Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Allan Merasa Kalah



Allan Merasa Kalah

0"Kau mau makan malam?" bisik Haoran saat melonggarkan pelukannya dari tubuh Emma. "Kita baru makan siang bersama ibu. Apa kau tidak lapar?"     

"Hmm.. aku lapar," kata Emma. Sekarang sudah pukul 7 malam dan Emma tidak mau tidur dengan perut lapar. Apalagi setelah kegiatan mereka barusan yang cukup menguras tenaga.     

"Hmm.. baiklah, aku akan memesan makanan untuk kita," kata Haoran. Ia mengambil telepon yang ada di meja dan menghubungi operator untuk memesan makan malam.     

Sementara itu Emma turun dari tempat tidur dan berjalan masuk ke kamar mandi. Ia membersihkan diri dan kembali ke dalam kamar dengan handuk basah yang hangat. Ia memberikan handuk basah kepada Haoran agar suaminya itu dapat membersihkan diri juga sementara ia mengenakan jubah tidurnya.     

Haoran lalu bergabung dengan Emma di teras kamar mereka dan menatap pemandangan kota di bawah mereka. Kota Shanghai tampak sangat meriah oleh lampu-lampu yang gemerlapan. Suasana di kota ini terasa futuristik, mirip seperti Singapura.     

Ia memeluk pinggang Emma dan membenamkan kepalanya di bahu gadis itu.     

"Tadinya aku pikir, Singapura sudah demikian maju dan futuristik... aku tak dapat membayangkan seperti apa Akkadia itu," bisiknya ke telinga Emma.     

Sebenarnya Emma juga sedang memikirkan hal yang sama. Tidak lama lagi mereka akan meninggalkan bumi dan ikut ke Akkadia. Itu adalah planet asing yang sama sekali tidak terbayangkan olehnya.     

Ia tahu teknologi di Akkadia sudah jauh di atas bumi, mengingat mereka telah dapat melakukan perjalanan luar angkasa dengan kecepatan tinggi. Tetapi di saat yang sama, di sana juga ada orang-orang yang memiliki kekuatan ajaib. Ia tahu dari ibunya bahwa hanya sedikit orang yang memiliki kekuatan ajaib seperti Arreya dan Kaoshin, dan lebih sedikit lagi yang memiliki kekuatan lebih dari satu.     

Dengan begitu, Emma dapat membayangkan bahwa Haoran akan baik-baik saja di Akkadia, sebab sebagian penduduk planet itu juga sama sepertinya. Haoran memiliki kecerdasan tinggi dan pemikiran yang matang. Kalau hanya kendala bahasa, suatu saat nanti ia akan dapat mengatasinya. Lagipula, ia juga memiliki Emma bersamanya.     

Emma belum dapat memprediksi apa yang akan terjadi kalau sampai orang-orang itu mengetahui bahwa ia memiliki berbagai kekuatan sekaligus. Ia tahu dirinya sangat istimewa. Namun, ia tidak akan serta merta memberi tahu mereka bahwa ia memiliki kekuatan ajaib. Ia akan melihat dulu bagaimana mereka memperlakukannya.     

Mereka memutuskan makan di teras kamar mereka sambil menikmati pemandangan gemerlap kota Shanghai. Emma mengelilingi tubuh mereka berdua dengan udara panas sehingga mereka tidak merasa kedinginan akibat hembusan angin musim semi di Shanghai.     

Setelah selesai makan malam, keduanya memutuskan untuk menonton film dan bersantai, sebelum kemudian berangkat tidur.     

***     

Setelah tiga hari di Shanghai, akhirnya Haoran dan Emma harus segera pulang ke Singapura. Mereka telah bolos dari sekolah cukup lama dan sebentar lagi mereka harus menyiapkan diri untuk ujian masuk ke universitas.     

Keduanya pamit ke rumah ibu Haoran sebelum berangkat ke bandara dan naik penerbangan sore ke Singapura.     

"Nanti kalau sempat, aku akan mengunjungi ibu lagi," kata Haoran sambil mengusap matanya yang basah.     

Duh.. ia ingin sekali memboyong ibunya ikut ke Singapura. Tetapi sayangnya ia masih belum dapat melakukannya. Lagipula... kalau sampai ibunya ikut bersamanya dan kemudian Haoran bersama Emma harus tiba-tiba pergi ke Akkadia.. maka tentu saja ibunya akan merasa sangat sedih.     

Tentu ia akan berusaha kembali mengunjungi ibunya setahun ke depan. Tetapi entah kenapa, ada firasat buruk yang membuat Haoran menjadi sangat sedih. Ia merasa pertemuannya kali ini dengan sang ibu adalah salam perpisahan.     

Haoran banyak melamun di sepanjang perjalanan menuju Singapura. Emma yang menduga Haoran sedang sedih karena berpisah kembali dengan ibunya hanya dapat menggenggam tangannya dan berusaha membuatnya merasakan bahwa Emma ada di sana dan mengerti apa yang ia rasakan.     

"Emma... besok hari Sabtu. Kau menginap di rumahku saja, ya," kata Haoran saat mereka berjalan turun dari pesawat menuju lounge untuk mengambil koper mereka. "Oma Lin tidak tahu kau pulang hari ini, kan?"     

Emma mengangguk. "Baiklah."     

