Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Pesta Dansa Sekolah



Pesta Dansa Sekolah

0Haoran dan Emma menghabiskan akhir pekan mereka di rumah Haoran dengan bersantai dan membahas rencana mereka ke depannya. Walaupun mereka menduga dalam waktu setahun dari sekarang mereka akan meninggalkan bumi, keduanya tetap harus menjalani kehidupan mereka seperti biasa.     

Mereka membahas ujian masuk universitas dan hal-hal lainnya. Para pelayan di rumah sama sekali tidak mempertanyakan mengapa Emma menginap di rumah Haoran selama akhir pekan. Mereka sama sekali tidak berani mencampuri urusan tuan muda mereka.     

Pada hari minggu sore, Haoran sendiri yang mengantar Emma pulang ke apartemen Oma Lin dan sekalian singgah untuk makan malam bersama. Ia memberikan beberapa hadiah dari Swiss dan Shanghai yang diterima wanita tua itu dengan hati sangat gembira.     

Sejak pertama kali bertemu Haoran, Oma Lin sudah menyukainya. Haoran pandai mengambil hati. Ia juga dapat bercakap-cakap dengan baik dengan orang dari segala usia, termasuk Oma Lin. Dalam hati, Oma Lin sangat senang karena Emma memiliki kekasih yang sangat perhatian dan baik kepadanya.     

Ketika Haoran akhirnya menjelaskan bahwa sebenarnya ia dan Emma telah menikah di Shanghai, Oma Lin awalnya tidak percaya.     

"Ahh.. kalian jangan bercanda seperti itu. Pernikahan bukan untuk main-main, komentar Oma Lin sambil tertawa. Ia kembali menuangkan teh ke cangkir Haoran. "Tetapi Oma senang mendengar bahwa kau serius dengan Emma."     

"Uhmmm... aku juga serius dengan ucapanku sekarang," kata Haoran sambil tersenyum. "Kami tidak bermain-main dengan pernikahan. Aku dan Emma memutuskan untuk menikah karena kami merasa itu adalah hal yang tepat untuk dilakukan."     

Wajah Oma Lin seketika tampak shock. Ia menoleh kepada Emma dengan sepasang mata membulat. Ia menyentuh tangan gadis itu dan bertanya dengan penuh perhatian. Nada suaranya terdengar kuatir, tetapi sama sekali tidak menghakimi.     

"Emma.. apakah... apakah kau hamil? Apakah itu sebabnya kalian menikah buru-buru?"     

Oma Lin tidak tahu siapa keluarga Haoran, tetapi dari penampilan dan cara pemuda itu bersikap, ia dapat menduga bahwa pemuda itu berasal dari keluarga berada.     

Ia tahu bahwa bagi keluarga kaya dan terhormat, skandal seperti anak mereka menghamili gadis di luar nikah akan menjadi noda yang akan memalukan nama baik keluarga.     

Haoran dan Emma saling pandang dan tertawa berderai. Emma buru-buru menggeleng. "Sama sekali tidak, Oma. Aku tidak hamil. Kami juga tidak berencana segera memiliki anak karena kami berdua masih sangat muda. Namun, Haoran dan aku memiliki alasan kami sendiri mengapa kami menikah secepat ini. Kuharap Oma mengerti."     

Oma Lin sungguh tak dapat membayangkan apa gerangan alasan lain yang membuat dua orang remaja seperti Haoran dan Emma memutuskan untuk menikah.     

Namun demikian, ia tidak akan bersikap kepo dan memaksa mereka untuk memberitahunya semua pemikiran dan keputusan mereka. Bagaimanapun, Emma bukanlah cucu kandungnya. Mereka hanya tinggal bersama.     

"Baiklah, kalau begitu." Oma Lin tersenyum hangat. Ia lalu bangkit dan memeluk Emma. "Selamat ya... aku yakin kalian punya alasan sendiri. Aku akan selalu mendoakan kebahagiaan kalian."     

Emma membalas pelukan Oma Lin dengan dada dipenuhi perasaan bahagia. Setelah mereka saling melepaskan diri, Oma Lin memeluk Haoran dan juga mengucapkan selamat.     

"Terima kasih, Oma," kata Haoran sungguh-sungguh. "Aku sangat senang karena Oma telah menjaga Emma selama setahun terakhir ini. Ke depannya, aku juga ingin menjaganya. Emma akan menginap di rumahku bersamaku setiap akhir pekan, sementara kalau di hari biasa..."     

"Kalau di hari biasa, kau yang menginap di sini?" tanya Oma Lin dengan mata berbinar-binar.     

Ia sudah membayangkan apartemennya akan menjadi lebih ramai dan ia bisa memasak untuk lebih banyak orang.     

"Eh... bukan, Oma..." Emma berusaha menyela. Ia tak dapat membayangkan Haoran menginap bersamanya di kamarnya yang kecil. Kamar tidur pemuda itu saja bahkan lebih luas dari seluruh apartemen Oma Lin ini.     

