Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Dua Putri (2)



Dua Putri (2)

0Emma hanya memutar matanya mendengar kata-kata Ulla. Ia lalu mengarahkan pandangannya ke depan sebelah kiri. Gadis yang tadi berdiri berhadapan dengan Marci telah duduk dengan anggun di kursi.     

Wajahnya yang cantik tampak dikipasi oleh kipas yang terbuat dari bulu burung berwarna biru muda. Yang menakjubkan adalah tidak ada seorang pun yang memegang kipas tersebut.     

Ah, rupanya Ylsa dapat mengendalikan benda mati. Apakah ia seorang aeromancer? Untuk sesaat Emma tertegun setelah ia melihat baik-baik wajah putri dari Terren itu. Wajah Ylsa terlihat familiar.     

Apakah Ylsa ini adik Yldwyn? Wajah mereka mirip sekali, tetapi Ylsa jauh lebih cantik dari Yldwyn. Ia memilki wambut panjang berombak berwarna kebiruan yang digerai dengan cantik hingga ke pinggannya.     

Wajahnya mungil dan memiliki hidung yang indah dan sepasang mata bulan berwarna biru cemerlang seperti dua buah batu permata.     

Pakaiannya sangat indah dan seolah meneriakkann statusnya sebagai seorang putri raja.     

"Putri Ylsa sangat terkenal kecantikannya di seluruh Akkadia. Banyak orang yang bilang, kakaknya sengaja melakukan segala cara untuk mencegah agar Ylsa tidak dikirim ke Akkadia sebagai putri sandera karena ia tidak ingin pangeran putra mahkota kita, yang sekarang sudah menjadi raja, jatuh cinta kepadanya," bisik Ulla. "Kurasa gosip itu benar. Siapa laki-laki yang tidak akan jatuh cinta kepad Putri Ylsa? Jangankan kaum lelaki, aku saja yang perempuan bersedia menjadi lesbian untuknya... hehehehe..."     

Emma tersenyum tipis mendengar kata-kata Ulla. Temannya ini memang sangat artifisial dan mementingkan penampilan fisik daripada kepribadian dan hal lainnya.     

Kalau Emma harus memilih di antara Putri Marci dan Putri Ylsa, ia akan memilih Marci karena gadis itu terlihat cerdas dan memiliki kepribadian yang matang.     

Lagipula.. setelah apa yang dilakukan oleh Ratu Ygrit dan Yldywn terhadap keluarganya, Emma seakan memiliki kebencian khusus terhadap para bangsawan dari Terren.     

Kedua putri itu tampak sama sekali tidak mengindahkan yang lain, dan menganggap mereka tidak ada. Emma dapat memperkirakan bahwa dari segi kekuatan Ylsa masih berada di bawah Marci, karena Emma dapat membaca pikirannya.     

Sedangkan Marci.. ia sama sekali tidak dapat menembus pikiran gadis itu. Ini membuat Emma dapat menebak kira-kira Marci sudah berada di level 5. Sungguh mengagumkan, untuk siswa tahun terakhir yang baru berusia 22 tahun, ini merupakan pencapaian yang luar biasa.     

"Kau bilang, Marci adalah seorang multple-element mage," Emma menjadi penasaran dengan kakak kelasnya itu. Ia lalu memutuskan bertanya kepada Ulla yang sepertinya serba tahu tentang apa saja dan siapa saja. "Apakah kau tahu apa saja kekuatan yang dimilikinya?"     

Ulla mengangguk. "Marci memiliki pyromancy dan electromancy. Dia sangat kuat."     

"Oh... begitu, ya?"     

Kata-kata Ulla membuat Emma teringat bahwa pelaku penyerangan terhadap Lyra adalah seorang electromancer karena ia berhasil mematikan semua kamera di sekitar lokasi kejadian.     

Apakah ini berarti akademi akan menyelidiki semua electromancer yang ada di sini? Emma juga ingin tahu tindakan apa yang sedang diambil oleh pihak sekolah untuk menangani masalah ini.     

Penyerangan di tempat yang menampung para calon mage kerajaan seperti ini sangat mencurigakan. Mereka tentu tahu bahwa ada banyak orang yang memiliki kemampuan ajaib, tetapi dengan berani mereka tetap melakukan kekacauan.     

Emma memutuskan untuk mencari Atila dan menanyakan kepada asistennya itu perkembangan yang ia ketahui.     

