Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Pertarungan Dua Lelaki



Pertarungan Dua Lelaki

0Therius menatap Xion dengan pandangan tidak percaya. Kini bukan hanya Xion yang wajahnya dipenuhi ekspresi kecewa, Therius juga. Pemuda itu merasa dikhianati karena sahabatnya ternyata juga menyimpan perasaan kepada Emma, gadis yang ia cintai.     

Untuk sesaat keduanya terdiam. Xion merasa kecewa kepada Therius karena telah menyembunyikan kemampuannya sebagai sanomancer yang seharusnya dapat menolong Haoran, dan sebaliknya, Therius merasa marah karena menganggap sahabatnya menikamnya dari belakang dengan jatuh cinta kepada Emma.     

"Aku tidak tahu bagaimana harus menghadapi situasi ini..." kata Therius akhirnya. Ia mengepalkan tangannya dan meninju tembok di sebelahnya. Tembok itu segera retak dan buku-buku jari Therius terluka hingga berdarah, tetapi pemuda itu seolah tidak merasakan sakitnya.     

"Kalau kau mau memukulku, seharusnya kau tidak usah memukul tembok," tegur Xion dengan suara dingin. "Aku di sini."     

Kata-katanya membuat Therius menjadi emosi dan tanpa dapat ditahan lagi, sang pangeran mengangkat tinjunya dan memukul Xion.     

Pemuda yang diserang itu berkelit dengan secepat kilat dan menahan tinju Therius dengan tangan kirinya.     

KREK     

Therius terkejut melihat tangannya membeku ketika ia berhasil menyentuh Xion. Dengan cepat ia mengangkat tangannya yang satu lagi dan memukul Xion dengan bola api yang sangat panas. Xion memiringkan tubuhnya dan mematikan api dari tangan Therius dengan mengisap oksigen di sekitar mereka.     

Therius segera menyalakan kembali bola apinya dengan kekuatan lebih besar dan menyerang Xion dari berbagai arah. Xion yang tidak ingin merusak istana yang begitu indah segera melesat keluar dan naik ke udara. Therius tidak mau ketinggalan segera menyusulnya.     

Kedua pemuda itu berkelahi habis-habisan di atas langit istana putra mahkota dengan bola-bola api dan serangan es yang saling menyambar.     

Therius tidak membiarkan Xion berdiam sejenak agar ia dapat mengerahkan pikirannya dan menghentikan waktu. Ia tidak henti-hentinya menyerang Xion, hingga pemuda itu tidak memiliki pilihan selain menghindar dan menahan serangannya.     

Keduanya bergerak sangat cepat di udara hingga para pelayan dan prajurit yang melihat mereka tidak dapat mengenali tubuh keduanya. Mereka hanya melihat bayangan yang melintas dengan sangat cepat, diikuti dengan suara-suara keras saat bola api bertemu bola es yang menimbulkan ledakan di udara.     

Pertarungan itu berlangsung untuk beberapa lama. Kedua pemuda itu sama tangguhnya dan sama-sama tidak ada yang mau mengalah.     

"Yang Mulia...! Kami sudah mendapat perintah dari Jenderal Moria untuk segera menemui beliau di pangkalan...!" Teriakan Avato lima belas menit kemudian, akhirnya membuat kedua orang pemuda yang sedang bertarung di udara itu menghentikan gerakannya.     

Therius mengerahkan segenap kekuatannya pada kedua telapak tangannya dan menahan tinju es Xion dengan sekuat tenaga. Xion bergerak mundur sedikit saat tinjunya ditahan oleh Therius, dan sesaat kemudian keduanya melayang di udara dengan napas terengah-engah dan wajah yang kusut.     

"Aku harus menyelamatkan Emma," tukas Therius. "Aku akan membuat perhitungan denganmu lain kali."     

"Therius..." Xion tampak menggelengkan kepala. "Kau sahabatku. Aku tidak mau kita bertengkar karena wanita. Aku TIDAK AKAN mendekati wanita yang kau cintai. Kau seharusnya tahu itu."     

Therius terdiam mendengar kata-kata Xion. Ia sangat mengenal sahabatnya dengan baik. Dalam hati ia mengakui bahwa Xion bukan orang yang keji dan tidak akan menusuknya dari belakang.     

Tadi Therius hanya merasa terkejut dan kecewa karena mengira teguran Xion kepadanya yang tidak mau menolong Haoran diakibatkan rasa cemburu Xion kepada Therius yang berhasil mendapatkan Emma.     

Therius membuang muka mendengar kata-kata Xion. Ia tahu Xion benar. Mengapa tadi mereka berdua sampai bertarung karena Emma? Ia sadar bahwa kemarahannya tadi sebenarnya tidak ditujukan kepada Xion, melainkan kepada dirinya sendiri yang kecewa karena apa pun yang ia lakukan, Emma sepertinya tidak juga mencintainya.     

