Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Lubang Paku Yang Sudah Dicabut Tak Dapat Dihilangkan



Lubang Paku Yang Sudah Dicabut Tak Dapat Dihilangkan

0Setelah setengah jam menyerang Therius dengan membabi-buta, akhirnya Emma menyerah. Ia hampir kehabisan napas, dan tangannya seolah tidak dapat lagi digerakkan.     

Air matanya bercucuran karena putus asa. Satu-satunya harapan Emma untuk menyembuhkan Haoran adalah teknologi di Akkadia. Therius telah berjanji untuk membawa Haoran untuk dirawat para dokter yang dibawanya di kapal...     

Dan Emma hanya perlu menggoresnya sedikit untuk memenangkan perkelahian mereka.     

Tetapi ia gagal....     

'Maafkan aku, Haoran,' bisik Emma dengan sedih.     

Sementara itu, Therius memperhatikan bagaimana Emma sudah kehilangan tenaga dan berhenti menyerangnya.     

Pria itu tersenyum tipis dan melipat kedua tangan di dadanya.     

"Ternyata kau sama seperti Putri Arreya yang memiliki banyak kekuatan. Ia memiliki lima jenis kekuatan ajaib dan kulihat kau mewarisi semuanya. Sungguh menakjubkan," komentar Therius dengan nada suara penuh kekaguman. Ia tampak senang melihat Emma akhirnya terengah-engah dan telah menghentikan serangan, tanpa ia perlu balas menyerang gadis itu. "Sayang sekali kalau kekuatanmu yang luar biasa ini tidak dilatih..."     

"Itu bukan urusanmu," tukas Emma. Sepasang mata indahnya menatap Therius dengan pandangan menyala-nyala.     

"Aku bisa melatihmu, Putri Emma. Aku juga bisa mendatangkan berbagai guru hebat untuk mengajarimu. Kau bisa masuk akademi dan belajar pada berbagai orang hebat," Therius tampak menggeleng prihatin. "Sayang sekali kau tidak menggunakannya sebaik mungkin. Dengan lima jenis kekuatan pengendali elemen, kau bahkan tidak bisa melukaiku..."     

Emma menatap Therius dengan pandangan benci. Ia tahu Therius memiliki kuasa untuk menyembuhkan Haoran, tetapi ia menolak melakukannya. Ia sengaja mengajukan syarat agar Emma dapat mengalahkannya sebelum ia mau menolong Haoran, dan ia tahu pasti kemampuan Emma tidak dapat dibandingkan dengan dirinya...     

Therius tahu dari awal bahwa Emma tidak akan dapat melukainya sedikit pun.     

Betapa berbedanya pangeran ini dengan Haoran yang baik hati dan tidak pamrih, pikir Emma. Bibirnya mengerucut penuh kebencian.     

Emma ingat sejak mereka pertama kali bertemu, Haoran selalu menolong dirinya tanpa mengharapkan balasan. Bahkan ketika Haoran meniup lilin ulang tahunnya, ia tidak meminta permohonan untuk bertemu ibunya, melainkan ia memohon agar Emma dapat bertemu orang tuanya.     

Saat mengenang perbuatan-perbuatan baik Haoran kepadanya, air mata Emma kembali mengalir deras. Akhirnya ia melayang turun ke teras penthouse dan jatuh terduduk sambil menangis tersedu-sedu di dekat kolam renang.     

"Haoran... maafkan aku... Aku tidak bisa melukainya dan menyembuhkanmu..." Emma menangis pedih sambil membenamkan wajahnya di kedua tangan.     

Xion berdiri tertegun menatap pemandangan itu. Ia benar-benar merasa kasihan kepada Emma yang menurutnya berada dalam posisi sulit. Xion ingat, ia tidak pernah mempedulikan orang lain sebelum ini.     

Satu-satunya orang yang ia anggap penting selain dirinya sendiri,adalah Therius, sahabatnya. Tetapi minggu ini Therius telah membuatnya kecewa dengan menindas seorang gadis yang tidak berdaya.     

Ia hendak berjalan menghampiri Emma, tetapi ternyata Therius lebih cepat. Pria itu telah tiba di samping Emma dan mengulurkan tangannya untuk membantu gadis itu berdiri.     

Emma mengangkat wajahnya saat melihat tangan Therius terulur. Ia sangat kelelahan dan hampir tidak dapat berdiri.     

"Mari kubantu," kata Therius dengan suara lembut. Emma menatap uluran tangan pangeran itu dengan sepasang mata tajam.     

Ia lalu mengulurkan tangan kirinya dan menyentuh tangan Therius. Pria itu mengangguk dan tersenyum tipis begitu tangan Emma menyentuh kulitnya.     

