Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Kita Harus Berbelanja Pakaian Bumi



Kita Harus Berbelanja Pakaian Bumi

0Emma memberi tahu Haoran tentang pesta dansa sekolah dan pemuda itu tidak tampak terkesan. Ia tidak begitu suka acara-acara semacam itu.     

"Teman-teman bilang, mereka akan memilih kita sebagai raja dan ratu prom. Apakah kau mau pergi?" tanya Emma. Mereka memang belum membicarakan sebelumnya untuk datang ke acara pesta dansa ini karena menganggapnya tidak penting.     

Namun setelah teman-teman perempuannya heboh membahas ini semua, Emma mulai merasa tertarik. Ia belum pernah datang ke pesta dansa mana pun, dan dari antusiasme teman-temannya, ia merasa bahwa acara ini akan sangat menyenangkan.     

Haoran yang hendak menjawab tidak, segera mengubah jawabannya saat melihat mata Emma yang berbinar-binar. "Tentu saja!"     

"Ah... benarkah?" Emma tersenyum lebar. Saat ia memastikan tidak ada siapa-siapa di sekitar mereka, ia mencium pipi Haoran.     

Pemuda itu meraba pipinya yang agak basah oleh ciuman istrinya dan tersenyum sama lebarnya.     

Ahh.. ia sudah menyadari bahwa akhir-akhir ini Emma lebih banyak tersenyum. Ia ingat dulu Emma sangat serius dan jarang tersenyum. Bisa dibilang selera humornya juga sangat buruk.     

Tetapi sekarang gadis itu pelan-pelan berubah. Haoran sangat senang memikirkan bahwa Emma mulai merasa bahagia, dan ia memiliki andil dalam membuat gadis itu banyak tersenyum.     

Nanti, kalau mereka berhasil bertemu orang tuanya, Haoran tidak dapat membayangkan akan sebahagia apa Emma nantinya.     

Sebenarnya kadang-kadang ada pikiran buruk yang melintas di benaknya. Bagaimana kalau orang tua Emma sudah tidak ada? Bukankah perjalanan mereka ke Akkadia akan sia-sia?     

Namun demikian, ia hanya menyimpan sendiri pikiran-pikiran itu. Ia tak mau kebahagiaan Emma terganggu oleh pikiran buruknya.     

"Kalau begitu aku harus membeli pakaian pesta," kata Emma dengan antusias. "Besok aku akan pergi berbelanja dengan Nadya dan Mary sepulang sekolah."     

"Begitu ya?" Haoran mengangguk. "Aku masih harus ke kantor ayahku seperti biasa. Kalau kau tidak keberatan, aku minta tolong kau belikan dasi kupu-kupu untukku. Aku tidak punya dasi seperti itu. Kalau datang ke pesta dansa dengan mengenakan dasi kerja, aku akan kelihatan formal sekali," kata Haoran. Ia lalu mengeluarkan dompetnya dari saku dan mengeluarkan sebuah kartu debit berwarna hitam dari situ. Ia menyerahkannya kepada Emma. "PIN-nya 210649."     

Emma tertegun memegang kartu itu di tangannya. Ia segera menyadari bahwa PIN kartu debit Haoran adalah tanggal kelahirannya. Ah.. Haoran memang manis sekali!!     

"Aku punya uang kok, kalau hanya untuk membeli dasi," kata Emma berusaha menolak.     

"Bukan itu, kita kan sekarang sudah menikah. Jadi uangku adalah uangmu juga. Kau bisa membeli apa pun yang kau sukai," kata Haoran dengan sabar. Ia mendorong tangan Emma untuk menyimpan kartu itu dan mengalihkan perhatiannya dengan menanyakan hal lain. "Uhm.. aku mesti pergi bekerja sekarang. Kau akan pulang bersama Alex seperti biasa?"     

Selama ini Emma memang sering pulang bersama Alex yang dijemput supir karena rumah mereka berdekatan, sementara Haoran akan pulang naik mobil David atau Dinh yang tinggal di kompleks yang sama dengannya. Setelah berganti pakaian di rumah, ia akan mengendarai mobil Porsche-nya ke kantor ayahnya.     

"Alex ada ulangan tambahan hari ini," kata Emma. "Aku akan pulang sendiri."     

"Oh.. kenapa tidak ikut denganku saja? Nanti aku akan minta David mampir ke rumahmu," kata Haoran.     

"Ahh.. tidak usah. Aku tak mau merepotkan," kata Emma sambil tersenyum. "Lagipula aku tidak buru-buru mau pulang. Ada yang mau kulakukan dulu di sekolah."     

