Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Kembali Ke Kotaraja



Kembali Ke Kotaraja

0Pemakaman Haoran berlangsung dengan sangat khimad. Hanya ada Emma, Therius dan Natan yang menunggu di atas bukit. Para pengawal Therius mengamankan di kaki bukit, memastikan tidak ada orang yang akan menggangu mereka.     

Emma merasakan semuanya berjalan dengan begitu cepat, bagaikan mimpi. Haoran terbaring di sebuah peti kaca. Ia terlihat tampan sekali dengan rambut panjang yang turun hingga ke bahunya. Emma merasa tidak pernah puas menatapnya. Matahari yang bersinar cerah tidak dapat membuat suasana hatinya yang mendung menjadi hangat.     

Seluruh hati dan pikiran Emma seolah diselubungi es yang sangat dingin. Ia telah berjanji tidak akan menangis lagi karena apa pun. Karena itulah Emma sama sekali tidak meneteskan air mata.     

Ia sadar, Haoran sudah menyelesaikan waktu yang menjadi bagian hidupnya. Haoran sangat mencintai Emma dan mau melakukan apa pun untuknya. Ia pasti akan sangat sedih kalau kematiannya membuat Emma menderita. Karena itu, Emma berusaha menguatkan diri dan tidak menangis lagi.     

Mulai sekarang, ia akan membalas dendam. Ia akan membuat orang-orang yang sudah menyakiti keluarganya, menderita dengan sangat luar biasa. Ia akan membuat mereka menyesal telah dilahirkan ke dunia ini.     

"Aku ingin ditinggalkan sendiri," kata Emma tanpa menoleh. Therius meremas bahunya lembut lalu berjalan mundur. Ia memberi tanda kepada Natan agar mengikuti langkahnya. Sang dokter mengangguk dan ikut berjalan pergi. Sebelum mereka menjadi jauh, ia menoleh ke belakang untuk terakhir kalinya.     

'Ah, pemuda yang malang,' pikir Natan sedih. Walaupun sejak awal bertemu Haoran, kondisi pemuda itu sudah sangat buruk dan tidak dapat ditolong lagi, tetap saja bagi Natan sangat sulit untuk bersikap seolah ia tidak terpukul. Ia adalah seorang dokter yang berdedikasi dan semua pasiennya dianggapnya penting.     

Setelah Therius dan Natan pergi, Emma menghampiri peti kaca itu dan bersimpuh. Di sebelahnya telah digali lubang untuk menanam petinya.     

Natan menjelaskan bahwa bahan yang dipakai untuk membuat peti mati di Akkasia adalah bahan transparan khusus seperti kaca yang akan luruh dengan tanah saat tubuh di dalamnya mulai terurai, sehingga tubuh manusia yang dikuburkan akan dapat menyatu kembali dengan alam.     

Emma memeluk peti itu dan merenung untuk beberapa saat, lalu memuaskan dirinya menatap wajah Haoran untuk terakhir kalinya. Ah.. Haoran yang baik, Haoran yang tampan, Haoran yang sangat kucinta.     

Saat aku merelakanmu.... bisik Emma.     

Ia memejamkan mata lalu berdiri. Dengan sapuan tangannya ia mengangkat peti Haoran dan memasukkannya dengan lembut ke dalam lubang. Semuanya ia lakukan dengan penuh kehati-hatian dan kelembutan.     

Tanah segera memenuhi lubang makam segar itu dan menutupnya hingga rata dengan bumi. Sambil mengigit bibir, Emma melambaikan tangan kanannya lagi dan perlahan-lahan makam Haoran segera ditumbuhi berbagai tanaman kecil dengan bunga-bunga yang cantik sekali.     

Kemudian, di sampingnya perlahan-lahan tumbuh sebuah pohon jeruk yang rindang dan memberi keteduhan pada makam baru itu. Satu per satu buah jeruk mulai bermunculan.     

Tempat ini sungguh indah. Ini adalah tempat yang pantas untuk seorang Haoran, pikir Emma.     

Setelah memastikan semuanya tertata rapi. Emma menarik napas panjang. Sudah saatnya ia harus pergi. Nanti kapan-kapan ia akan datang kembali kemari untuk mengenang Haoran.     

