Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Lamaran Therius (2)



Lamaran Therius (2)

0"Emma Stardust yang baik... aku sangat mencintaimu dan aku ingin menikah denganmu. Apakah kau bersedia menerimaku sebagai suamimu yang akan mendampingimu dan melindungimu, serta membahagiakanmu... seumur hidupmu?" tanya pria itu tiba-tiba, mengagetkan Emma.     

Untuk sesaat gadis itu tertegun, tak dapat berkata apa-apa. Perbuatan Therius ini sungguh di luar dugaannya.     

"Hei..." Akhirnya Emma menemukan suaranya. "Mengapa kau melakukan ini? Kita besok akan menikah..."     

"Aku tahu," jawab Therius dengan suara penuh cinta. "Karena itu, aku ingin melakukan ini dengan benar. Aku ingin melamarmu dengan semestinya, sebelum kita menikah. Bagaimana jawabanmu? Apakah kau bersedia menikah denganku dan hidup selamanya denganku, Emma?"     

Emma menekap bibinya.     

Ia tidak tahu harus menjawab apa. Lamaran ini datangnya terlalu tiba-tiba.     

Therius terus menatapnya dengan dada berdebar-debar. Ia ingin sekali mendengar kata-kata dari Emma bahwa ia bersedia menikah dengannya. Setidaknya di malam sebelum mereka menikah, ia dapat mendengar pernyataan itu dari Emma.     

Emma sadar bahwa pemuda itu tidak akan bangkit dari posisinya kalau ia tidak memberikan jawaban. Sungguh situasi ini sangat tidak terduga, dan Emma tidak menyiapkan diri untuk menghadapinya. Tetapi... bukankah besok ia dan Therius akan menikah?     

Mengapa ia tidak menjawab ya saja? Toh ia sudah tahu hasilnya.. mereka akan segera menjadi suami istri begitu mereka menikah.     

"Therius..." Emma menatap pemuda itu dengan pandangan penuh perhatian. "Apa yang kau sukai dariku? Mengapa kau bisa jatuh cinta kepadaku? Aku belum pernah mendengar alasannya. Kurasa aku hanya penasaran dan ingin mengetahui apa yang membuatmu seperti ini. Dan.. sejak kapan kapan kau mulai mencintaiku?"     

Pikiran Therius melayang ke masa lalu, masa lebih dari dua puluh tahun yang lalu saat ia masih kecil dan hampir mati... Saat itu Emma menyelamatkannya. Lalu pada peristiwa tujuh bulan lalu saat ia melihat kembali wajah gadis penyelamatnya di layar monitor kapal messenger yang dikirim Emma ke Akkadia.     

Sejak itulah perasaan cintanya bersemi dan kemudian tumbuh besar tanpa dapat ditahan lagi setelah mereka menghabiskan begitu banyak waktu bersama di The Coralia dan The Dragonite.     

Tetapi, haruskah ia menceritakan semuanya? Apakah tidak lebih baik jika ia menyimpan rahasia ini hingga seumur hidupnya?     

"Aku mencintaimu... karena kau mirip gadis cinta pertamaku." Akhirnya Therius menjawab setelah berpikir beberapa lama. Ia merasa tidak ada salahnya mengatakan yang sesungguhnya. Biarlah suatu saat nanti Emma sendiri yang menyadari bahwa ia adalah gadis yang sama. Bila saat itu tiba, rasanya semua yang terjadi akan menjadi masuk akal.     

Saat ini, bahkan ia sendiri tidak dapat menjelaskan apa yang terjadi dan bagaimana bisa mereka bertemu di masa lalu. Ia masih tak ingin Emma menganggapnya gila.     

"Oh..." Emma tertegun mendengar jawaban Therius.     

Jadi.. ia hanya pengganti untuk seorang gadis lain?     

Emma menarik napas panjang. Sebagai seorang wanita, ia merasa sedikit tersinggung karena ternyata laki-laki yang mengaku mencintainya dan ingin menikah dengannya pernah mencintai gadis lain dan hanya tertarik kepadanya karena ia mirip gadis itu.     

