Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Aku Akan Membiarkanmu Membaca Pikiranku



Aku Akan Membiarkanmu Membaca Pikiranku

"Kau berbohong..." cetus Emma. Namun demikian ada keraguan pada suaranya. Bagaimana kalau Xion mengatakan yang sebenarnya dan ayahnya memang sedang menghadapi hukuman mati? Bagaimana mungkin Emma akan sampai hati membiarkan ayahnya dibunuh?     

Brengsek! Mengapa kemampuannya membaca pikiran justru menjadi sama sekali tidak berguna di saat yang begini penting?     

Tanpa terasa air mata menetes dari kedua sudut matanya saat membayangkan ayahnya yang penyayang sedang menghadapi kematian. Mengapa nasib ayahnya malang sekali?     

Kesalahan Jendral Kaoshin Stardust hanyalah mencintai Putri Arreya.     

"Tuan Putri... Aku akan membiarkanmu membaca pikiranku dan kau akan dapat menentukan sendiri apakah aku berbohong kepadamu atau tidak..." kata Xion dengan suara lembut.     

Ia melihat sepasang mata topaz gadis itu tampak berusaha keras terlihat tegar. Entah kenapa, tiba-tiba perasaannya dipenuhi rasa iba. Di depannya sekarang berdiri seorang gadis yang telah menjalani hidup dalam kesendirian dan sunyi selama belasan tahun. Usianya pun sekarang masih muda.     

Xion tidak dapat membayangkan penderitaan apa saja yang telah dialami gadis ini sejak kecil saat ia berusaha bertahan hidup di planet asing ini ini sendirian.     

Ia mengulurkan tangannya dan pelan-pelan bergerak mendekati Emma. Pusaran angin yang melingkupinya telah menghilang entah kemana.     

Emma sangat terkejut ketika menyadari Xion ternyata dapat terbang tanpa kesulitan. Gadis itu bergerak mundur tanpa sadar, tetapi Xion lebih cepat darinya dan telah menangkap tangannya.     

"Lepaskan aku!" bentak Emma sambil menarik lepas tangannya dari Xion, tetapi pemuda itu lebih kuat darinya. Ia menahan tangan Emma dan menaruhnya di keningnya. Mereka kini telah berada saling berhadapan dan wajahnya keduanya berjarak sangat dekat dari satu sama lain.     

Xion telah menghapus ekspresi menyebalkannya dan kini menatap Emma dengan sungguh-sungguh.     

"Tuan Putri, kau akan kuizinkan membaca pikiranku. Kau akan tahu bahwa aku tidak berbohong," katanya dengan suara lembut. Xion menatap Emma dan menahan tangan gadis itu agar tetap di keningnya.     

Emma tertegun saat menyadari kini ia dapat membaca pikiran pemuda di depannya.     

Oh....     

Ternyata Xion tidak berbohong!     

Kini Emma dapat membaca pikirannya.     

Kalau begitu.. dulu saat Emma tidak dapat membaca pikiran Haoran, Emma memang sudah jatuh cinta kepadanya. Itulah sebabnya ia baru dapat mengetahui isi hati pemuda itu setelah mereka berciuman.     

Karena Emma jelas-jelas tidak jatuh cinta kepada Xion, maka Emma memang tidak dapat menembus pikirannya karena Xion lebih kuat dari dirinya.     

Apakah Therius juga seperti itu? Apakah ia juga sekuat Xion?     

"Therius adalah seorang telemancer sama seperti dirimu. Ia dapat mengendalikan pikiran. Kau tidak akan bisa mempengaruhi pikirannya sama sekali. Ia jauh lebih kuat darimu," kata Xion tiba-tiba seolah membaca pikiran Emma. "Kalau ada orang yang dapat melatihmu untuk menggunakan telemancy, kurasa dialah orangnya. Tetapi bahkan dia, seorang telemancer level tertinggi, tidak dapat membaca pikiranku tanpa kuizinkan. Jadi kau tidak usah berkecil hati."     

Emma mengerucutkan bibirnya dan menatap Xion dengan tajam. 'Di mana ayahku sekarang?'     

'Ayahmu ada di dalam penjara militer. Ia adalah tahanan politik paling lama di Akkadia. Raja Cassius sangat ingin membunuhnya karena menganggap Jendral Stardust telah mempermalukan keluarga raja dan kemudian menjadi penyebab kematian Pangeran Darius, putra kesayangannya.'     

'Tapi? Kenapa Raja Cassius masih membiarkan ayahku hidup?'     