Emma sama sekali tidak menangis sampai saat ia berjalan turun menuruni bukit dan bertemu Therius yang menunggunya. Pemuda itu tampak kagum melihat ketabahan Emma. Tadinya ia mengira Emma akan menjadi sangat terpukul, tetapi sepertinya kesedihan demi kesedihan telah mengeraskan hatinya. Kini Emma bahkan tidak tampak menitikkan air mata setetes pun.     

"Kau baik-baik saja?" tanya Therius pelan.     

"Aku tidak baik-baik saja," jawab gadis itu singkat. "Tetapi aku tidak punya waktu untuk berduka. Kita harus kembali ke kota raja."     

Therius sangat kagum melihat kekerasan hati Emma. Semakin hari, cintanya kepada gadis itu semakin bertambah. Memang tidak salah ia memilih Emma untuk melabuhkan hatinya.     

Gadis ini akan menjadi ratu Akkadia yang mengagumkan. Ia tak sabar ingin memberikan dunia kepadanya.     

"Aku akan memerintahkan anak buahku untuk menyelesaikan pemakaman Haoran," kata Therius.     

Emma menggeleng. "Tidak usah. Aku sudah menyelesaikan semuanya. Sebaiknya sekarang kita pergi saja."     

"Baiklah." Therius menggandeng pinggang Emma dan mereka segera berjalan menuju deretan travs yang akan segera membawa mereka pulang kembali ke ibukota.     

Perjalanan pulang selama dua jam berlangsung dengan sangat diam. Emma sama sekali tidak mengatakan apa-apa. Tetapi ia tidak menolak ketika Therius menyodorkan minuman dan buah kepadanya.     

"Makanlah buah ini. Sangat bagus untuk memulihkan stamina," kata Therius.     

Emma tidak membantah. Ia menerima pemberian Therius lalu mengunyah buah kecil seperti anggur yang berwarna merah terang itu sambil memandang keluar jendela.     

***     

Setelah mereka tiba kembali di istananya, Therius segera meninggalkan Emma untuk beristirahat dan menenangkan diri. Ia pergi untuk bertemu Raja Cassius dan diam-diam membicarakan keinginannya untuk menikah dengan Emma secepatnya.     

Ia akan memberikan alasan bahwa ada kemungkinan Putri Arreya akan menentang hubungannya dengan Emma karena masih dendam pada keluarga raja Akkadia. Untuk mencegah hal itu terjadi, Therius meminta izin kakeknya untuk mengubah rencana dan segera meresmikan pernikahannya dengan Emma.     

Setelah ia mendapatkan izin raja, Therius akan segera menyiapkan upacara pernikahan pribadi yang hanya akan dihadiri oleh kakek dan sahabatnya, bersama pendeta agama mereka.     

Therius sudah menyatakan kepada Emma bahwa ia tidak percaya kepada dewa mana pun, tetapi keluarga raja memegang kepercayaan kepada tujuh dewa utama. Karena itu, ia harus berpura-pura mengikuti tradisi Akkadia hingga ia nanti naik takhta menjadi penguasa sepenuhnya. Setelah ia menjadi raja, Therius akan dapat dengan tegas menyatakan bahwa ia tidak mengikuti kepercayaan terhadap dewa mana pun. Namun, hingga saat itu tiba, ia harus mengalah.     

Ia sudah biasa mengalah untuk menang. Kesabarannya tiada duanya dan ia tidak pernah tergesa-gesa melakukan sesuatu. Inilah yang membuat Therius selalu dapat memperoleh apa yang ia inginkan, cepat... atau lambat.     

***     

TOK TOK     

Kira masuk ke dalam kamar Emma dan menemukan sang putri sedang duduk membeku menghadap ke jendela kamarnya.     

"Tuan Putri, Tuan Xion ada di depan. Ia hendak bertemu dengan Anda," kata Kira dengan penuh hormat.     

Emma mengangguk dan bangkit dari duduknya. Wajahnya sama sekali tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Dalam hati, Kira merasa bahwa sang putri semakin lama semakin mirip dengan pangeran putra mahkota.     

