Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Dua Putri (1)



Dua Putri (1)

0Emma hanya bisa menghela napas panjang ketika menutup telepon dan membaringkan diri di tempat tidurnya. Ia sendiri tidak mengira tadi ia telah mengucapkan kata-kata 'Aku mencintaimu' kepada suaminya.     

Apakah ini tandanya ia memang sudah jatuh cinta kepada Therius?     

Kalau dipikir-pikir, hal ini cukup masuk akal. Mereka sudah bersama cukup lama. Bisa dibilang, hubungannya dengan Therius adalah hubungan terlama dalam hidupnya. Bahkan sudah lebih lama daripada saat ia bersama Haoran.     

Therius juga memiliki karakter yang baik dan ia sangat mencintai Emma. Perempuan mana yang tidak akan tersentuh setelah diperlakukan dengan penuh cinta sedemikian lama?     

Gadis itu tersenyum simpul membayangkan wajah suaminya.     

Ahh.. mungkin sudah saatnya ia juga menyatakan isi hatinya kepada Therius?     

Emma memutuskan untuk mengatakan kepada suaminya bahwa ia juga mencintai pria itu saat mereka bertemu akhir pekan depan.     

Setelah beristirahat sejenak, ia lalu turun untuk makan siang di ruang makan. Di sana ia bertemu dengan teman-teman seangkatannya. Para siswa perempuan dari kelas lain tampak sangat iri mendengar bahwa Emma dan teman-temannya berhasil masuk ke pondok Marlowe dan berbincang-bincang dengannya.     

"Kenapa kita tadi tidak lewat ke sana?" keluh mereka bersama-sama.     

"Pak Marlowe sangat baik. Ia memberi kami minuman dingin dan bercakap-cakap dengan kami. Ia juga memperkenalkan semua hewan peliharaannya," kata Miri dengan wajah tersenyum lebar.     

Emma hanya batuk-batuk kecil mendengar antusiasme temannya. Ia masih ingat betapa tadi hewan peliharaan Marlowe hendak mengigit gadis-gadis yang datang, tetapi dari cara Miri bercerita, seolah Marlowe dan hewan -hewan peliharaannya adalah nenek ramah baik hati yang menerima mereka dengan hati riang gembira.     

Setelah makan siang, mereka kembali berkumpul di aula dan mendengarkan pengarahan dari perwakilan dewan siswa. Ketika Emma tiba bersama Miri, ia melihat Ulla melambai-lambaikan tangan kepadanya.     

"Ayo, kalian duduk denganku di sini. Aku sudah menyiapkan kursi untuk kalian," katanya dengan gembira. Gadis berambut biru itu segera menarik tangan Emma ketika gadis itu tiba di dekatnya.     

"Kau tampak sangat bersemangat," kata Emma keheranan. Ia duduk di samping Ulla dan mengamati sekitarnya. Ia hendak mencari tahu apakah ada Bastian di aula ini. Ia selalu merasa tidak nyaman mengetahui ada orang lain di sekitarnya yang dapat membaca pikirannya.     

Hal ini juga yang membuat Emma berusaha untuk tidak membaca pikiran orang lain sebisa mungkin, kecuali dalam situasi darurat atau benar-benar perlu. Ia sudah tahu sendiri betapa tidak menyenangkan rasanya jika ada orang yang menginvasi pikirannya.     

Ia tidak sabar menunggu kedatangan Therius yang akan membantunya membebaskan diri dari para telemancer di akademi ini.     

"Astaga... kalian lihat itu?" Suara Miri yang diucapkan dengan nada kaget membuat Emma keheranan.     

"Ada apa?" tanya Emma keheranan.     

"Aku sudah mendengar tentang kedua putri itu tetapi baru sekarang melihat mereka secara langsung..." tukas Miri dengan antusias.     

"Putri katamu?" tanya Emma keheranan.     

"Ada dua orang putri bangsawan bersekolah di akademi ini. Yang satu terkenal akan kecantikannya, dan yang satu terkenal akan kekuatannya," Miri menjelaskan. "Mereka selalu bersaing dan menjadi musuh bebuyutan. Perselisihan di antara mereka sudah terkenal di antara para siswa di akademi."     

Emma tidak ingat bahwa keluarga kerajaan Akkadia memiliki putri yang bersekolah di akademi ini. Setahunya Therius hanya memiliki sepupu laki-laki yang memiliki kekuatan ajaib. Adik-adik perempuan mereka semuanya orang biasa.     

