Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Seperti Pertengkaran Dua Bocah



Seperti Pertengkaran Dua Bocah

0Emma memegang gelasnya dengan ragu-ragu, tidak mau meminum wine yang disajikan kepadanya dengan segera.     

Sang pangeran menyadari kecurigaan gadis itu dan Therius memutuskan segera meminum wine-nya untuk menunjukkan kepada gadis itu bahwa wine yang diberikannya aman dan ia tidak mencampurkan apa pun yang aneh-aneh ke dalamnya.     

Namun, belum sempat bibirnya menyentuh bibir gelas, tiba-tiba ada hembusan angin dari samping yang membuat gelasnya terbalik dan wine-nya tumpah.     

"Kau...!" Therius terlonjak saat menyadari wine-nya tumpah untuk menghindarkan pakaiannya yang indah agar tidak terciprat, tetapi ia kurang cepat. Pakaiannya bagian atas telah basah oleh tumpahan wine dan meninggalkan noda berwarna merah. Ia segera menoleh ke arah Xion dengan pandangan dipenuhi kemurkaan.     

"Ini karena kau merusak cangkirku barusan," ejek Xion sambil menyesap wine-nya dengan cengiran menyebalkan. Ia benar-benar jahil dan membalas perbuatan Therius mengganggu kegiatannya merangkai cangkir tadi hingga kembali pecah berkeping-keping.     

"Brengsek kau!" omel Therius.     

Seandainya tidak ada Emma di ruangan itu, ia pasti sudah menghambur ke arah Xion dan menghajarnya. Namun karena Emma tampak menatapnya dengan mata membulat, Therius hanya bisa mendeham dan bangkit berdiri dari kursinya. "Maafkan sahabatku yang kekanakan ini. Aku permisi sebentar untuk mengganti pakaianku."     

Ia mendelik ke arah Xion sebelum berjalan masuk ke kamarnya dan menghilang di balik pintu. Emma hanya geleng-geleng melihat kelakuan keduanya.     

Mereka berdua berkelakuan seperti anak kecil, pikirnya dalam hati. Ia menaruh gelasnya di meja dan memilih menunggu Therius atau Xion meminum wine mereka sebelum ia menyentuhnya kembali.     

Ia tidak mau begitu saja menerima minuman dari orang yang tidak dikenalnya dengan baik. Sudah ada terlalu banyak cerita tentang gadis yang mendapat pelecehan seksual saat ia pingsan karena diberi minuman yang dicampur obat.     

Walaupun Emma memiliki kekuatan ajaib, ia tidak menjamin akan dapat bertahan jika ada orang yang membiusnya dengan obat-obatan. Apalagi dua orang lelaki yang ada di depannya ini bukanlah manusia biasa, mereka juga memiliki kekuatan ajaib seperti Emma.     

"Kuharap kau mau bersabar. Dia akan agak lama di dalam," kata Xion dengan nada jahil. "Tadi saja Therius perlu waktu dua jam untuk memilih pakaian."     

Belum selesai ia bicara, pintu kamar Therius telah terbuka dengan suara keras dan pemuda yang sedang digosipkannya itu keluar dengan mengenakan pakaian ringkas serba hitam dan wajahnya tampak berubah gelap karena kesal.     

Xion menekap bibirnya keheranan.     

Sebentar... bagaimana bisa Therius mengganti pakaiannya secepat itu? Kecuali dia merobek pakaiannya yang basah dan mengenakan yang baru dengan secepat kilat.     

Xion cegukan membayangkannya dan segera meneguk habis winenya.     

"Kau bilang apa tadi?" tanya Therius dengan nada suara mengancam.     

Xion batuk-batuk kecil dan kemudian bangkit dari kursinya. "Aku tidak bilang apa-apa, kok. Aku akan meninggalkan kalian berdua untuk bicara. Sepertinya ada banyak hal yang harus kalian bicarakan sendiri. Aku akan turun ke bawah dan berjalan-jalan mencari udara segar."     

Emma segera berdiri dan menahan tangan Xion. "Aku ingin berbicara dengan kalian berdua. Tolong jangan pergi."     

Xion segera menarik lepas tangannya dari pegangan Emma saat merasakan delikan tajam dari sebelah kanannya.     

"Tinggallah," kata Therius dengan nada memerintah.     

Ia tahu Emma tidak mempercayainya dan menginginkan ada orang ketiga di ruangan itu untuk mendapatkan konfirmasi tentang segala sesuatu yang akan Therius sampaikan.     