"Marci sangat berbakat. Ketika ia masuk akademi dua tahun lalu, ia masih berada di level 2, tetapi ia berhasil naiik tiga level dalam waktu dua tahun saja. Banyak orang yang menganggapnya genius. Untuk orang seumurnya, dia termasuk sangat tangguh. Tapi tentu saja, dia membuat laki-laki malas mendekat," kata Ulla lagi dengan gaya bergosipnya yang biasa.     

"Laki-laki malas mendekat? Kenapa?" tanya Emma.     

"Ya, itu, karena dia terlalu tangguh. Banyak lelaki yang takut ditindas olehnya... hahhaa. Kurasa kekuatannya justru sekarang menjadi bumerang baginya karena tidak banyak laki-laki yang lebih tangguh daripadanya dan masih seumuran dengannya..."     

Emma menggeleng-geleng mendengar kata-kata Ulla. "Memangnya kenapa kalau Marci lebih kuat dari kebanyakan lelaki? Kurasa orang yang menghindarinya hanya karena mereka takut ditindas olehnya tidak pantas untuknya..."     

"Lho... kau kenapa membela Marci, sih?" tanya Ulla sambil mengerucutkan bibirnya. "Marci itu senior yang terkenal galak. Aku tidak menyukainya."     

"Kurasa aku tidak harus menyukai orang-orang yang kau sukai, dan kau juga tidak perlu menyukai orang yang kusukai," kata Emma acuh sambil mengangkat bahu.     

"Kenapa begitu? Bukankah teman itu artinya harus selalu sepakat dengan apa pun?" tanya Ulla dengan pandangan kecewa. "Jadi.. kalau ada orang yang menyakitiku.. kau tidak akan membelaku? Apakah kau tidak menganggapku teman?"     

"Astaga, Ulla. Jangan begitu dramatis. Kalau ada orang yang menganggumu, aku pasti akan membelamu kalau kau tidak bersalah. Tapi kalau kau memang pantas mendapatkan gangguan tersebut, aku tidak akan membantumu," kata Emma.     

Emma bukanlah orang yang membela orang lain secara membuta. Bahkan terhadap Therius sendiri, jika suaminya itu melakukan kesalahan, Emma tidak akan membelanya tanpa memikirkan logika.     

Mungkin sikap Emma yang seperti ini terlihat dingin di mata orang lain, tetapi seperti inilah dirinya.     

"Sshh.. kalian berhenti bicara, dong. Kakak kelas kita akan memulai pengumumannya," bisik Miri sambil menyikut keduanya.     

Akhirnya Emma dan Ulla berhenti berbicara dan mengalihkan fokus mereka ke depan. Mereka mendengar suara desahan tertahan dari mana-mana. Ahh.. rupanya Bastian sudah muncul dan berdiri tegap di atas panggung.     

Pemuda itu melihat selintas ke arah Emma dan sesaat pandangan mereka bertemu. Emma mengangkat sebelah alisnya dan Bastian segera mengalihkan pandangannya ke tengah ruangan.     

"Selamat sore, teman-teman. Tadi kalian sudah menjelajahi area kampus dengan dibantu kakak kelas. Kuharap semua yang diterangkan tadi sudah cukup ya? Kalau kalian membutuhkan bantuan apa pun selama kalian berada di akademi, kalian bisa mencari kakak kelas yang mengenakan gelang ini di tangannya."     

Ia mengangkat tangan kanannya dan para siswa baru dapat melihat di pergelangan tangan Bastian ada seuntai gelang hitam. Mereka baru memperhatikan bahwa para anggota dewan murid yang lain juga mengenakan gelang hitam yang sama di lengan mereka.     

Ahh.. rupanya itu adalah tanda keanggotaan dewan murid. Emma mengangguk paham. Ini sangat praktis. Sebagai siswa baru, tentu akan ada banyak pertanyaan yang dimiliki para siswa, dan mereka tidak selalu dapat memperoleh jawabannya sendiri.     

Mereka juga tidak selalu dapat mengandalkan guru untuk membantu mereka karena jumlah guru di akademi yang terbatas.     

"Gelangnya keren sekali," bisik Miri. "Aku juga mau menjadi dewan murid."     

"Kurasa mereka akan meminta kita memilih perwakilan dari setiap kelas untuk menjadi anggota dewan murid. Begitu sekolah dimulai minggu depan, kita harus memilih."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.