Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Apa Yang Dapat Dilakukan Telemancer Level Tertinggi?



Apa Yang Dapat Dilakukan Telemancer Level Tertinggi?

0Therius mengerutkan keningnya saat mendengar dari Xion bahwa Emma juga menguasai api. Tadinya ia mengira Emma, selain sebagai seorang telemancer, ternyata juga merupakan seorang aeromancer. Itu saja sudah sangat membuatnya terkesan. Tetapi kini, ternyata Emma juga merupakan seorang pyromancer?     

"Apa lagi yang belum kau ceritakan kepadaku?" tanya Therius sambil menatap Xion lekat-lekat.     

Xion mengangkat bahu. "Uhm.. dia juga merupakan seorang aeromancer."     

"Apa? Dia juga dapat mengendalikan udara?" Therius tertegun mendengar kata-kata Xion. Empat kemampuan ajaib. Ia ingat Putri Arreya yang menjadi legenda di Akkadia karena menguasai 5 kemampuan ajaib sekaligus. "Apakah menurutmu ia menguasai semua kemampuan Putri Arreya?"     

Xion mengangguk. "Aku menduga begitu... Sama sekali tidak terbayangkan."     

Therius tampak sangat terpukau. Apa pun perasaan yang dimilikinya terhadap Emma, kini bertambah dengan kekaguman yang nyata. Ekspresi wajahnya yang tampak terkejut perlahan berubah menjadi datar kembali.     

"Aku ingin tahu sudah sejauh mana ia melatih kemampuannya..." gumam Therius hampir kepada dirinya sendiri.     

"Kurasa, walaupun ia memiliki banyak kemampuan ajaib, semuanya tidak terlatih. Aku dapat dengan mudah mengalahkannya kalau aku mau. Dia itu seperti batu permata yang belum dipoles. Aku yakin kalau dia dilatih dengan benar, dia bisa menjadi jauh lebih kuat dariku atau darimu," kata Xion. "Sayang sekali dia tidak mau ikut kita pulang. Di Akkadia dia bisa belajar pada guru-guru terbaik di akademi."     

"Dia tidak punya pilihan," kata Therius. Ia kembali duduk di sofa dan meneliti dokumen-dokumen yang tadi dibacanya. Wajahnya tampak berubah menjadi dingin. "Dia harus ikut kita pulang."     

Xion yang sedang menyesap wine-nya mengerutkan kening dan menoleh ke arah Therius dengan pandangan bertanya-tanya.     

"Tidak punya pilihan? Dia barusan sudah memilih untuk tinggal di bumi. Apa maksudmu dia tidak punya pilihan?" tanyanya keheheranan. Ia menurunkan gelas wine dari bibirnya dan menatap Therius dengan mata disipitkan. "Apakah kau sudah melakukan sesuatu? Apa yang tidak kau ceritakan kepadaku?"     

Therius tidak menjawab. Ia menyibukkan diri dengan dokumen-dokumennya dan tidak mempedulikan kebingungan sahabatnya.     

DEG!     

Jantung Xion berdebar sangat keras. Ia segera meletakkan gelas wine-nya ke meja dan bangkit dari sofa untuk keluar dari penthouse.     

Ia menduga Therius telah melakukan sesuatu kepada Haoran.     

"Kumohon kau jangan ikut campur, Xion. Ini perintah dari pangeran putra mahkota," kata Therius tanpa mengangkat wajah dari dokumennya.     

Xion tertegun sebentar, lalu melanjutkan berjalan keluar penthouse dan menutupkan pintu di belakangnya.     

***     

Emma tidak dapat menahan air matanya yang membanjir begitu ia masuk ke dalam lift dan memencet tombol untuk turun ke lobby. Ia menangis tersedu-sedu dan membiarkan dirinya meratapi nasib ayah dan ibunya yang terpisah darinya. Tadi adalah saat terakhir ia dapat melihat ayahnya.     

Mulai sekarang, ia akan berusaha merelakan mereka dan melanjutkan hidup. Ia akan berusaha hidup sebaik-baiknya bersama Haoran di bumi. Ia harus dapat mewujudkan keinginan orang tuanya dan hidup berbahagia di sini.     

Emma hanya dapat mendoakan mereka dari jauh. Ia berharap adik laki-lakinya juga akan dapat hidup dengan baik.     

Mungkin, kalau mereka beruntung... suatu hari nanti adiknya akan dapat mengunjunginya di bumi.     

Begitu lift tiba di lantai dasar, dan pintu lift membuka menuju lobi, Emma buru-buru menghapus air matanya. Ia tidak mau tamu-tamu hotel melihatnya menangis. Nanti kalau ia sudah berdua saja dengan Haoran di mobil, barulah ia akan menumpahkan semua kesedihannya.     