"Nanti hari Minggu, aku yang akan mengantarmu sendiri ke apartemen Oma Lin. Aku akan menjelaskan kepadanya bahwa kita sudah menikah dan aku akan memintanya untuk mengerti kalau kapan-kapan kau akan menginap di rumahku, terutama di akhir pekan."     

Langkah Emma terhenti saat mendengar kata-kata Haoran dan ia menatap suaminya dengan mata membulat. "Uhm... siapa lagi yang kita beri tahu?"     

"Cuma Oma Lin, karena ia adalah 'keluargamu' di Singapura, dan ia pasti akan bingung kalau kau sering menginap di tempatku. Aku tak ingin ia mengira kau gadis nakal," kata Haoran menjelaskan.     

"Oh.. begitu ya?" Emma kemudian mengangguk. "Benar juga."     

"Nanti kita juga bisa memberi tahu teman-teman, kalau waktunya tepat," kata Haoran lagi. "Tidak sekarang. Aku tak mau mereka menganggap kita memberi contoh buruk dengan menikah muda. Lagipula, nanti mereka akan bertanya-tanya kenapa kita sampai nekat menikah terburu-buru seperti ini."     

"Kau benar. Aku setuju," kata Emma. Ia kembali melangkah dan Haoran segera menggenggam tangannya dan mereka berjalan bersama.     

Di sepanjang perjalanan keduanya menarik perhatian banyak orang. Walaupun Emma dan Haoran memakai pakaian santai dan seadanya, tetap saja penampilan fisik keduanya yang rupawan membuat orang-orang menatap mereka dengan kagum. Apalagi melihat kemesraan yang ditunjukkan keduanya.     

Di depan terminal, supir pribadi Haoran telah sigap menunggu mereka. Ia membawakan koper keduanya dan memasukkannya ke dalam bagasi. Pasangan muda itu menunggu dengan sabar hingga supir membukakan pintu dan keduanya masuk.     

Mereka masuk lewat pintu yang berbeda dan segera duduk manis di kursi belakang. Emma tidak menyadari bahwa Allan yang baru mendarat di Singapura setelah berlibur ke Thailand untuk merayakan ulang tahun ibunya sempat melihat dirinya masuk ke mobil mewah tersebut.     

Allan berdiri tercengang dan menatap mobil yang membawa Emma dengan wajah kusut. Ini adalah gadis yang ia sukai sejak tahun lalu, tetapi Emma menolak perasaannya. Rupanya karena Emma sudah memiliki kekasih. Itulah sebabnya, Allan kemudian mengalihkan perasaannya kepada Bianca dan menjadikannya kekasih.     

Ternyata setelah satu tahun, Allan masih menyimpan rasa suka kepada Emma. Hanya dengan melihatnya sebentar saja bisa membuat dadanya bergetar. Ahh.. sayang sekali Emma sudah memiliki kekasih.     

Kalau dilihat dari mobilnya, sepertinya kekasih Emma berasal dari keluarga kaya. Dulu ia menjemput Emma di kampus NTU dengan mobil Porsche keluaran terbaru, dan sekarang ia masuk ke mobil sangat mewah bersama Emma. Ahh, sayang sekali Allan tidak sempat melihat wajahnya karena ia masuk ke mobil dari pintu seberang Emma.     

Ia ingin tahu seperti apa pemuda kaya yang menjadi kekasih Emma itu. Biasanya lelaki yang hanya mengandalkan kekayaan keluarganya memiliki kekurangan lain. Mungkin pemuda itu jelek.. atau setidaknya tidak sepandai Allan.     

Ugh.. hal ini membuatnya sangat kesal. Seandainya ia bertemu Emma duluan, tentu ia akan dapat memikat Emma dengan ketampanan dan kecerdasannya. Ia sama sekali tidak memiliki kekurangan. Keluarganya pun sangat terpandang dan ayahnya merupakan direktur di salah satu grup perusahaan terbesar di Asia.     

"Eh... bukankah itu mobil Komisaris Lee?" tanya ayahnya dan mengikuti arah pandangan Allan. Mobil mewah itu telah melaju pergi dengan anggun, tetapi ia masih mengenali pelat mobilnya yang khas. Bosnya, Tuan Lee, sang pemilik grup perusahaan Lee Industries selalu memakai tanda LX di setiap mobil miliknya.     

Tidak salah lagi, pasti mobil yang barusan melaju pergi itu adalah salah satu mobilnya.     

"Apa kata ayah? Mobil Komisaris Lee?" Allan menatap ayahnya dengan kening berkerut. "Ayah tidak salah?"     

"Ayah tidak salah. Ayah mengenali pelat mobilnya. Setahuku Tuan Lee sudah kembali dari Swiss seminggu yang lalu dan sedang menghadiri banyak rapat di Singapura. Jadi tidak mungkin itu beliau." Ayah Allan menggelengkan kepala. "Mungkin itu putranya."     

Seketika dada Allan serasa dihimpit benda berat. Anak laki-laki Tuan Lee, dari Lee Industries?     

Ugh.. walaupun mungkin pemuda itu jelek dan bodoh.. kekayaan keluarganya cukup untuk menutupi semua kekurangannya itu.     

Allan akhirnya merasa kalah. Ia tak mungkin menang dari anak pemilik perusahaan tempat ayahnya bekerja.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.