Therius sangat jarang menunjukkan ekspresi di wajahnya. Baru akhir-akhir ini saja para pelayannya mulai sering melihat sang majikan tersenyum atau kesal.     

Sejak mereka bertemu Emma, mereka selalu melihat sang putri tampak bersedih atau menangis. Tetapi hari ini ketika mereka melihatnya kembali dari perjalanan bersama sang pangeran, Emma tampak tidak sedih lagi.     

Namun demikian, sepasang matanya yang indah juga tidak lagi bercahaya. Ia tampak dingin dan tidak bahagia.     

Emma melangkah keluar pintu kamarnya yang besar dan menemukan Xion berdiri di depan pintu. Pemuda itu tampak tersenyum cerah seperti biasa.     

"Hei.. aku senang melihat kau sudah pulang. Ada kabar sangat bagus!!" seru Xion sambil menepuk bahu Emma keras sekali. Ia seperti seorang anak kecil yang sudah lama tidak bertemu dengan teman sepermainannya dan menjadi penuh semangat. "Bagaimana jalan-jalannya bersama Therius?"     

"Baik," kata Emma. Ia menatap tangan Xion yang ada di bahunya dan menggandengnya dengan penuh semangat.     

"Dia membawamu ke rumah orang tuanya di desa? Tempatnya bagus, ya..." kata Xion yang mulai berceloteh tanpa henti. "Aku pernah ke sana. Rumahnya sangat besar."     

Sebenarnya dalam hati Emma merasa heran, bagaimana bisa Xion yang demikian gemar bicara dapat tahan hidup di gunung yang sepi. Kepada siapa ia akan mengobrol dan meracau seperti ini? Apakah ia tidak kesepian?     

Ataukah ia akan bicara kepada hewan dan tumbuh-tumbuhan? Ah, bisa jadi. Emma dapat membayangkan Xion yang nyentrik melakukan hal semacam itu.     

"Aku tidak terlalu memperhatikan rumahnya," Emma mengaku. "Tetapi tempatnya memang sangat indah. Ada di puncak bukit dan menghadap ke lembah hijau yang sangat indah."     

"Lho.. kok bisa kau tidak memperhatikan rumahnya? Memangnya kau dan dia sibuk melakukan apa?" tanya Xion sambil mengerutkan keningnya. Ia menyipitkan mata dan menatap Emma penuh selidik.     

Emma yang dapat mengira Xion sedang berpikiran kotor tentang dirinya dan Therius segera menepis tangan pemuda itu dari bahunya.     

"Aku terbaring sakit seharian di rumahnya. Mana sempat aku menjelajah rumahnya," kata Emma.     

"Lho, kau sakit lagi? Apa yang terjadi?" Suara Xion seketika diliputi kecemasan. "Kau selalu sakit akhir-akhir ini. Apa tidak sebaiknya kau diperiksa dokter?"     

Emma menghela napas. Ia lalu menggeleng. "Aku tidak akan sakit lagi. Ini yang terakhir."     

"Oh... apakah terjadi sesuatu?" tanya Xion. Entah kenapa ia menduga telah terjadi sesuatu yang buruk, tetapi ia ingin mendengarnya langsung dari Emma.     

"Haoran meninggal," kata Emma singkat. Ia tidak akan menjelaskan dengan detail, karena hal itu hanya akan mencabik-cabik hatinya. Namun demikian, dua kata itu sudah cukup bagi Xion.     

Ia segera mengerti apa yang terjadi dan simpatinya kepada gadis itu kembali meluap.     

Oh, malangnya gadis itu. Kematian demi kematian menghampirinya dengan tidak kenal kasihan dan merenggut satu persatu orang yang ia sayangi.     

"Aku turut berduka," kata Xion pelan. Ia tahu, tidak ada kata penghiburan apa pun yang berguna saat ini.     

"Tidak apa-apa. Sekarang Haoran sudah tenang. Aku harus dapat melanjutkan hidup," kata Emma.     

Xion mengangguk. Ia merasa kasihan kepada Emma, tetapi ia juga merasa lega karena gadis itu mulai sekarang akan dijaga oleh sahabatnya. Ia tahu Therius akan memperlakukan Emma dengan baik dan tidak akan membiarkan seorang pun menyakiti Emma.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.