Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Kau Berdandan????



Kau Berdandan????

0"Kau pasti menyesal tadi malam tidak mau menemaniku minum," kata Xion saat melihat Therius keluar kamarnya dengan langkah tegap.     

"Kau tahu aku bukan tukang minum," kata Therius. Ia masuk ke dapur dan keluar tidak lama kemudian dengan sepoci teh dan dua buah cangkir. Setelah menuangkan secangkir teh untuk diirnya sendiri dan menyesapnya dengan anggun, ia mengangkat sebelah alisnya dan bertanya kepada Xion. "Mengapa aku harus menyesal?"     

"Putri Emma kemari," jawab Xion sambil mengerling ke arah sahabatnya.     

Ah... Ia tersenyum saat melihat Therius tampak tertarik.     

"Lalu?" tanya Therius. Ia menurunkan cangkir dari bibirnya dan kini memperhatikan Xion dengan sepenuh hati.     

"Aku mengatakan tujuan kita kemari. Aku menceritakan tentang ayahnya dan memintanya berpikir," kata Xion dengan ekspresi penuh kemenangan. "Kau berutang budi kepadaku."     

"Kenapa dia tidak bicara sendiri kepadaku?" tanya Therius sambil mengerutkan keningnya.     

"Kau sedang tidur, bodoh..." tukas Xion.     

Therius terdiam sesaat. Ia lalu memperhatikan Xion baik-baik dan bertanya dengan sungguh-sungguh.     

"Apa saja katanya? Apakah dia menanyakan tentang orang tuanya?"     

Xion mengangguk. "Benar. Itu hal pertama yang ia tanyakan."     

"Lalu kau jawab apa?"     

"Whoaa... kau pasti benar-benar tertarik kepadanya. Aku belum pernah mendengarmu bicara sebanyak ini," komentar Xion. Tadinya ia ingin menggoda Therius dan menyimpan sendiri informasi ini, tetapi sayangnya ia terlalu senang bicara. Ia mendeham lalu mulai bercerita. "Dia menanyakan tentang ayah dan ibunya. Aku menceritakan apa yang terjadi secara singkat. Dia menangis."     

"Menangis?" Therius merasakan dadanya sakit saat ia mendengar kata-kata sahabatnya.     

"Tidak menangis seperti gadis-gadis biasa. Hanya air matanya yang menetes, tapi dia sama sekali tidak menangis terisak-isak seperti yang lainnya itu. Menurutku dia berusaha keras terlihat baik-baik saja, dan itu justru membuatku menjadi sangat kasihan kepadanya." Xion menghela napas. "Dia sangat terpukul saat mengetahui ayahnya menghadapi hukuman mati."     

"Apakah kau mengatakan kepadanya bahwa aku bisa mengampuni ayahnya kalau aku naik takhta?" tanya Therius.     

"Persis, itu yang kubilang. Tetapi ia mengatakan bahwa ia sudah menikah dan ia mencintai suaminya."     

Saat itu juga cangkir teh di tangan Therius menjadi pecah berkeping-keping.     

"Wow... jangan bunuh pengirim pesannya..." tukas Xion sambil mendelik.     

Therius tahu bahwa pernikahan itu baru berlangsung kurang dari dua minggu. Sehingga bisa dibilang mereka hanya terlambat sedikit. Namun demikian, ia juga dapat melihat betapa dekat hubungan antara Emma dan Haoran karena pemuda itu adalah teman pertama Emma. Mereka bersahabat sebelum kemudian menikah.     

Bagaimana ia bisa menang dari itu semua?     

Ia menyapukan tangannya dan kepingan-kepingan cangkir teh yang berserakan di lantai segera tersapu ke sudut ruangan. Dengan anggun ia menuang teh ke cangkir satu lagi dan menyesapnya dengan wajah tanpa ekspresi.     

"Aku menyuruhnya memikirkan baik-baik semuanya dan bicara datang ke sini untuk bicara denganmu."     

"Kau tahu kapan ia akan datang?" tanya Therius sambil mengerling ke arah Xion.     

"Entahlah. Aku tidak bilang. Kau tunggu saja."     

"Hmm..." Therius mengangguk. Ia lalu menghabiskan tehnya dan bangkit berdiri menuju kamar tidurnya.     

Xion keheranan karena Therius sama sekali tidak keluar kamar selama berjam-jam.     

"Heh... mengapa dia mengurung diri di kamar?" Ia tadinya mengira Therius akan mandi dan berganti pakaian lalu keluar menemuinya dengan sebuah buku atau dokumen kerajaan yang perlu ia pelajari, seperti biasanya.     

