Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Kunjungan Emma Ke Penthouse



Kunjungan Emma Ke Penthouse

0"Aku harus pergi ke Gedung Continental untuk bicara dengan kedua orang itu," kata Emma saat ia dan Haoran sarapan bersama. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi dan aku tidak ingin kau dalam bahaya."     
0

"Jadi kau akan pergi sendiri?" tanya Haoran. "Setidaknya biarkan aku mengantarmu sampai ke lobi. Mereka tidak akan berani berbuat macam-macam di tempat umum."     

Emma mengangguk. "Aku setuju."     

Haoran tampak sangat berat melepas Emma masuk ke lift menuju lantai paling atas, tetapi ia tahu bahwa Emma perlu bicara dengan orang-orang Akkadia tanpa dirinya. Gadis itu perlu privasi untuk dapat menentukan keputusan apa yang harus ia ambil.     

Haoran sudah tahu dari Therius bahwa kehadirannya tidak diinginkan dan mereka tidak mau membawanya ikut Emma ke Akkadia. Emma tidak mengetahui bahwa Therius telah bicara kepadanya dan Haoran mengerti posisinya.     

Ia tahu Emma sengaja menyembunyikan informasi itu darinya karena ia tak ingin Haoran merasa berkecil hati dan ia mencintai gadis itu karenanya.     

Namun demikian, ia tidak akan membahasnya sama sekali. Ia akan membiarkan Emma berpikir dan mengambil keputusan apakah ia akan membagikannya kepada Haoran atau tidak.     

Haoran berencana, nanti setelah Emma bicara langsung dengan Therius, Haoran akan melakukan hal yang sama. Ia bisa menebak bahwa Therius dapat mengerti apa yang ia katakan walaupun ia tidak berbicara dalam bahasa Inggris, dan hal itu membuat Haoran mengambil kesimpulan bahwa Therius juga seorang telemancer seperti Emma.     

"Hati-hati di sana. Kau bisa langsung meneleponku kalau ada apa-apa..." kata Haoran. Ia melepaskan pegangannya dari tangan Emma dan melepas gadis itu masuk ke dalam lift.     

Emma mengangguk dan melambai kepadanya kemudian menghilang di balik pintu lift.     

Haoran mendesah dan kemudian berjalan masuk ke lounge yang terletak di lobi. Ia memesan secangkir teh dan kemudian duduk di sofa sambil melamun. Ia tidak dapat menebak apa kira-kira yang sedang terjadi di atas sana.     

Perjalanan menuju lantai 100 berlangsung seolah begitu lambat bagi Emma yang tidak sabar ingin segera bertemu dengan Therius. Ada begitu banyak hal yang ingin ia tanyakan kepada pemuda itu tentang Akkadia, tentang ayah dan ibunya... serta tentang Therius sendiri.     

Ia tidak mengerti mengapa seorang lelaki muda dan berkuasa seperti dirinya mau menikah tanpa cinta demi kekuasaan yang pasti akan ia dapatkan juga.     

DING     

"Kita sudah sampai, Nona," kata staf hotel yang membawanya naik ke lantai 100. Pintu lift terbuka di hadapan sebuah pintu dan ia mempersilakan Emma keluar.     

"Terima kasih. Aku akan mengetuk sendiri pintunya," kata Emma. Staf itu mengangguk dan kemudian memencet tombol lift untuk kembali ke bawah.     

TOK TOK     

Therius melambaikan tangannya dan menyuruh Xion membuka pintu. Sahabatnya itu tampak sedang bermain-main dengan cangkir teh yang tadi dipecahkan Therius dan ia sedang menyusunnya bagaikan puzzle tanpa menggunakan tangannya.     

"Buka saja sendiri. Aku bukan pelayanmu," kata Xion tanpa mengalihkan pandangannya pada potongan cangkir yang hampir jadi setengah.     

"Posisimu lebih dekat ke pintu," kata Therius.     

"Oh ya?" tanya Xion yang tiba-tiba sudah melayang cepat pindah ke teras di samping kolam renang bersama tumpukan pecahan cangkirnya. "Kurasa kau yang lebih dekat pintu."     

"Iishh..." Therius hanya bisa memutar matanya melihat tingkah Xion yang kadang menurutnya terlalu berlebihan ini. Dengan enggan ia menurunkan beberapa dokumen yang sedang ia baca dan berjalan ke arah pintu penthouse.     