'Tapi mereka tidak dapat mengambil risiko Putri Arreya mengerahkan seluruh pasukan Thaesi untuk menyerang Akkadia dan bertempur sampai mati untuk membalas dendam. Walaupun Thaesi pasti akan kalah, kerugian di pihak kita tetap akan besar.'     

'Di mana ibuku sekarang?'     

'Putri Arreya sudah kembali ke negaranya di Thaesi. Akkadia tidak dapat menghukumnya karena ia tidak melakukan kesalahan. Jenderal Stardust-lah yang memaksanya melarikan diri dan menyihir semua orang di Akkadia.'     

'Ayahku tidak memaksanya. Ibuku yang menginginkan mereka pergi. Ia mencintai ayahku,' bantah Emma tegas.     

'Jenderal Stardust mengakui semua kesalahan begitu mereka ditangkap dan dibawa kembali ke Akkadia. Sebagai jenderal kerajaan Akkadia, ia diadili secara militer dan dinyatakan bersalah. Ia dijatuhi dihukum mati tetapi sebelum eksekusi dilakukan, Putri Arreya berhasil menculik Pangeran Darius dan mengancam akan membunuhnya kalau Jenderal Stardust mati. Saat itu istana benar-benar kacau.'     

Emma memejamkan matanya dan berusaha menahan agar butir-butir air mata tidak bertambah deras menuruni pipinya.     

Ayahnya sungguh-sungguh menanggung semua kesalahan itu sendirian.     

Xion menurunkan tangan Emma dari keningnya. "Sekarang kau percaya kepadaku? Maafkan aku telah berbohong saat aku mengatakan bahwa pernikahan di luar planet Akkadia tidak diakui negara, tetapi aku sungguh-sungguh saat mengatakan bahwa lelaki itu tidak akan selamat jika ia ikut denganmu pulang. Kau mau membawanya untuk apa? Untuk mati?"     

Emma tersentak mendengar kata-kata Xion. "Aku tidak akan membiarkannya mati!"     

"Kau pikir Putri Arreya bisa menyelamatkan suaminya? Yang bisa ia lakukan sejauh ini hanyalah menahan agar Raja Cassius tidak membunuh Jenderal Stardust.. tetapi bahkan ia tak dapat membebaskannya, dan Putri Arreya bukan seorang gadis muda tak berdaya sepertimu," kata Xion lagi.     

"Aku bukan gadis muda tak berdaya..." tukas Emma. Ia menarik lepas tangannya dari Xion.     

"Kau tahu siapa yang sanggup membebaskan ayahmu?" tanya Xion dengan sungguh-sungguh.     

Emma menatap pemuda itu dengan wajah penuh tanda tanya.     

"Siapa?"     

"Raja Akkadia," jawab Xion tegas. "Raja Akkadia berikutnya akan dapat membatalkan hukuman terhadap ayahmu, tetapi calon raja tersebut membutuhkan bantuanmu agar ia dapat naik takhta."     

"Aku tidak mengerti maksudmu," kata Emma sambil menatap Xion dengan tajam. Ia mendengar kata-kata pemuda itu dengan jelas tetapi ia ingin memastikan ia tidak salah menanggapi maksudnya.     

"Raja Akkadia sekarang adalah Raja Cassius. Ia yang mengatur pernikahan politik antara Putri Arreya dan Pangeran Darius, putra mahkota sebelumnya. Setelah Putri Arreya melarikan diri dengan ayahmu, situasi politik menjadi sangat buruk dan ia membebankannya pada negeri asal Putri Arreya dan memaksa mereka mencarinya hingga dapat, kalau tidak ia akan menghukum mereka dengan pajak yang lebih tinggi dan kembali memperkenalkan sistem perbudakan untuk tawanan perang asal Thaesi."     

"Perbudakan? Di zaman seperti ini?" Emma tampak sangat terkejut dan terpukul. Ia tidak mengira situasi di Planet Akkadia akan seburuk itu.     

"Kau tidak salah dengar. Di zaman mana pun yang namanya penjajahan masih terus terjadi. Bentuknya ada yang terang-terangan, ada yang lebih terselubung seperti penjajahan ekonomi yang dilakukan negara maju dan kaya terhadap negara miskin dan terbelakang. Itulah yang terjadi sekarang di planet Akkadia yang memiliki enam kerajaan. Sebagai kerajaan terbesar, Akkadia menguasai dan menjajah kelima negara yang lebih kecil." Xion menjelaskan dengan sabar.     

Bagi semua anak kecil di Akkadia, ini adalah pengetahuan umum yang mereka peroleh dari sekolah ataupun media, tetapi ia sadar gadis cantik di depannya ini sama sekali tidak mengetahui itu semua, sehingga ia harus menjelaskan konteks dan latar belakang semuanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.