Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Apa Hubunganmu Dengan Bastian?



Apa Hubunganmu Dengan Bastian?

0Emma membaca pikiran Ulla untuk mengetahui peta kekuatan kelas A. Ahh.. ternyata di sana lebih banyak siswa yang memiliki kekuatan offensive seperti api dan angin. Mereka tampak sangat percaya diri akan memenangkan tantangan.     

Ylsa dan seorang siswa laki-laki tahun terakhir menjadi pembina kelompok kelas A. Wajah para siswa kelas A tampak berseri-seri. Sementara itu kelas C dan D mendapatkan beberapa kakak kelas lainnya yang menjadi pembimbing mereka.     

"Kalian sudah mendapatkan mentor?" tanya Bastian yang datang menghampiri Emma dan teman-temannya.     

"Kak Marci berbaik hati mau membimbing kami," kata Miri sambil menunjuk Marci yang duduk anggun di tengah mereka.     

Marci mengangguk sambil mengerling ke arah Bastian. "Kelas ini payah sekali. Kau mau berbaik hati membantuku membimbing mereka?"     

Wajah anak-anak kelas B seketika berubah cerah. 24 pasang mata segera terarah kepada Bastian. Hanya Emma yang menggeleng pelan sambil menatap sang presiden sekolah. Ugh.. ia tidak mau bertemu Bastian terus selama seminggu ke depan hanya demi memenangkan tantangan orientasi.     

Ia masih merasa tidak nyaman memikirkan lelaki ini mampu membaca pikirannya, sementara ia tidak dapat melakukan hal yang sama.     

"Uhm.. kurasa itu tidak adil untuk siswa-siswa yang lain," kata Bastian sambil tertawa. Ia mengerti Emma tidak suka ia ada di dekatnya, walaupun Bastian telah berjanji tidak akan membaca pikiran gadis itu.     

Bastian tahu siapa Emma sebenarnya dan ia tidak akan berani berbuat lancang dengan membaca pikiran ratu Akkadia. Namun, rupanya, Emma tetap tidak percaya kepadanya.     

Marc mengerutkan kening. Ia sempat melihat reaksi Bastian yang menelan ludah setelah mengerling ke arah Emma. Apakah Bastian menolak membimbing kelas B karena Emma?     

Sang putri dari Mireen menjadi bertanya-tanya dalam hati apa hubungan di antara Bastian dan Emma sehingga sikap keduanya menjadi kaku seperti ini.     

"Kurasa tidak apa-apa, Bastian. Aku yakin semua orang percaya bahwa kau akan bersikap adil dan tidak memberi perlakuan khusus kepada Kelas B," kata Marci sambil tersenyum tipis.     

Bastian menggeleng. "Maaf, tidak bisa. Aku akan sibuk dengan penyelenggaraan tantangan," kata Bastian. Ia buru-buru mengalihkan pembicaraan dan mencari alasan untuk pergi meninggalkan mereka. "Semoga berhasil. Aku akan menjadi pengawas saja."     

Ia menepuk bahu Marci dan bergegas kembali ke panggung. Sang putri hanya menatap kepergiannya dengan ekspresi curiga. Ia lalu menoleh ke arah Emma.     

"Kau sudah lama kenal dengan Bastian?" tanyanya tanpa basa-basi.     

Emma menggeleng. "Tidak. Kebetulan aku berteman dengan Ulla, sepupu Bastian dan diperkenalkan kemarin."     

"Benarkah?" tanya Marci dengan nada suara tidak percaya. "Kupikir kalian sangat dekat."     

Emma batuk-batuk mendengar perkataan Marci. "Uhm.. sama sekali tidak. Aku tidak tahu kenapa kau bisa berpikir begitu."     

Miri menatap Emma dan Marci bergantian. "Kak Marci mengira Lee dan Kak Bastian cukup dekat? Dari mana?"     

Gadis itu kemudian mengingat-ingat beberapa kesempatan di mana Bastian datang menemui mereka saat mereka duduk bersama Ulla. Ia kini teringat bahwa Bastian selalu bersikap aneh di dekat Emma.     

Ahh.. apakah... apakah Bastian menyukai Emma?     

Marci hanya mengangkat bahu, "Aku hanya bertanya. Soalnya tadi kulihat Bastian sepertinya mau menjadi pembimbing kalian, tetapi Emma melarangnya."     