Tadi katanya, ia akan mengaku kalah kalau aku bisa menggores tubuhnya sedikit saja? pikir Emma tiba-tiba. Mata topaznya tiba-tiba dikilati cahaya berbahaya.     

Tanpa diduga-duga Emma lalu menarik tangan Therius dan dengan sisa tenaganya yang terakhir, tangan kanannya yang diisi petir dihantamkan ke dada Therius sekuat-kuatnya.     

BRUK!!!!     

"Aah!!"     

Keduanya menjerit bersamaan.     

Therius menjerit karena kaget. Ia tidak mengira Emma akan berbuat curang dan menyerangnya tanpa peringatan saat ia sedang membantu gadis itu berdiri.     

Sementara itu Emma merasakan tangannya mendorog dada Therius seperti terbakar oleh api yang sangat panas.     

Ternyata, secara refleks, Therius menggunakan pyromancy untuk menyalakan api pada sekujur tubuhnya saat serangan tapak petir Emma menyentuh dadanya.     

dDaya tolak dari tubuh Therius menghantam tubuh Emma dan membuatnya terpental sejauh 15 meter. Tubuh gadis itu mendarat di sudut teras dengan suara bantingan keras, sementara Therius memegangi dadanya yang terasa sakit. Ia melihat pakaiannya di bagian dada menjadi hangus dan kulitnya sedikit melepuh.     

"Astaga... bukan begini cara meminta seorang wanita untuk menikah denganmu..." omel Xion sambil menggeleng-geleng. "Kenapa kau tidak membawa Aeron untuk memberimu nasihat? Sekarang kau malah menyerangnya hingga dia pingsan. Kalau sudah begini, dia akan semakin membencimu."     

Therius mengangkat wajahnya ke arah Xion dan menghela napas. Ia tahu dari awal bahwa wanita tidak suka dipaksa, tetapi Emma bukan sembarang wanita dan Therius semakin kehilangan cara untuk membujuk gadis itu agar mau ikut pulang bersamanya.     

Ia lalu berjalan menghampiri Emma dan memeriksa keadaannya. Ia sungguh-sungguh berharap Emma tidak mengalami cedera berat.     

Wajahnya segera terlihat lega setelah memastikan Emma tidak terluka parah. "Dia tidak apa-apa. Hanya kelelahan."     

Xion pun ikut menghembuskan napas lega. "Ugh... syukurlah."     

Theriue mengangguk. Ia lalu mengangkat tubuh Emma dan menggendongnya ke salah satu kamar yang ada di penthouse.     

"Aku mengaku kalah. Walaupun Putri Emma tadi menyerangku tanpa peringatan, aku tidak akan menarik kata-kataku. Aku akan menganggap ia berhasil melukaiku dan memenangkan pertarungan ini," kata Therius setelah menutupkan selimut pada tubuh Emma.     

Xion yang berdiri di ambang pintu dengan kedua tangan terlipat di dada hanya bisa menghela napas. "Kau beruntung Putri Emma bukan gadis lemah. Perempuan lain pasti sudah terbakar hidup-hidup kalau sampai ia menyentuhmu seperti tadi."     

Therius berdiri di samping ranjang dan mengamati Emma yang terbaring ditutupi selimut. Wajahnya tampak pucat pasi dan rambutnya berantakan, tetapi bagi Therius, Emma tetap terlihat begitu cantik dan mempesona.     

"Putri Emma memang gadis yang luar biasa," komentar Therius sambil tersenyum tipis. Ia lalu menoleh kepada Xion. "Kita akan membawa laki-laki itu ke kapal untuk mencoba memberinya perawatan, tetapi aku tidak yakin ia masih dapat diselamatkan."     

Xion menatap Therius dengan ekspresi tidak percaya. Ia kembali teringat kata-kata Therius tentang lubang paku yang tak akan bisa hilang walaupun pakunya dicabut.     

Ia tahu Therius masih berusaha terlihat baik di depan Emma dengan membawa Haoran untuk dirawat dokter-dokternya, tetapi sang pangeran tahu bahwa Haoran sudah tidak bisa diselamatkan.     

Oh, Tuan putri yang cantik, mengapa nasibmu malang sekali? tanya Xion kepada dirinya sendiri.     

Therius menatap Emma yang terbaring menutup mata, selama beberapa waktu. Dengan perasaan berat ia akhirnya berjalan keluar kamar dan menepuk bahu Xion. "Ayo kita bersiap-siap. Kita harus mencari laki-laki itu di rumah sakit dan membawanya ke kapal,"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.