Putri mana yang dimaksudkan Miri? Apakah putri dari negeri jajahan? Tetapi kalau iya, Emma pasti pernah melihat mereka saat mereka masih menjadi putri sandera.     

"Maaf, aku kurang begitu mengitu berita. Putri mana yang kau maksudkan?" tanyanya keheranan. Miri mencubit lengannya dan mengunjukkan dagu ke arah panggung di depan mereka. Saat itulah Emma baru melihat ada dua orang siswa perempuan yang tampak sedang berhadapan.     

Ia memang terbiasa acuh dengan sekelilingnya sehingga tidak memperhatikan hal-hal semacam itu. Sekarang ia melihat baik-baik kedua gadis yang ada di depan sambil mendengarkan penjelasan Miri.     

"Putri Marci adalah adik bungsu raja kerajaan Mireen, seangkatan dengan Bastian. Ia terkenal sebagai gadis paling berbakat di negerinya. Ia dikirim ke sini untuk belajar mengendalikan kekuatannya. Ia adalah seorang mage istimewa karena memiliki dua kekuatan sekaligus. Sejak tahun pertama, orang-orang sering menjodohkannya dengan Bastian karena menganggap mereka sangat cocok."     

Ulla tampak mengerutkan keningnya seolah tidak setuju atas pendapat Miri. "Uhm, Bastian itu sepupuku, jadi aku lebih tahu. Bastian tidak memiliki hubungan apa pun dengan Putri Marci, mereka hanya berteman baik."     

Emma memperhatikan gadis yang disebut Marci itu. Marci adalah seorang gadis berusia 22 tahun yang memiliki kecantikan seorang putri raja. Penampilannya sangat anggun dan berkelas.     

Rambutnya yang panjang berwarna hitam disanggul dengan praktis di atas kepalanya. Pakaiannya terlihat sangat mahal dari bahan halus berwarna serba merah. Kulitnya yang kecokelatan terlihat sehat dan menandakan ia adalah seorang gadis yang aktif.     

Gadis memang terlihat sangat mengesankan. Emma hanya keheranan karena ternyata selain anggota keluarga kerajaan Akkadia, rupanya bangsawan dari kerajaan lain sama sekali tidak menutupi identitas mereka.     

Ia ingat bahwa Therius sama sekali tidak membuka rahasia identitasnya bahkan tujuh tahun setelah ia keluar dari Akademi.     

Jadi, Marci ini adalah adik bungsu raja Mireen. Pantas saja Emma tidak pernah melihatnya di Akkadia sebagai salah satu putri sandera. Rupanya yang dikirim ke Akkadia adalah anak perempuan raja sekarang.     

Anak itu masih kecil, baru berusia 12 tahun dan beberapa bulan lalu sudah dikirim kembali ke Mireen. Therius telah membebaskan semua koloni Akkadia dan memulangkan semua sandera untuk menunjukkan niat baik Akkkadia dalam menjalin hubungan yang setara mulai sekarang.     

Baiklah.. rupanya di sini ada beberapa anak raja dari kerajaan tetangga.     

Emma berharap ia tidak perlu berhubungan dengan mereka selama ia bersekolah di sini.     

Ia tidak ingin mengambil risiko terjadi konflik antar negara jika sampai ia dan anak-anak raja tetangga ini terlibat masalah.     

Uff, selama ini Emma tidak pernah mempedulikan orang lain. Ia hanya fokus pada dirinya sendiri dan tidak ikut campur urusan orang lain. Kalau sampai ada yang bermusuhan di akademi, ia tidak mau tahu. Asalkan mereka membiarkannya sendiri, maka ia dengan senang hati mengabaikan semuanya.     

"Ternyata gosip itu benar, putri dari Terren semuanya cantik-cantik," bisik Ulla. Ia menggamit lengan Emma. "Kalau Bastian menjalin hubungan dengan Putri Ylsa dari Terren, kurasa aku akan setuju."     

"Memangnya apa hubungannya denganmu?" tanya Emma keheranan. "Siapa yang akan menjadi kekasih Bastian adalah urusan Bastian sendiri, bukan urusanmu."     

"Ahh.. kau ini," Ulla mengerucutkan bibirnya. "Tentu saja itu menjadi urusanku karena dia sepupuku. Aku akan datang ke pernikahannya dan anak-anak mereka nanti akan menjadi keponakanku. Aku tidak suka kalau Bastian menikah dengan Putri Marci dari Mireen. Dia sombong sekali."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.