengambil risiko berkelahi dengan Therius dan merusak kapal ini. Ada Haoran di atas kapal Coralia.     

"Kita sudah di sini. Aku mau bicara," kata Emma akhirnya. Ia tidak mempedulikan Xion. Baginya sebisa mungkin ia membatasi komunikasi dengan baik Therius maupun temannya itu.     

Therius mengangguk. Ia mengambil sebotol wine Akkadia yang waktu itu diberikannya kepada Emma dan dua buah gelas. "Kurasa bicara sambil minum akan membuat suasana menjadi lebih relaks."     

Emma tidak menolak saat Therius mengisi gelasnya dengan wine dan menyerahkan kepadanya. Ia memang menyukai rasa wine yang disebut Xion sebagai wine terbaik di alam semesta itu.     

Ahh, perasaan Emma yang tadi keruh dan penuh kemarahan, perlahan menjadi tenang, setelah ia menyesap sedikit wine-nya.     

Ia duduk di samping Xion yang telah menghentikan permainannya dengan gelas dan kini duduk memperhatikannya.     

"Kau mau tahu cara mengalahkan Therius?" bisik Xion ke telinga Emma saat gadis itu menaruh pantatnya di samping pria itu. Xion memastikan Therius tidak mendengarnya, sehingga nada suaranya yang berbisik-bisik terdengar seolah ia sedang menyebarkan gosip murahan.     

Emma mengerutkan keningnya. Dari mana Xion bisa menebak isi hatinya?     

"Kau tahu dari mana aku berpikir hendak mengalahkan Therius?" bisik Emma balik.     

"Kelihatan dari ekspresimu yang terlihat seperti ingin mencabik-cabik wajahnya." Xion terkikik pelan. Ia mengarahkan tangannya ke arah botol wine di counter lounge dan membawanya ke tangannya. Ia lalu menuangkan wine untuk dirinya sendiri. "Kalau kau jago minum kau akan bisa mengalahkan Therius. Dia tidak pandai minum. Aku bisa mengajarimu."     

"Ugh... aku lebih senang diajari bagaimana mengontrol udara," komentar Emma. "Kulihat kau sangat ahli."     

Xion menggeleng-geleng. "Aku tidak menerima murid."     

"Aku tidak perlu diajari minum," bisik Emma lagi. "Aku hanya perlu belajar menggunakan aeromancy."     

"Hmm... kalau begitu kau harus belajar dari orang lain."     

Therius akhirnya menjadi kesal karena kedua orang itu tampak asyik sendiri berbisik-bisik dan tidak mempedulikan kehadirannya. Ia lalu mendeham dan bertanya kepada Emma.     

"Bukankah kau tadi mengatakan bahwa kita perlu bicara. Bicaralah. Aku mendengarkan."     

Emma menoleh ke arahnya dan menatap Therius lekat-lekat.     

"Kau menculikku!" serunya kesal.     

"Aku TIDAK menculikmu. Aku hanya mengabulkan permintaanmu. Kau bilang kau bersedia pulang ke Akkadia kalau laki-laki itu ikut bersamamu."     

Xion membuang muka saat mendengar kata-kata Therius. Ia tahu Therius sangat cocok menjadi raja karena ahli dalam politik dan bersilat lidah. Ia membuat seolah ia mengabulkan keinginan Emma, padahal pada saat yang sama Therius justru memaksakan kehendaknya.     

Apa gunanya pergi ke Akkadia dalam keadaan hampir mati?     

Xion semakin benci pada politik dan orang-orang di dalamnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.