Begitu Haoran melihat Emma keluar dari lift, ia segera keluar dari lounge dan menghampiri istrinya.     

"Hei... Emma, bagaimana hasil pembicaraan kalian di atas?" tanya Haoran begitu tiba di samping Emma dan merangkul bahunya.     

Ia dapat melihat ekspresi Emma yang begitu gelap dan dipenuhi kesedihan. Ia menduga telah terjadi sesuatu yang buruk.     

"Aku bertemu ayahku.. Uhm.. maksudku tadi aku melihat ayahku," kata Emma pelan. Ia memaksa dirinya tersenyum. "Ia terlihat sehat. Aku juga punya seorang adik laki-laki dan ia tinggal bersama ibuku. Mereka semua masih hidup,"     

"Oh.. syukurlah. Aku sangat senang mendengarnya," kata Haoran lega. "Kita akan dapat bertemu mereka."     

Emma menggeleng. "Tidak. Aku sudah memutuskan untuk tidak pulang ke Akkadia."     

"Apa katamu? Kau tidak mau pulang?" Haoran menatap Emma lekat-lekat. Sekarang ia dapat menduga bahwa kesedihan Emma ada hubungannya dengan keputusannya ini. "Bukankah kau ingin bertemu kembali dengan keluargamu? Mengapa sekarang kau berubah pikiran?"     

Emma menggeleng lagi. "Aku sadar bahwa kepergianku ke sana hanya akan menimbulkan konflik lebih besar. Ayah dan ibuku telah berusaha keras melindungiku dengan meninggalkanku di sini.. aku tidak boleh menyia-nyiakan pengorbanan mereka."     

"Oh...." Haoran tertegun. Sebenarnya, inilah hal yang ia harapkan. Emma akan melupakan keinginannya untuk pulang ke Akkadia dan memilih hidup bersamanya di bumi. Ia akan menjaga dan membahagiakan gadis itu. Namun, ia tidak mau membuat Emma merasa terpaksa untuk memilihnya.     

Karena itu, saat ia mendengar sendiri bahwa Emma memutuskan untuk tetap tinggal di bumi, Haoran tidak dapat menahan luapan bahagia di dadanya.     

"Kau.. sudah yakin akan pilihanmu?" tanyanya dengan nada hati-hati. "Apakah ini yang kau inginkan?"     

"Aku yakin," kata Emma. "Kau adalah keluargaku di bumi. Aku juga mempunyai teman-teman yang baik. Juga ada Oma Lin. Kurasa aku bisa memulai hidup baru di sini... Mungkin suatu hari nanti, adikku akan dapat datang ke sini dan mengunjungiku..."     

Haoran merasa sangat bahagia hingga ia melupakan sekelilingnya. Ia memeluk Emma erat sekali. Setelah ia melonggarkan pelukannya, ia mencium bibir gadis itu dengan mesra.     

"Aku akan mendukung apa pun keputusanmu," bisiknya kemudian. "Aku akan membahagiakanmu... Aku berjanji."     

Emma mengangguk sambil menatap wajah Haoran yang berada begitu dekat dari wajahnya. Ia merasa akhirnya ia sudah mengambil keputusan yang tepat. Ia harus merelakan semuanya dan melanjutkan hidup di bumi bersama Haoran.     

Tiba-tiba Haoran mengernyitkan keningnya dan wajahnya tampak kesakitan. Tubuhnya terhuyung dan pelukannya pada tubuh Emma seketika terlepas.     

"Haoran.. kau kenapa?" tanya Emma keheranan.     

"Hmm.. aku tidak apa-apa. Hanya sedikit sakit kepala," kata Haoran, mencoba tersenyum. Tetapi kemudian pandangannya menjadi kabur.     

Tiba-tiba semuanya menjadi gelap.     

"Haoran!!!!" Emma berhasil menahan tubuh Haoran sebelum pemuda itu terguling ke lantai. Dengan panik ia memangku kepala Haoran dan menjerit meminta pertolongan.     

Xion yang baru keluar dari lift, tertegun memandang adegan itu. Dadanya terasa sesak saat ia menyadari Therius serius dengan kata-katanya.     

Pasti ini perbuatan Therius.     

Xion tidak tahu kapan Therius melakukannya.. Apakah mungkin saat mereka bertemu di pesta dansa?     

Xion tahu Therius adalah seorang telemancer level tertinggi yang dapat dengan mudah membunuh manusia biasa dengan menyerang otak mereka.     

Xion seharusnya tahu, dari awal Therius tidak akan membiarkan Emma memilih.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.