"Baiklah kalau begitu. Kabari aku kalau ada apa-apa," kata Haoran. Ia menepuk bahu Emma pelan dan beranjak keluar kelas. Ia harus melakukan tugas magangnya di kantor ayahnya.     

***     

"Untung kau adalah seorang telemancer," kata Xion sambil tersenyum. Ia meneliti penthouse tempat mereka tinggal dan mengangguk-angguk puas. "Tidak perlu menggunakan kekerasan kalau bisa mempengaruhi orang dengan telemancy."     

Dalam hal ini, ia memang mengaku kalah dari Therius. Sahabatnya itu adalah seorang telemancer yang sudah mencapai level tertinggi dalam usianya yang masih demikian muda. Bukan saja telemancer adalah magi yang jarang ada, tetapi sangat sulit untuk mencapai tingkat Therius sekarang.     

Ia berlatih dengan sangat giat dan menyempurnakan kemampuannya sejak masih di akademi. Menurut Xion, begitu sahabatnya ini naik takhta, ia akan menjadi seorang raja yang sangat berkuasa dan ditakuti. Ia dapat dengan mudah mempengaruhi orang-orang untuk mengikuti keinginannya.     

Kalau Xion bukan Xion, tentu ia juga akan dapat dipengaruhi Therius. Ia dapat membayangkan betapa Therius akan berhasil memaksanya untuk menerima jabatan sebagai penasihat atau perdana mentri.     

Bah! Xion sangat tidak suka berpikir, apalagi kalau urusan politik.     

Ia lebih senang hidup tenang di gunung. Kadang-kadang, kalau ia sedang bosan dan Therius mengajaknya bertualang, maka ia akan menyambut baik. Petualangan di bumi kali ini sepertinya akan menarik.     

Mereka mendaratkan pesawat kecil mereka di sebuah pulau kecil di dekat Singapura dan terbang ke dalam kota tanpa terlihat siapa pun.     

Therius dapat dengan mudah mencari bangunan termegah di Singapura dan masuk ke sana lalu memerintahkan staf hotel untuk memberinya dan Xion akomodasi yang paling mewah di gedung itu.     

Demikianlah mereka sekarang bisa beristirahat di penthouse mewah sambil memandang kota dari ketinggian lantai 50.     

Kalau Xion tampak antusias dengan apa yang dilihatnya, Therius sama sekali tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Baginya kota ini cukup terbelakang. Ia tidak ingin berlama-lama di bumi.     

"Aku mau jalan-jalan keluar," kata Xion. "Kau mau ikut?"     

Therius mengangguk. Ia tidak ingin berjalan-jalan, tetapi ia ingin segera mencari Emma.     

"Sebaiknya kita mencari pakaian yang berasal dari planet ini," kata Xion mengingatkan. "Mode pakaian kita agak unik, kuharap kau sadar itu."     

Ia mengenakan pakaian sederhana berwarna abu-abu, tetapi modelnya agak berbeda dibandingkan pakaian orang-orang bumi yang tadi sempat mereka lewati. Pakaian Therius lebih mewah dan rumit, dan jelas lebih menarik perhatian.     

Kalau mereka berdua berjalan-jalan dengan penampilan seperti itu, mereka akan mengundang kecurigaan orang-orang.     

Therius menghela napas. Akhirnya muncul ekpresi kesal di wajahnya dan ia menggerutu pelan.     

"Aku akan menanyakan di mana kita bisa mendapatkan pakain," katanya. Ia berjalan dengan kedua tangan di saku dan keluar penthouse. Xion mengikutinya dengan antusias.     

Saat keduanya tiba di lobi, mereka kembali menarik perhatian begitu banyak orang. Selain penampilan keduanya yang sangat tampan, tubuh mereka juga lebih tinggi dari kebanyakan pria yang ada di sana. Apalagi ditambah dengan pakaian Therius yang mewah tetapi di pandangan manusia biasa terlihat agak aneh.     

Therius menatap petugas resepsionis dan menanyakan sesuatu kepadanya. Walaupun ia berbicara dalam bahasa Akkadia, namun pada saat yang sama, ia menggunakan telemancy untuk berkomunikasi kepada sang petugas yang mengira ia mendengar tamu tampan ini bicara kepadanya dalam bahasa Inggris.     

"Ahh.. Kita tinggal berjalan kaki ke sebelah kiri dan di sana ada pusat perbelanjaan besar. Kita bisa mendapatkan banyak pakaian di sana." Therius menepuk pundak Xion dan berjalan keluar lobby.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.