Tetapi hari ini ia sama sekali tidak menampakkan batang hidungnya setelah masuk ke kamar.     

"Putri Emma sudah datang!" teriak Xion tiba-tiba.     

SREK     

Pintu kamar Therius tiba-tiba membuka dan tampaklah sang pangeran keluar dari kamarnya dengan pakaian kebesarannya. Wajahnya tampak agak panik. Xion belum pernah melihatnya seperti ini.     

"Di mana dia?" tanya Therius keheranan saat melihat tidak ada siapa-siapa selain Xion di ruang tamu.     

Xion hanya tertawa melihatnya.     

"Kau sedang apa di kamar berjam-jam? Berdandan?" Keningnya seketika mengerut ketika ia melihat wajah Therius yang berubah masam. "Astaga! Jangan bilang kepadaku kau memang menghabiskan waktu berjam-jam di kamar untuk terlihat tampan di depan Putri Emma Stardust!"     

Ia segera menghambur dan menggeser tubuh Therius ke samping, masuk melalui pintu dan melihat ke dalam kamar besar itu.     

Ia segera berkacak pinggang dan geleng-geleng kepala.     

"Aku tadi cuma bercanda... " Ia menoleh ke arah Therius dengan pandangan terkejut. "Ternyata kau sungguh-sungguh. Kau benar-benar menyukai gadis ini."     

Therius sangat populer di antara murid-murid wanita sejak ia masih di akademi, walaupun mereka tidak tahu bahwa ia adalah pangeran putra mahkota. Namun demikian, Xion belum pernah melihatnya tertarik pada seorang gadis pun.     

Baru kali ini.     

Ahh... sahabatnya memang benar-benar sedang jatuh cinta.     

Sayangnya ia terlambat. Satu-satunya gadis yang ia sukai sudah menikah dengan orang lain dan bahkan menegaskan bahwa ia mencintai suaminya.     

Xion hanya bisa berharap bahwa Emma akan mengambil pilihan yang tepat dengan menghitung untung rugi yang terbaik.     

Kalau ia berkeras ingin bersama Haoran, ia tidak akan bertemu kembali dengan keluarganya, dan ayahnya akan mati. Bila Jenderal Kaoshin Stardust mati, kemungkinan Putri Arreya akan ikut mati bersamanya.     

Tetapi kalau Emma memilih meninggalkan Haoran, ia akan dapat menyelamatkan keluarganya, Therius akan dapat naik takhta tanpa halangan, Emma akan menjadi ratu di Akkadia, dan tentu saja ia akan mendapatkan suami yang mencintainya dan memperlakukannya dengan baik.     

Kalau Therius hanya menganggap Emma sebagai pion untuk naik takhta dan tidak menyimpan perasaan cinta kepada Emma, mungkin situasi Emma tidak akan terlalu menguntungkan karena mereka harus menjalani pernikahan tanpa cinta. Tetapi ini sama sekali tidak seperti itu.     

Xion dapat melihat bahwa Therius benar-benar tulus mencintai Emma, walaupun mereka baru bertemu sekali. Atau kalau dugaan Therius benar, bahwa memang Emma yang ia temui di masa lalu, maka Emma adalah cinta pertamanya.     

Bukankah orang bilang, lebih baik bagi wanita untuk menikah dengan laki-laki yang mencintai mereka daripada menikah dengan laki-laki yang mereka cintai?     

Lelaki yang mencintai mereka akan memperlakukan mereka dengan baik dan merawat mereka dengan sepenuh hati. Xion sudah mengenal Therius sangat lama dan ia yakin sang pangeran akan memperlakukan istrinya dengan baik.     

Pertemuannya dengan Emma di masa lalu tentu meninggalkan kesan yang sangat dalam bagi Therius sehingga ia terus mengingatnya dan bahkan dengan setia menyimpan cincin gadis itu selama belasan tahun. Ketika mereka bertemu kembali setelah ia dewasa, perasaannya kepada gadis itu seketika membara dan ia pun jatuh cinta tanpa dapat ditahan lagi.     

Sebenarnya Xion masih bingung tentang apa yang terjadi di masa lalu, tetapi ia sudah menyerah untuk memikirkannya. Ia hanya bisa berharap bahwa seiring dengan waktu, Therius akan mau menceritakan apa yang terjadi sebenarnya.. atau ia sendiri yang akan mengetahui jawabannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.