Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Orientasi Siswa Baru



Orientasi Siswa Baru

0"Gelangnya keren sekali," bisik Miri. "Aku juga mau menjadi dewan murid."     

"Kurasa mereka akan meminta kita memilih perwakilan dari setiap kelas untuk menjadi anggota dewan murid. Begitu sekolah dimulai minggu depan, kita harus memilih," kata Ulla. "Aku mau mengajukan diri sebagai perwakilan dewan murid dari kelasku. Bagaimana dengan kalian?"     

"Apa untungnya jadi anggota dewan murid selain mendapatkan gelang itu?" tanya Emma. "Kurasa itu hanya gelar kosong biar terlihat keren."     

"Ssshh.. bukan hanya itu. Anggota dewan murid bertanggung jawab atas suara para siswa di kelasnya. Kita akan membawa suara teman-teman kita jika ada aspirasi yang ingin disampaikan. Misalnya kamar asrama yang lebih baik, jam bebas sepanjang hari di akhir pekan, bukan hanya setengah hari, dan masih banyak lagi," Ulla menjelaskan.     

Ia lalu menambahkan, "Anggota dewan siswa juga memiliki akses yang tidak dimiliki para siswa biasa. Misalnya mereka boleh menggunakan perpustakaan lebih lama, boleh mengakses lokasi-lokasi yang tertutup untuk umum, dan lain-lain."     

Kalimat terakhir Ulla membuat Emma tertarik. Ia suka menghabiskan banyak waktu di perpustakaan. Sayangnya di sini ada jam malam untuk fasilitas itu. Kalau ia memang boleh tinggal di perpustakaan lebih lama, ia akan sangat senang.     

"Baiklah, kalau begitu aku juga ingin mengajukan diri sebagai anggota dewan murid," kata Emma.     

"Eh, kau serius?" tanya Ulla keheranan. Sejak mengenal Emma selama beberapa hari terakhir, gadis itu mendapatkan kesan bahwa Emma adalah siswa yang acuh tak acuh terhadap sekolah. Ia tidak terlihat memiliki minat terhadap apa pun, selain tanaman.     

Ia tidak mengira Emma akan tertarik untuk melamar sebagai anggota dewan siswa.     

Bastian memberi tanda kepada para siswa untuk berkumpul dengan teman sekelas masing-masing dan memilih perwakilan mereka untuk di dewan murid.     

"Lho.. kita bukannya memilih setelah kita mulai bersekolah?" tanya Miri yang keheranan. "Ini kan masih orientasi"     

"Ini untuk sementara. Minggu depan setelah kalian mulai masuk kelas dan saling mengenal, kalian boleh tetap memilih perwakilan kalian ini atau kalian akan memilih yang baru. Yang jelas minggu ini, selama masa orientasi, kami dari dewan murid akan mengadakan permainan yang akan membuat kalian saling mengenal dan belajar tentang akademi ini."     

Semua orang saling pandang dengan wajah antusias. Ulla tidak ada di kelas Emma, sehingga gadis itu tidak dapat menanyakan kepadanya apa yang dimaksud dengan permainan orientasi ini. Ia terpaksa harus menunggu hingga Bastian menjelaskan.     

"Jadi setiap kelas akan dibagi tugas untuk menemukan harta karun yang disimpan di tempat tersembunyi. Kalian bisa meminta bantuan seorang guru untuk menjadi pembimbing kalian dan dua orang senior."     

"Ohh.. harta karun! Seru sekali.." bisik para siswa kepada satu sama lain. Terlihat wajah mereka semua antusias.     

Walaupun mereka sudah menginjak usia dewasa, semua siswa baru akademi menyukai permainan, apalagi dengan tujuan untuk lebih mengenal kampus mereka.     

"Baiklah karena ada 4 kelas, kami akan membagikan tugas untuk kalian kerjakan. Sebelum kita memulai, aku ingin kalian saling mengenal dan mengetahui kekuatan masing-masing teman sekelas kalian. Nanti kalian akan dapat membagi tugas sesuai dengan elemen yang dapat kalian kendalikan." Bastian terus memberikan instruksi kepada mereka dan para siswa mencatat baik-baik apa yang ia sampaikan.     

Marci berjalan ke arah kelompok Emma dan sepasang matanya terlihat menyipit ketika ia menangkap sosok Emma di sudut. Bibirnya tampat mengulaskan senyum tipis ketika ia mengerling ke arah Ylsa yang duduk anggun di kursinya di atas panggung.     

"Kau, siapa namamu?" tanyanya ke arah Emma. Gadis itu mengangkat wajah dan menatap Marci keheranan.     

"Aku?"     

"Benar," jawab Marci.     