Tetapi... setelah berpikir sejenak, Emma menyadari bahwa ia tidak berhak marah. Ia sendiri belum mencintai Therius seperti itu. Baginya sekarang, pernikahan mereka ada transaksi politik yang saling menguntungkan. Lagipula... kalau Therius menjadikan Emma sebagai pengganti gadis lain, bukankah Emma juga menjadikan Therius sebagai pengganti Haoran?     

Dalam hal ini, mereka sama. Karena itulah, Emma kemudian mengangguk dan tersenyum sedikit kepada Therius.     

"Terima kasih karena kau sudah jujur kepadaku," kata gadis itu. "Ya, aku bersedia menikah denganmu, Therius."     

Pemuda itu tersenyum lebar hingga memamerkan lesung pipinya yang biasanya tersembunyi. Dadanya dipenuhi kebahagiaan saat ia bangkit dari posisi berlututnya dan menghampiri Emma Stardust. Masing-masing tangannya menggenggam tangan Emma di samping tubuh mereka.     

Ia mendekatkan tubuhnya ke tubuh Emma, hingga tidak ada jarak bersisa.     

Emma merasakan dadanya berdebar-debar. Ia belum pernah sedekat ini dari Therius sebelumnya, selain ketika mereka berciuman waktu itu. Wajah pria itu tampak sangat dekat dari wajahnya. Ia bahkan dapat merasakan detak jantung mereka berdetak seirama, sama kencangnya.     

"Kau.. bisa mulai memanggilku Licht," kata Therius sambil tersenyum. "Itu nama yang diberikan ibuku. Aku lahir saat ada komet besar yang sangat besar lewat dan langit malam itu terlihat sangat terang."     

"Benarkah? Sepertinya kelahiranmu sangat istimewa," kata Emma. "Tapi aku akan perlu waktu membiasakan diri dengan nama barumu. Aku mengenalmu selama tujuh bulan sebagai orang lain."     

"Aku mengerti," kata Therius, masih sambil tersenyum. Debaran di dadanya perlahan berkurang dan kini hatinya mulai tenang. Ia sangat bahagia mendengar jawaban Emma bahwa gadis itu bersedia menikah dengannya.     

Ia melepaskan tangan Emma dan kemudian memeluk gadis itu erat-erat. Untuk sesaat Emma terkesima. Udara malam mulai terasa dingin di sekitar mereka, tetapi hatinya perlahan mulai terasa hangat.     

Pelan-pelan, ia mengangkat tangannya dan kemudian balas memeluk pemuda itu. Bagaimanapun, laki-laki ini adalah calon suaminya. Therius selalu memperlakukannya dengan sangat baik. Ia telah berjanji akan membantu membalaskan dendam Emma, dan ia pun dengan penuh pengertian memberikan Emma waktu untuk berkabung setelah mereka menikah.     

Rasanya, Emma tidak akan menemukan laki-laki lain yang begini penuh pengertian dan mencintainya demikian dalam.     

"Aku mencintaimu," bisik Therius. Ia lalu mengecup kening Emma.     

"Terima kasih." Akhirnya Emma menjawab dengan canggung.     

Ia tahu ia harus mengatakan sesuatu, tetapi ia tidak mau berbohong. Mungkin suatu hari nanti, setelah ia selesai berkabung untuk Haoran, dan hatinya telah terbuka untuk menerima cinta Therius, Emma akan dapat membalas kata cinta sang pangeran.     

Therius mengerti isi hati Emma dan ia sudah puas dengan jawaban gadis itu.     

Beberapa saat kemudian, Therius melepaskan Emma dari pelukannya. Ia mengajak gadis itu duduk di bangku dan memandang kotaraja di bawah mereka dan langit malam yang kini tampak begitu indah karena diterangi milyaran bintang dan tiga buah bulan berwarna seperti apa.     

"Kau tahu Emma, semua yang ada di bawah sana, adalah milikmu," kata Therius tiba-tiba. "Akkadia dan segala isinya, setelah kau menjadi istriku. Apa pun yang kau inginkan, akan kulakukan untukmu. Kau menginginkan Daneria? Itu milikmu. Bahkan kalau perlu, aku ingin membuat bintang-bintang di langit bersinar hanya untukmu."     

Emma cegukan mendengar kata-kata Therius. Sejak kapan pria ini menjadi pandai merayu, pikirnya?     