Bagaimana mungkin ia akan membiarkan Haoran hidup dan mengambil Emma darinya? Sekarang saja, dengan Haoran tidak ada, ia masih mengalami kesulitan untuk mendapatkan cinta gadis itu.     

Ia tahu perbuatannya egois, tetapi ia merasa tidak punya pilihan lain. Ia tidak dapatmencintai gadis lain setelah ia bertemu kembali dengan Emma. Sekarang, baginya, gadis itu adalah segalanya. Emma bahkan lebih penting bagi Therius daripada takhta Akkadia.     

"Kau tidak perlu bilang aku egois, kau pikir aku tidak tahu itu?" tanya Therius dengan suara getir. "Aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan. Kalau kau tidak menyetujuinya, aku tidak dapat memaksamu mengerti."     

Xion memejamkan mata dan menarik napas panjang.     

"Aku mengerti apa yang kau rasakan. Percayalah, Therius. Aku sangat mengerti. Aku hanya merasa kecewa karena kau telah bersikap egois dan membiarkan Emma menderita," kata pemuda itu akhirnya. Ketika ia membuka mata, ia menyentuh tangan Therius dan menggelengkan kepalanya. "Aku tidak mau kita bertengkar karena wanita. Bagaimanapun kau adalah sahabatku. Kau sudah seperti saudaraku sendiri dan aku rela mati untukmu."     

"Kau adalah orang paling penting bagiku... selain Emma," kata Therius dengan suara serak. "Aku tidak punya siapa-siapa di dunia ini selain kalian berdua. Aku akan sangat sedih kalau kita bermusuhan."     

Xion mengangguk. "Aku tidak akan menjadi musuhmu. Kau sahabatku selamanya. Tapi..."     

Ia memegang bahu Therius dan mencengkramnya dengan kuat. "Kalau sampai kau membuat Emma menderita, aku tidak akan memaafkanmu. Aku hanya ingin melihat Emma bahagia. Kalau kau berjanji akan selalu menjaganya, dan membuatnya bahagia... aku akan mendukung kalian dari jauh dan mendoakan kalian."     

"Aku berjanji," kata Therius. Ia mulai tampak lega. "Kebahagiaan Emma adalah hal utama bagiku."     

"Bagus," kata Xion tegas. "Aku tidak akan memberi tahu Emma tentang hal ini. Tetapi ini adalah rahasiamu yang terakhir. Aku tidak mau dibohongi sekali lagi."     

Therius mengangguk. Setelah keduanya saling diam selama beberapa saat, ia melayang turun kembali ke istananya diikuti oleh Xion.     

Avato dan para pengawal Therius hanya memandangi mereka dengan wajah keheranan. Mereka tidak tahu mengapa sang pangeran dan temannya tadi berkelahi habis-habisan.     

Namun, kini keduanya tampak sudah kembali berdamai. Mereka hanya bisa menebak-nebak apa gerangan yang tadi terjadi di antara kedua orang ini.     

"Kita pergi sekarang menemui Jenderal Moria," kata Therius. Avato, Ran, dan yang lain-lain segera membungkuk hormat. Mereka berjalan dengan langkah-langkah cepat keluar istana dan kemudian mempersilakan Therius dan Xion naik ke dalam travs yang akan membawa mereka ke Milestad, kota satelit di sebelah timur kotaraja yang merupakan pusat militer Akkadia.     

'Apakah kau sungguh-sunguh akan mendukung hubunganku dengan Emma?' tanya Therius dengan telemancy kepada Xion yang duduk di sebelahnya di dalam travs.     

Xion mengangguk. 'Aku tahu kau sangat mencintainya dan akan menjaganya. Kau juga sudah lebih dulu bertemu dengannya. Aku tidak mau hubungan kita rusak karena berebut wanita. Karena itu, setelah misi ini selesai dan kalian baik-baik saja. Aku akan segera pulang ke gunung.'     

Therius mengerutkan keningnya. 'Kau pikir aku takut dia akan jatuh cinta kepadamu duluan kalau kau tetap ada di ibukota? Hei.. aku tidak seburuk itu ya. Setelah ia selesai berduka, aku yakin ia akan dapat membuka hatinya untukku. Aku tidak perlu belas kasihanmu.'     

Therius merasa agak tersinggung karena dengan Xion pergi, seolah sahabatnya itu mengalah dan menyerahkan Emma kepadanya begitu saja. Xion mundur dari persaingan mereka mendapatkan cinta Emma. Sebagai laki-laki, Therius merasa egonya disinggung.     

Xion menggeleng. 'Bukan. Aku pergi bukan untukmu... tapi untukku. Aku tidak sanggup melihat kalian menikah dan hidup bahagia. Kurasa aku harus menjauh dulu untuk menata hati agar aku tidak sedih. Kurasa, aku juga egois.'     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.