Namun ia sangat terkejut ketika mendengar Haoran menjawab dengan antusias. "Bolehkah? Kalau boleh, aku akan kadang-kadang menginap di sini bersama Emma di hari biasa."     

Emma membulatkan matanya saat ia memandang Haoran dengan ekspresi keheranan. Apa barusan ia tidak salah dengar?     

Astaga...     

Oma Lin tampak sangat bahagia mendengarnya. Ia memeluk Haoran lagi dan menepuk-nepuk bahunya.     

"Ahh.. Oma senang sekali. Kalau kalian ada di sini, Oma tidak akan kesepian."     

***     

Therius berdiri tegak di ruang tengah pangkalan tersebut, sementara para anak buahnya memeriksa situasi dan memastikan tidak ada manusia lain di sana.     

"Tempat ini sudah lama ditinggalkan, Tuan. Kami menyimpulkan ini berdasarkan berbagai log dan rekaman yang kami peroleh dari komputer sistem. Teknisi kita sudah mengambil semua data yang ada." Saul memberikan laporannya dengan penuh hormat.     

"Sudah lama ya? Tetapi kapal messenger itu baru dikirim beberapa waktu yang lalu." Nada suara Therius terdengar agak kecewa, walaupun wajahnya masih tetap tampak datar.     

Ia tadinya berharap Emma Stardust masih ada di pangkalan ini ketika mereka datang. Ia ingin sekali bertemu langsung dengan gadis itu.     

"Tidak mungkin dia di sini terus. Bukankah dia mengatakan bahwa ia tinggal di planet bernama bumi? Kita harus mencarinya ke sana," kata Xion.     

Therius mengangguk. "Aku pikir juga begitu. Tetapi kita hanya akan memakai pesawat kecil. Biar yang lain menunggu di sini. Kau dan aku turun ke sana dan mencari Emma Stardust. Aku tidak mau mengambil risiko manusia di planet itu mengetahui kedatangan kita."     

"Komputer Sentralnya disebut AWA. Ia memiliki informasi lengkap keberadaan Emma Stardust," kata Saul menambahkan. "Sepertinya mereka meninggalkan informasi itu untuk kapal penjemput dari Akkadia agar mereka dapat menemukannya."     

"Gadis pintar," komentar Therius. Pikirannya melayang pada wajah cantik Emma Stardust yang dilihatnya di layar kapal messenger. Ia lalu menepuk bahu Xion. "Rupanya kau akan mendapatkan keinginanmu untuk bertualang di planet terbelakang itu."     

Wajah Xion tampak sumringah dan matanya berbinar-binar. "Sudah kuduga! Akhirnya aku mendapatkan sesuatu dari perjalanan membosankan ini."     

***     

"Kau dan Haoran tidak masuk sekolah bersama-sama selama sepuluh hari," tegur Nadya di jam istirahat. "Apakah kalian berdua bepergian bersama?"     

Emma mengangguk. "Kami menghadiri sebuah konferensi dan kemudian mengunjungi ibu Haoran."     

Sontak teman-temannya menjadi tertarik dan mereka mendekati Emma untuk menanyakan gosip selanjutnya.     

"Astaga... kalian sudah traveling bareng, dan kau juga sudah bertemu ibunya! Apakah ini artinya hubungan kalian sudah resmi?" tanya Nadya dengan antusias.     

Setelah mereka menyelesaikan masalah di antara Haoran, Emma, dan Mary tahun lalu, hubungan di antara gadis-gadis itu sudah membaik. Mary sekarang sudah berhasil melupakan perasaannya kepada Haoran dan memusatkan perhatiannya pada sekolah. Nadya, sahabatnya, juga sudah tidak kesal lagi kepada Haoran dan Emma. Hubungan mereka sekarang baik-baik saja.     

"Hm... bisa dibilang begitu," kata Emma sambil tersenyum tipis. Ia mengerling ke arah Haoran di ujung kelas yang tiba-tiba bersin.     

Pemuda itu menoleh ke arahnya dan mengangkat alis untuk menanyakan apakah Emma dan teman-temannya tadi menggosipkannya.     

'Tidak apa-apa. Ini hanya pembicaraan di antara perempuan,' kata gadis itu dan melambaikan tangannya agar Haoran tidak penasaran.     

"Wahh.. seru sekali ya. Sepertinya hubungan kalian akan mulus. Kalau begitu, kami akan menominasikan kalian untuk menjadi raja dan ratu dansa... Kalau kalian menang, kalian harus traktir ya..." kata Diana sambil tersenyum lebar.     

"Raja dan Ratu Dansa? Kapan?" tanya Emma keheranan. Ia ingat ada persiapan panitia untuk menyelenggarakan acaranya tetapi ia tak tahu pasti kapan acaranya akan dilangsungkan.     

"Minggu depan!" cetus Nadya dengan penuh semangat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.