"Oh, namaku Lee Wolfland," jawba Emma. Ia menatap Marci lekat-lekat dan membuat penilaian. Dari gayanya berbicara dan berdiri sekarang, Marci memang terlihat dingin dan angkuh, tetapi Emma sama sekali tidak menganggapnya sombong.     

Entah kenapa, melihat Marci, ia teringat kepada dirinya sendiri.     

"Apakah kelas kalian sudah memilih senior untuk membantu kalian menyelesaikan tugas?" tanya Marci.     

Miri dan teman-temannya saling pandang.     

"Uhm.. tadi siang kami dibimbing oleh Akane dan Harland. Mungkin kami akan meminta mereka berdua untuk membantu kami dalam tugas kali ini," kata Miri.     

"Hm... aku saja," kata Marci memotong kata-kata Miri. "Aku belum membantu kelas mana pun. Kalau kalian mau, aku bersedia menjadi pembimbing kalian. Bagaimana pendapat kalian?"     

Semua siswa di kelas Emma serentak menahan napas. Marci adalah salah satu siswa akademi paling dihormati dan ia terkenal sangat berbakat.     

Ia menawarkan diri untuk membantu kelas mereka?     

Bermimpi pun mereka tidak pernah berharap akan dapat meminta Marci sebagai pembimbing mereka. Apalagi, bukan hanya ia adalah senior yang paling disegani, tetapi ia juga merupakan seorang putri raja!     

Karena tidak ada yang berbicara sama sekali, karena mereka semua terkejut, akhirnya Marci menjentikkan jarinya dan mengulangi pertanyaannya dengan tidak sabar.     

"Kalian bisa jawab tidak? Kenapa semua diam saja?"     

Miri, Haria, dan beberapa siswa lainnya segera mengangguk bersamaan. Wajah mereka semua tampak dipenuhi kebahagiaan dan rasa tidak percaya. Mereka seolah dijatuhi durian runtuh!     

"Kami bersedia!!!"     

Emma tersenyum kecil melihat antusiasme teman-temannya. Ia menahan diri tidak membaca pikiran mereka, tetapi ia dapat menyimpulkan kenapa mereka begitu bersemangat.     

Namun, yang membuatnya keheranan adalah sikap Marci. Kenapa sang kakak kelas ini menawarkan diri untuk menjadi pembimbing mereka. Dari apa yang ia lihat di antara kelompok atau kelas lainnya, merekalah yang harus mencari dan memohon-mohon kepada senior untuk membantu mereka.     

Ia melihat Ulla mendatangi Ylsa yang duduk anggun di kursinya. Dari gerakan bibirnya dan sikapnya yang tampak antusias, Emma dapat menyimpulkan bahwa Ulla meminta Ylsa untuk menjadi pembimbing kelompok mereka.     

Ylsa tampak memandang sebelah mata kepada Ulla, namun, setelah Ulla menarik Bastian untuk membantunya membujuk Ylsa, ekspresi sang putri dari Terren itu berubah. Wajahnya dihiasi senyum manis dan ia melambaikan tangannya dengan ramah kepada Ulla.     

"Ahh.. kenapa tidak bilang bahwa kau adalah sepupunya Bastian?" tanya gadis itu dengan suaranya yang renyah. "Baiklah.. tentu saja aku mau menjadi pembimbing kalian."     

"Wahh.. terima kasihhh! Kak Ylsa memang yang terbaik!"     

Ulla segera memanggil teman-teman sekelasnya untuk mendatangi Ylsa. Mereka semua tampak sangat gembira karena berhasil mendapatkan pembimbing yang terkenal sebagai gadis tercantik di seluruh planet Akkadia itu.     

Emma melihat sudut bibir Marci bergerak-gerak seolah menahan tawa menyaksikan kehebohan di antara siswa kelas A yang berhasil mendapatkan Ylsa sebagai pembimbing.     

Ia bertanya-tanya, apa yang menurut Marci lucu dan kenapa ia menawarkan diri untuk membantu mereka.     

Marci tiba-tiba mendeham dan menoleh ke arah para siswa kelas B. "Jadi kalian mau aku menjadi pembimbing kalian? Kenapa tidak ada antusiasme sama sekali? Apa kalian merasa terpaksa?"     

Astaga.. Marci memang ketus, pikir Emma. Gadis itu sedikit mengingatkannya akan Marlowe. Mungkin keduanya akan sangat cocok kalau bertemu. Atau malah akan saling membenci.     

Setelah mereka mendengar protes Marci, para siswa kelas B buru-buru bersorak dan bertepuk tangan.     

"Horeee!! Kak Marci bersedia menjadi pembimbing kami!"     

"Kami sangat senang!!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.