Ia membuka pintu dengan niat siap memarahi petugas hotel yang mengganggu waktunya membaca.     

"Mau apa ka..." Kata-katanya terhenti di udara ketika ia melihat seorang gadis luar biasa cantik berdiri di depan pintu.     

Emma mengenakan jeans dan atasan simpel berwarna merah muda serta sepatu kets. Penampilannya tampak sangat kasual dan sederhana, berbanding terbalik dengan Therius yang mengenakan pakaian kebesaran seorang pangeran Akkadia yang tampak begitu rumit dan terbuat dari bahan yang sangat indah, berwarna hitam dengan aksen ungu.     

Untuk sesaat, keduanya tampak tertegun dan saling pandang keheranan.     

"Hei... kau datang," kata Therius dengan ekspresi kaget. Ia tidak menyangka Emma akan datang secepat ini.     

"Kita perlu bicara," kata Emma sambil menatap Therius dengan pandangan tegas. "Boleh aku masuk?"     

"Tentu saja. Silakan." Therius membuka pintu lebih lebar dan mempersilakan Emma masuk. Dadanya seketika berdebar-debar, namun ia berusaha menjaga agar ekspresinya tetap datar. Ia menunjuk ke salah satu sofa empuk di ruang tamu dan mempersilakan gadis itu duduk. "Silakan duduk."     

"Terima kasih." Emma mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan segera menyadari Xion ada di teras sedang bermain-main dengan setumpukan pecahan porselen dan menatanya hingga membentuk sebuah cangkir kembali. Emma mengerutkan keningnya dan menatap Therius. "Temanmu kenapa? Dia sedang membuat cangkir?"     

"Dia sedang bosan," kata Therius sambil mengerling ke arah Xion. Ia lalu mengayunkan tangannya dan tiba-tiba angin berhembus kencang menghantam potongan porselen yang hampir menjadi cangkir sempurna, kembali berceceran di lantai.     

Ia tak suka melihat Emma mengagumi potongan cangkir jelek itu. Memangnya kenapa kalau Xion bisa menata semua potongan kecil itu kembali menjadi cangkir? Tidak ada yang istimewa.     

"Hei, brengsek! Apa yang barusan kau lakukan?" seru Xion sambil mendelik ke arah Therius. Sudut matanya segera menangkap sosok Emma dan ekspresi kesalnya segera menghilang, digantikan oleh senyuman lebar. Xion segera bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri Emma. "Hey, Putri Emma Stardust. Kau datang cepat sekali. Apakah kau sudah memikirkan kata-kataku?"     

Therius tidak mempedulikan Xion segera bertanya kepada Emma apakah ia mau minum sesuatu. "Aku bisa membuatkanmu teh atau kopi atau mungkin wine?"     

Emma hendak menolak. Kalau ia ditawari minuman saat ini, tentu ia akan memilih meminum minuman yang cukup keras untuk bisa meredakan kegalauan hatinya. Tetapi ia tak mau minum di depan orang yang tidak dikenalnya dengan baik.     

"Aku baik-baik saja. Aku hanya di sini sebentar."     

"Hmm.. perkenankan aku menjamumu sepantasnya. Aku membawa wine khas dari Akkadia. Kurasa kau belum pernah mencobanya?" tanya Therius tiba-tiba.     

Ia tidak menunggu jawaban dari Emma segera masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil botol wine yang ia maksudkan. Therius bukan seorang peminum. Ia hanya minum sedikit di acara-acara penting karena toleransinya terhadap alkohol rendah. Namun ia membawa wine terbaik dari Akkadia ke Singapura khusus untuk keperluan menjamu Emma di pertemuan pertama mereka.     

"Terima saja," kata Xion sambil mengedip.     

Emma akhirnya mendesah dan mengangguk. Sejauh ini Therius dan Xion bersikap baik dan sopan kepadanya. Ia tidak mau bersikap sebagai tamu yang tidak mengenal sopan santun.     

Therius keluar tidak lama kemudian dengan sebuah botol wine kecil di tangannya. Ia bergegas ke dapur mengambil tiga buah gelas wine dan menaruhnya di meja.     

"Aku tidak suka minun, tetapi aku menyukai rasa wine ini. Meminumnya sesekali terasa sangat menyenangkan," komentarnya sambil menuangkan sedikit wine ke masing-masing gelas. Ia menyerahkan segelas kepada Emma lalu mengangkat gelasnya sendiri. "Senang bertemu denganmu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.