"Uhm... aku hanya ingin kau menepati janjimu untuk membebaskan semua koloni Akkadia," kata Emma.     

"Aku akan melakukannya," kata Therius. "Setelah aku naik takhta aku akan mengadakan sidang terbatas dengan semua mentri dan penasihat raja, lalu mengumumkan keputusanku."     

Ia juga tidak terlalu membutuhkan koloni-koloni mereka karena sekarang Akkadia sudah menjelajah alam semesta. Ada terlalu banyak tempat yang dapat mereka eksploitasi di dunia ini. Begitu ia membebaskan semua koloni mereka, ia akan segera mengirim pulang semua pangeran putri dari keempat koloni yang selama ini menjadi sandera di Akkadia. Yang paling pertama ia kirim pulang adalah Yldwyn, kembali ke Terren.     

Kalau sudah tidak ada koloni, maka ia tidak punya alasan untuk menikahi Yldwyn demi mencegah Terren memberontak. Apa yang mau diperjuangkan? Ia akan memberikan mereka kebebasan yang mereka inginkan sebagai hadiah untuk merayakan pernikahannya kepada Emma Stardust.     

Dengan demikian, orang-orang dari kelima koloni akan mengetahui bahwa mereka berutang budi kepada Emma Stardust atas kebebasan mereka. Tentu akan ada implikasi dari keputusannya ini, tetapi Therius yakin ia akan dapat mengatasi semuanya dengan baik.     

"Lihat, ada beberapa lampion yang terbang dari kotaraja!" komentar Emma tiba-tiba. Ia menunjuk ke bawah bukit.     

Benar saja di langit tampak beberapa belas lampion mulai melayang naik dari kotaraja.     

Apakah festivalnya telah dimulai?     

"Biasanya yang menerbangkan lampion lebih awal adalah keluarga yang memiliki anak kecil," komentar Therius. "Anak-anak harus tidur cepat karena besok mereka harus belajar. Maka orang tuanya memberi mereka lampion untuk diterbangkan sebelum mereka tidur."     

"Oh, begitu, ya?" Emma mengangguk paham.     

Ahhh... ia dapat membayangkan akan seindah apa jika nanti orang-orang dewasa memulai festival dan menerbangkan ribuang bahkan puluhan ribu lampion ke angkasa. Paling rasanya akan seperti dikelilingi kunang-kunang yang sangat banyak.     

"Kau mau kembali ke istana sekarang?" tanya Therius.     

Emma mengangguk. "Kurasa begitu. Xion sudah menunggu kita."     

"Tadinya aku ingin menghabiskan malam berdua saja denganmu untuk menyaksikan Festival Tiga Bulan Api. Aku tidak tahu Xion sudah mengajakmu," kata Therius sambil menggenggam tangan Emma dan berjalan bersama ke arah Phalia yang menunggu mereka di balik pohon. "Tetapi kupikir-pikir, tidak ada salahnya juga menyaksikan festival bertiga."     

Emma tersenyum mendengarnya. Ia kini dapat membuktikan betapa persahabatan kedua pria itu sangat erat. Therius bahkan tidak keberatan menghabiskan momen penting bersama Emma, yang seharusnya bisa menjadi momen romantis, dengan kehadiran Xion.     

Tentu Xion memiliki posisi sangat penting bagi Therius, sama seperti Therius bagi Xion. Dalam hati, Emma bertanya-tanya apakah Therius dan Xion pernah bertengkar hingga persahabatan mereka terancam.     

"Apakah kau dan Xion pernah bermusuhan?" tanya Emma saat ia sudah naik ke punggung Phalia dan Therius menyusul naik di belakangnya.     

Therius menyentuh leher Phalia untuk memerintahkannya terbang kembali ke kotaraja, sebelum menjawab pertanyaan Emma.     

"Tidak pernah. Dia itu sudah seperti saudara untukku," jawab Therius. Ia memeluk pinggang Emma ketika Phalia mulai melesat ke atas dan mengepakkan sayapnya.     

Emma merasa sangat kagum ketika mendengar jawaban Therius. Rasanya persahabatan seperti yang mereka miliki ini sangat jarang. Ah.. Emma sama sekali tidak memiliki siapa-siapa sekarang. Diam-diam ia iri pada persahabatan mereka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.