"Hmm...baiklah. Aku akan tinggal." Xion menuangkan wine kembali ke gelasnya dan gelas Therius yang kosong. "Ayo silakan diminum. Cuaca rasanya tiba-tiba menjadi sangat panas."     

Emma sudah melihat Xion meneguk winenya dengan santai, sehingga demi sopan santun ia pun menyesap wine-nya.     

Rasa wine ini ternyata memang sangat kaya dan memberi sensasi menyegarkan di kepalanya. Emma sangat menyukai minuman itu.     

"Aku senang kau datang," kata Therius memulai pembicaraan. Ia duduk dengan anggun dan menatap Emma dengan penuh perhatian. Sikapnya tampak seperti seorang pejabat negara yang sedang mengadakan dialog diplomasi dengan utusan negara asing. "Xion bilang kalian sudah bicara tadi malam?"     

Emma mengangguk. "Ia menjelaskan sedikit tentang situasi di Akkadia sekarang. Terus-terang ada banyak hal yang tidak aku mengerti dan aku perlu tanyakan kepadamu secara langsung."     

"Aku di sini. Silakan bertanya," kata Therius. Tanpa disadarinya sebuah senyum tipis telah menghiasi wajahnya yang biasa tampak miskin ekspresi.     

Emma menatap pria tampan di depannya dan sesaat dadanya terasa berdebar. Melihat Therius rasanya seolah melihat dirinya sendiri. Mengapa penampilan mereka bisa begini mirip?     

"Apakah kita memiliki hubungan saudara?" tanya Emma tiba-tiba. Ia terpikir bahwa ada kemungkinan kemiripan wajah di antara dirinya dan Therius adalah karena mereka memang memiliki hubungan kekeluargaan. Karena itu, ia memutuskan untuk bertanya dan memastikan.     

Therius menggeleng. "Setahuku tidak. Ayahku berasal dari kerajaan Thaesi, tetapi ia sama sekali tidak memiliki hubungan saudara dengan ibumu."     

Xion mendeham dan bicara seolah kepada dirinya sendiri setelah menyesap wine-nya. "Menurut kepercayaan Akkadia, laki-laki dan perempuan yang wajahnya mirip ditakdirkan untuk menikah. Jadi... mungkin saja kalian itu memang berjodoh."     

Therius yang sedang menyesap wine-nya dengan anggun segera batuk-batuk mendengar kata-kata sembrono yang diucapkan Xion. Kini pakaiannya kembali basah oleh wine.     

'Brengsek. Apa yang kau lakukan, Xion?' Therius mendelik ke arah sahabatnya dan bertanya dengan menggunakan telemancy.     

'Aku membantumu. Seharusnya kau berterima kasih kepadaku.' balas Xion sambil mengangkat sebelah alisnya.     

'Kau sama sekali tidak membantuku. Kau sudah dua kali merusak pakaianku.' Therius mulai geram.     

'Hanya yang pertama kali, itu pun karena aku membalas keisenganmu menghancurkan cangkir yang sudah kutata dengan cantik. Yang barusan ini adalah perbuatanmu sendiri. Suruh siapa kau menyemburkan wine-mu saat sedang minum? Seperti anak kecil saja.'     

'Tingkahmu sudah membuatku malu di depan gadis ini. Lihat saja kalau nanti kau bertemu gadis yang kau sukai, aku akan membalas kejadian hari ini.' ancam Therius.     

Emma menatap Therius dan Xion bergantian dengan wajah bingung. Dilihat dari ekspresi kedua pemuda ini, tampak jelas keduanya sedang bertengkar. Namun, sayangnya tidak ada yang mengeluarkan suara dan Emma sama sekali tidak dapat menembus pikiran keduanya. Baik Therius maupun Xion jauh lebih kuat dari dirinya. Sia-sia saja ia mencoba membaca pikiran mereka.     

Tiba-tiba Emma merasa sangat lemah. Kekuatannya yang selama ini dapat dengan mudah ia gunakan untuk membaca pikiran orang lain dan mempengaruhi mereka, sama sekali tidak berguna di hadapan kedua lelaki yang bertingkah seperti dua bocah sedang berebut bola ini.     

Akhirnya ia mendeham. "Aku di sini. Tolong jangan bicara di belakangku. Itu tidak sopan."     

Therius dan Xion segera tersadar bahwa sedari tadi mereka telah bertengkar secara sembunyi-sembunyi di depan Emma.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.