Serentak teman-teman sekelas Emma menoleh ke arah gadis itu. Wajah mereka semua terlihat terkejut dan sebagian tampak kecewa. Benarkah Emma melarang Bastian, sang ketua murid yang legendaris itu untuk menjadi mentor mereka? Kenapa ia melakukannya?     

"Kurasa Marci salah lihat," kata Emma buru-buru. "Aku tidak melarang Bastian melakukan apa pun. Aku kan hanya murid baru. Tidak mungkin aku bisa memerintah-merintah seorang ketua murid."     

"Entahlah.. bisa saja kau memerintah ketua murid kalau Bastian menyukaimu, kan?" tanya Marci blak-blakan. Gadis ini memang tampaknya tidak pernah menahan diri dan bicara sesukanya.     

Emma hanya tertawa kecil dan menggeleng. "Tidak mungkin. Aku sudah memiliki kekasih. Kalian bisa tanyakan sendiri kepada Bastian kalau ia memang menyukaiku dan ia mengurungkan niatnya menjadi mentor kelas ini karena aku melarangnya. Ia pasti akan menjawab bahwa hal itu tidak benar. Kumohon, jangan menyebarkan gosip yang tidak benar..."     

Marci menatap Emma lekat-lekat dengan senyuman tipis di wajahnya. Ia semakin menganggap Emma menarik. Walaupun gadis ini berusaha untuk tidak menarik perhatian, justru Marci melihat bahwa Emma sangat berbeda dan menarik perhatiannya.     

Tadi, ketika ia pertama kali melihat Emma di aula, Marci segera tertarik kepadanya karena Emma terlihat sangat cantik, tetapi ia berusaha keras menyembunyikan diri dan tidak menarik perhatian.     

Itulah sebabnya Marci sengaja menawarkan kepada kelas B untuk menjadi mentor mereka. Ia ingin membantu Emma agar menjadi sorotan dan dilihat semua orang. Ia yakin hal itu akan memuat Ylsa sangat gusar.     

Dari apa yang dilihat Marci, Ylsa sangat percaya diri dan tidak mempedulikan siapa pun, sehingga ia tidak menyadari ada siswa baru yang tidak kalah cantik darinya di antara para siswa tahun pertama.     

Marci dapat membayangkan betapa akan kesalnya Ylsa nanti jika ia melihat Emma yang cantik memenangkan tantangan orientasi dan memikat semua orang. Di saat itu, nanti pasti orang-orang akan mulai membandingkan keduanya.     

Hal ini membuat Marci sangat senang dan bertambah semangat untuk membantu kelas B.     

Namun, setelah ia berinteraksi dengan Emma barusan, Marci merasa bahwa gadis pendiam itu menyembunyikan sesuatu dan ia tidak sesederhana penampilannya. Ia menjadi bertanya-tanya apa sebenarnya yang disembunyikan Emma.     

Benarkah ia memiliki hubungan khusus dengan Bastian?     

"Kau cukup yakin bahwa aku salah," kata Marci. "Baiklah. Kita lupakan saja hal itu. Kurasa aku bisa meminta salah seorang siswa senior lainnya untuk mendampingi kalian sebagai mentor kedua."     

Emma menghembuskan napas lega. Ia tidak suka bertengkar dengan Marci karena masalah kecil. Karenanya ia senang Marci tidak membahas hal itu lagi.     

"Baiklah. Besok kalian berkumpul di aula pagi-pagi. Kita akan menguji level kekuatan masing-masing dan mendengarkan instruksinya untuk tantangan yang harus kita hadapi," kata Marci setelah suasana menjadi tenang kembali. "Sekarang kalian boleh beristirahat."     

"Terima kasih, Marci."     

Murid-murid kelas B mengucap terima kasih kepada Marci lalu beranjak pergi kembali ke asrama mereka. Siswa-siswa lain ada yang masih berdiskusi dengan pembimbing mereka, sebagian ada yang sudah pulang.     

Dalam perjalanan ke asrama, beberapa siswa perempuan segera mendekati Emma. Mereka ingin mengonfirmasi kecurigaan Marci bahwa Bastian sang ketua murid memang menyukai Emma.     

"Marci salah duga," kata Emma dengan tidak sabar. "Aku tidak ada hubungan apa pun dengan Bastian dan ia tidak menyukaiku."     

"Tapi.. bagaimana dengan kau sendiri? Apakah kau tidak menyukainya?" tanya Stell dengan ekspresi menyelidik. "Kalau sampai berita bahwa kau dan Kak Bastian memiliki hubungan dekat tercium oleh Ylsa.. kau bisa ditindasnya habis-habisan."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.